Berita Internasional
Titik Balik Kemerdekaan Timor Leste, Gulungan Film yang Ditimbun di Kuburan Jadi Bukti Pembantaian
Namun, sebuah peristiwa yang menjadi titik balik, mengubah sejarah perjuangan kemerdekaan Timor Leste terjadi pada tahun 1991.
TRIBUNMADURA.COM - Kelompok pro kemerdekaan Timor Leste terus bergerak saat Indonesia berusaha mempertahankan provinsinya.
Berbagai upaya sudah dilakukan Timor Leste, hingga akhirnya Timor Leste merdeka di tahun 1999.
Namun di tengah upaya kemerdekaan Timor Leste, terdapat peristiwa yang mencekam.
Peristiwa itu adalah pembantaian Santa Cruz.
Timor Leste memerlukan waktu 24 tahun untuk lepas dari Indonesia dan tahun 1999 menjadi puncaknya.
Baca juga: Nikita Mirzani Terima Ancaman dari Pendukung Puan Maharani, Iwan Fals: Wah Repot Kalau Jin Udah Ikut
Baca juga: Download Lagu MP3 Pipipi Calon Mantu - United Idol, Populer TikTok, Hitam Hitam yang Paling Laris
Baca juga: Emas Antam dan UBS di Pegadaian Alami Penurunan, Harga Emas pada Kisaran Rp 2.037.000 per 2 gram
Namun, sebuah peristiwa yang menjadi titik balik, mengubah sejarah perjuangan kemerdekaan Timor Leste terjadi pada tahun 1991.
Sebuah peristiwa mencekam yang kemudian membuat dunia internasional
tidak bisa lagi memalingkan wajahnya.
Peristiwa yang dikenal sebagai pembantaian Santa Cruz itu terjadi pada 12 November 1991.
Bagaimana peristiwa itu sampai ke mata masyarakat dunia?
Salah satunya adalah karena sebuah video rekaman jurnalis Inggris Max Stahl, satu-satunya bukti video yang ada.
Kisah keberadaan video itu sendiri pun begitu menarik.
Bahkan, mungkin tidak akan pernah ada jika Max Stahl tidak segera menyembunyikannya.
Melansir irishtime.com, Stahl merupakan salah satu dari sedikit jurnalis
asing yang bekerja secara diam-diam di negara itu.
Ia merekam tentara Indonesia yang menembak, memukuli, dan menyeret orang pergi.
Dia memperhatikan bahwa korban yang masih bisa bergerak sedang menuju ke arahnya.
“Mereka menunjukkan kepada saya luka mereka,” kenangnya.
Menurut kesaksiannya, rakyat Timor Leste yang saat itu sebenarnya sedang
melakukan aksi di Santa Cruz, melihat ke kamera dan menyampaikan sebuah pesan.
“Mereka melihat kamera, dan mereka ingin dunia melihat.
"Mereka sekarat di sekitarku, tapi mereka yang selamat kemudian mengatakan ini padaku - yang lebih penting daripada fakta kematian mereka adalah bahwa kematian mereka bermakna; bahwa semua ini harus 'untuk' sesuatu," ungkapnya.
Saat itu, ia yang berada di tengah kekacauan itu ditangkap untuk diinterogasi.
Namun, sebelum ditangkap ia masih sempat mengubur dua gulungan film
di kuburan tempat peristiwa mencekam itu terjadi.
Reaksinya yang cepat menyelamatkan gulungan film itulah yang membuat
sebuah bukti video dapat sampai ke mata dunia.
Malam itu, setelah diinterogasi selama sembilan jam, dia kembali mengambil dua gulungan film itu.
Rekaman Stahl, yang merupakan satu-satunya bukti video yang ada, diselundupkan ke luar wilayah beberapa hari kemudian.
Mengutip irishtimes.com, rekaman itu membawa titik balik dalam sejarah
Timor Lorosa'e: mengingatkan dunia akan kekejaman yang terjadi di sana;
mendapatkan, akhirnya, dukungan internasional yang luas untuk
perjuangan rakyat Timor; dan menempatkan negara kecil di Asia Tenggara
ini di jalan menuju penentuan nasib sendiri.
Dalam perkembangan yang mengejutkan sekaligus ironis, pelapor khusus
PBB untuk hak asasi manusia dan penyiksaan, yang sedang mengunjungi
Dili, menolak terlibat.
Sementara jurnalis Belanda dan aktivis hak asasi Saskia Kouwenberg yang
akhirnya turun tangan.
Baca juga: Ngaku Anak Twitter? Sudah Tahu 10 Bahasa Slang Twitter Belum, Mulai PAP, Mutual, WDYT Hingga SJW
Baca juga: NGERI! Kondisi Tubuh Manusia Setelah Meninggal, Ternyata Masih Bisa Lakukan 10 Hal ini, Bersuara?
Dia meninggalkan Timor Leste dengan film berdurasi 10 menit disembunyikan di celana dalamnya.
Peristiwa Santa Cruz 1999 itu sendiri terjadi ketika kerumunan massa
melakukan aksi menuju pemakaman Santa Cruz, tempat seorang pemuda
bernama Sebastião Gomes, yang terlibat dalam perjuangan kemerdekaan
Timor dikuburkan.
Pemuda itu tewas ditembak di gereja Antonio Padua, Motael, Dili, dua
minggu sebelum pembantaian Santa Cruz.
Minggu 12 November 1991, emosi warga Timor Leste semakin memuncak.
Usai misa di gereja St Antonio Padua Motael orang-orang mulai melakukan
aksi protes di jalan.
Hari itu, warga berjalan kaki menuju pemakaman Santa Cruz, sekaligus ingin
berziarah ke makam Sebastiao Gomes.
Namun justru aksi demo itu berakhir rusuh, ketika tiba-tiba datang rentetan
tembakan dan terjadi insiden mengerikan.
Suasana pemakaman Santa Cruz berubah mencekam dan menjadi pertumpahan darah.
Dari peristiwa itu, menurut Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Timor Leste
memperkirakan sedikitnya 271 orang tewas.
Setelah dilihat di seluruh dunia, gambar-gambar dari Santa Cruz memastikan berakhirnya isolasi panjang Timor Leste.
Kelompok solidaritas dibentuk di banyak negara, termasuk Irlandia.
Indonesia berada di bawah tekanan berat untuk mengizinkan referendum
kemerdekaan, yang akhirnya diadakan pada tahun 1999.
Delapan tahun setelah peristiwa Santa Cruz, Timor Leste lepas dari Indonesia dengan hasil referendum menunjukkan mayoritas warga Timor Leste menginginkan kemerdekaan.
Kini, di Timor Leste sebuah patung di pinggir Pantai Motael tak jauh dari Gereja
St Antonio Padua, telah dibuat untuk mengenang peristiwa Santa Cruz,
juga kejadian itu diperingati sebagai Hari Pemuda.
Patung itu menggambarkan seorang pendemo bernama Amali yang
menolong pendemo lainnya bernama Levi.
Potret Amali menolong Levi merupakan salah satu yang terekam dalam
video Max Stahl.