Pesawat Sriwijaya Air Jatuh

Tak Beroperasi 9 Bulan, Ini Riwayat Pesawat Sriwijaya Air SJ-182 Sebelum Jatuh, Berusia 26 Tahun

Pesawat jenis Boeing 737-500 tersebut pernah digunakan maskapai Amerika Serikat, sebelum digunakan maskapai Sriwijaya Air.

Editor: Ayu Mufidah Kartika Sari
twitter/flightradar24/twitter/flightradar24
Pesawat Sriwijaya Air yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu sempat tidak beroperasi 9 bulan. 

"Kerusakan pada fan blade menunjukan bahwa kondisi mesin masih bekerja saat mengalami benturan. Hal ini sejalan dengan dugaan sistem pesawat masih berfungsi sampai dengan pesawat pada ketinggian 250 kaki," jelas Soerjanto.

Sebelumnya, pesawat Sriwijaya Air SJY-182 dengan rute Jakarta-Pontianak hilang kontak pada Sabtu (9/1/2021) sore.

Pesawat tersebut hilang kontak dengan menara pengawas terjadi pada Sabtu sore, pukul 14.40 WIB dan jatuh di perairan sekitar Pulau Laki, Kabupaten Kepulauan Seribu.

Pesawat tersebut diawaki 6 awak aktif.

Adapun rincian penumpang dalam penerbangan SJ-182 adalah 40 dewasa, 7 anak-anak, 3 bayi dan 6 awak sebagai penumpang.

Usia pesawat tak ada hubungan dengan laik terbang

Pengamat Penerbangan Alvin Lie menegaskan usia pesawat tidak ada kaitannya dengan laik terbangnya sebuah pesawat.

"Pesawat usia 26 tahun itu bukan masalah, usia pesawat itu tidak ada kaitannya dengan kelaik udaraan atau safety," ujar Alvin Lie kepada Tribunnews, Minggu (10/1/2021) siang.

Menurutnya, pesawat yang masih baru pun bisa saja mengalami kecelakaan, begitu pula pesawat tua berusia 50 tahun yang masih laik terbang.

"Pesawat yang usianya 3 bulan saja bisa mengalami kecelakaan. Pesawat yang usianya 50 tahun juga tetap laik terbang, tetap aman," jelas Alvin.

Alvin menjelaskan, usia pesawat sebenarnya berkaitan dengan efisiensi dan ini juga bisa dilihat dari komponen serta desainnya.

"Usia pesawat itu korelasinya dengan efisiensi," kata Alvin.

Yang membedakannya adalah desain pesawat, karena pesawat tua menggunakan desain struktur dengan teknologi yang dipakai sejak puluhan tahun lalu.

"Karena desain yang lama mungkin desain sayapnya, desain strukturnya itu masih menggunakan teknologi puluhan tahun yang lalu," papar Alvin.

Ini yang membuat drag atau hambatan pada penerbangan menjadi lebih besar, karena bahan untuk pembuatan pesawat tersebut masih menggunakan alumunium.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved