Berita Sampang

Harga Garam Anjlok, Petani Tradisional di Sampang Terpuruk, Berhenti Produksi hingga Beralih Profesi

Harga garam per tahun mengalami penurunan menyebabkan petani garam di Sampang terpaksa berhenti produksi hingga memilih beralih profesi.

TRIBUNMADURA.COM/HANGGARA PRATAMA
Hasil produksi garam milik warga Kelurahan Polagan, Kecamatan Sampang, Kabupaten Sampang, Madura, Senin (21/9/2020). 

Laporan Wartawan TribunMadura.com, Hanggara Pratama

TRIBUNMADURA.COM, SAMPANG - Semua sektor ekonomi terdampak wabah virus corona atau Covid-19.

Seperti dialami oleh petani garam halus tradisional di wilayah tambak garam, Kelurahan Polagan, Kecamatan Sampang, Kabupaten Sampang, Jawa Timur.

Harga garam per tahun mengalami penurunan menyebabkan petani garam terpaksa berhenti produksi hingga memilih beralih profesi.

Seorang petani garam asal Kelurahan Polagan, Kecamatan Sampang, Hafiudin (63) mengatakan, bahwa seiring berjalannya waktu, harga hasil produksi garam tidak lagi berpihak.

"Kalau dipaksakan memproduksi garam pastinya tidak akan mendapatkan keuntungan, malah rugi yang didapat karena harga garam saat ini lebih besar produksinya," ujarnya kepada TribunMadura.com, Senin (21/9/2020).

Hasil produksi garam milik warga Kelurahan Polagan, Kecamatan Sampang, Kabupaten Sampang, Madura, Senin (21/9/2020).
Hasil produksi garam milik warga Kelurahan Polagan, Kecamatan Sampang, Kabupaten Sampang, Madura, Senin (21/9/2020). (TRIBUNMADURA.COM/HANGGARA PRATAMA)

Hafiudin menambahkan, memang tidak semua petani garam beralih ke pekerjaan lain namun, produksi yang dihasilkan oleh petani garam saat ini berkurang drastis.

"Sebagian memang masih produktif tapi, hasilnya tidak maksimal sekitar, 25 sampai 50 ton sekali panen dalam satu hektarnya sedangkan, hasil normal sebanyak 100 ton lebih," terangnya.

Dijelaskan, tren penurunan harga pasaran garam jenis KW 1 selama tiga tahun terakhir diantaranya, pada 2017 seharga Rp 3,5 juta per ton, 2018 seharga Rp 500 ribu per ton, dan 2019 seharga Rp 400 ribu per ton.

"Untuk tahun ini harganya sangat miris hingga menjadi Rp 300 ribu per ton, sedangkan untuk biaya produksi malah bisa menghabiskan Rp 700 ribu," ucap Hafiudin.

Menurutnya, harga garam anjlok setiap tahunnya disebabkan oleh banyaknya suplai garam dari luar negeri masuk ke Indonesia.

"Jadi garam hasil produksi petani lokal tidak laku terjual dan tentunya membawa nasib buruk bagi petani di Kabupaten Sampang, bahkan di daerah lainnya," keluhnya.

Mengalami hal itu, pihaknya berharap kepada pemerintah agar memperhatikan nasib petani lokal dan mencari jalan keluarnya.

"Saya berharap besar harga tembakau kembali mahal agar dapat menstabilkan perekonomian keluarga," harapnya.

  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved