Mengintip Batu Nisan Penuh Ribuan Bekas Ciuman di Paris Prancis, Sosok Tak Biasa Punya Banyak Fans
Sebuah makam di Paris, Prancis menjadi jujukan banyak wisatawan yang singgah di sana. Di makam tersebut terdapat batu nisan yang dipenuhi bekas ciuman
TRIBUNMADURA.COM - Sebuah makam di Paris, Prancis menjadi jujukan banyak wisatawan yang singgah di sana.
Di makam tersebut terdapat batu nisan yang dipenuhi oleh bekas lipstik ciuman.
Banyak sekali lipstik bekas ciuman yang membekas di batu nisan itu.
Sejarah dari pemilik batu nisan menarik untuk diulas.
Jika kamu berkunjung ke Paris, Prancis, tidak ada salahnya mampir sejenak ke sebuah makam.
• Kota Surabaya Diprediksi Masih Berpotensi Kembali ke Zona Merah Meski saat ini Berstatus Zona Oranye
• Hubungan Gelap Bikin Sekretaris Hamil dan Sakit Hati, Bos Enggan Tanggung Jawab, Berujung Pembunuhan
• Nama Ahmad Dhani Disebut Bakal di Pilkada Kota Pasuruan, Koalisi 9 Bintang Sebut Butuh Figur Kuat
Makam milik Oscar Wilde ini berbeda dibanding makam kebanyakan.
Kamu akan menemukan ribuan bekas lipstik memenuhi bagian bawah makam.
Bukan tanpa alasan para wanita meninggalkan bekas ciumannya di sana.
Dilansir dari laman amusingplanet.com, makam ini milik penulis dan penyair Irlandia abad 19 yang terkenal, Oscar Wilde.
Makam dipahat dari balok batu seberat 20 ton.
Makam itu menampilkan sosok bersayap menyerupai Sphinx dengan sayap yang terentang secara vertikal, yang didasarkan pada puisi Wilde, The Sphinx .
Selama bertahun-tahun, penggemar wanita telah mengunjungi makam dan monumen peringatan Wilde di pemakaman terbesar di Paris Pére Lachaise untuk memberi penghormatan kepada penulis naskah Irlandia dan meninggalkan bekas mereka dalam lipstik merah.
Lebih dari ribuan ciuman lipstik dan pesan grafiti menutupi bagian bawah makam.
Kebiasaan itu dimulai pada akhir 1990-an, ketika seseorang memutuskan untuk meninggalkan ciuman lipstik di makam.
Sejak saat itu bekas ciuman menggunakan lipstik merah telah bergabung dengan grafiti merah yang berisi ekspresi cinta, seperti: "Anak liar kami mengingatmu", "Terus memandangi bintang-bintang" dan "Keindahan nyata berakhir di mana kecerdasan dimulai".
Mencium makam Oscar di tempat wisata Paris telah menjadi keharusan bagi wisatawan yang berkunjung ke sana.
Meski ada denda sebesar 9,000 poundsterling setara Rp 112 juta yang dikenakan pada siapa pun yang tertangkap mencium atau merusak monumen bersejarah, namun tampaknya tidak berpengaruh pada para penggemar sang penyair ini.
Sulit untuk menangkap orang dalam tindakan itu, dan sebagian besar penjahat adalah turis yang sudah lama pergi sebelum polisi bisa membawa mereka ke pengadilan.
Seruan dari cucu Wilde, Merlin Holland untuk menghentikan kebiasaan itu juga tak diperdulikan.
Sebuah plakat yang meminta para penggemar untuk menghormati makam itu juga sia-sia dibuat.
Bukan tanpa alasan mengapa Pemerintah setempat melarang kebiasaan ini diteruskan.
Bekas lipstik merah dapat meresap ke dalam batu dan membuatnya sulit dibersihkan.
Selain itu, juga dapat menyebabkan lapisan batu menjadi cepat keropos.
Pada 2011, saat peringatan ulang tahun ke-111 Oscar Wilde, pihak berwenang memasang penghalang kaca di sekeliling makam untuk mencegah pencium menyebabkan kerusakan lebih lanjut.
Namun sekarang turis meninggalkan ciuman di kaca sebagai gantinya dan bunga-bunga dan uang kertas dilemparkan ke dalam kaca dan sekarang berserakan di kaki makam.
Oscar Wilde meninggal karena bangkrut dan kesepian dan teman-temannya hanya bisa menawarkan pemakaman kelas enam di Bagneux, di luar kota Paris.
Selama tahun-tahun berikutnya, temannya dan eksekutor sastra, Robert Ross, berhasil melalui penjualan karya-karya Wilde, untuk membatalkan kebangkrutan Wilde dan membeli sebidang tanah pekuburan di Père Lachaise.
Tahun berikutnya Helen Carew, satu teman Ross yang mengenal Wilde di masa jayanya, secara anonim menawarkan bantuan untuk mendirikan sebuah monumen untuk Wilde yang dibuat oleh pematung muda Jacob Epstein.
Ketika patung itu dibawa ke pemakaman, para pejabat Paris tersinggung oleh penampilan malaikat yang tanpa busana dan berusaha menutupinya dengan terpal.
Mereka juga menutupi alat kelamin patung dengan plester karena mereka menganggap ukurannya tidak biasa.
Akhirnya, sebagai kompromi, sebuah plakat perunggu yang mirip dengan bentuk kupu-kupu diletakkan di atas alat kelamin monumen dan diresmikan pada awal Agustus 1914.
Makam itu bertahan tanpa insiden lebih lanjut sampai 1961 ketika beberapa pengacau mematahkan bagian alat kelamin patung itu.
(*)