FAKTA Unik Kampung Pitu di Jogja, Hanya Dihuni 7 Keluarga, Pantang Gelar Pertunjukan Wayang Kulit

Sebuah kampung di Kalurahan Nglanggeran, Kapanewon Patuk, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sekilas tampak seperti kampung pada umumnya.

Editor: Pipin Tri Anjani
KOMPAS.COM/MARKUS YUWONO
Aktivitas Warga Kampung Pitu, Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul Jumat (25/3/2021) 

TRIBUNMADURA.COM - Ada sebuah kampung unik di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Sebuah kampung di Kalurahan Nglanggeran, Kapanewon Patuk, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sekilas tampak seperti kampung pada umumnya.

Siapa sangka ada kepercayaan unik yang dipegang erat oleh masyarakat kampung di sekitar puncak Gunung Api Purba tersebut.

Kampung itu sejak dulu hanya ditinggali oleh tujuh keluarga saja.

Tak heran kampung itu pun dikenal dengan nama Kampung Pitu.

Dalam bahasa Indonesia, pitu artinya tujuh.

Baca juga: Resmi Dibuka, Segera Login www.prakerja.go.id Daftar Kartu Prakerja Gelombang 16, Ini Syaratnya

Asal usul berdirinya Kampung Pitu, dari kisah telaga dan kuda sembrani

Menurut salah satu sesepuh adat Kampung Pitu Yatnorejo, keberadaan Kampung Pitu berawal dari Telaga Guyangan yang tak jauh dari rumahnya. 

Konon, area yang kini merupakan persawahan dengan mata air itu adalah sebuah telaga.

Telaga tersebut pernah digunakan untuk mencuci kuda semberani.

Cerita itu dipercaya secara turun-temurun.

Bahkan warga meyakini, sisa tapak kaki kuda sembrani masih ada hingga saat ini.

Di sekitar Telaga Guyangan, sempat diadakan sayembara Keraton.

Sayembara itu berbunyi akan memberikan hadiah tanah bagi siapa pun yang mampu menjaga pohon pusaka bernama Kinah Gadung Wulung.

Ternyata hanya dua orang yakni kakak beradik Iro Dikromo dan Tirtosari yang bisa menjaganya.

Mereka dan anak cucunya diperkenankan tinggal di tempat itu.

Baca juga: Sederet Amalan Sunnah Hari Jumat Menurut Syekh Ali Jaber, Lengkap Penjelasannya: Membaca Al Kahfi

Hanya tujuh keluarga

Ada alasan mengapa kampung itu disebut dengan Kampung Pitu.

Sebab, hanya ada tujuh keluarga yang boleh tinggal di tempat tersebut.

Kata pitu berasal dari bahasa Jawa yang berarti tujuh.

"Meski memiliki banyak anak turun, tetapi setelah menikah hanya diperbolehkan tujuh kepala keluarga," tutur Yatnorejo.

Sebenarnya, kata dia, ada delapan rumah di kampung tersebut.

Namun hanya tujuh yang ditempati.

Kepercayaan hanya ditinggali tujuh keluarga ini terus dipegang erat oleh masyarakat setempat hingga kini.

"Dari generasi pertama sampai saat ini tidak ada penduduk dari luar daerah yang tinggal di sini.

Selain itu, jika penduduk sudah menikah pun harus keluar," kata Yatnorejo.

Dia mengatakan, warga kampung itu mencari penghidupan dengan bertani dan beternak.

Pantangan selenggarakan pertunjukan wayang kulit

Selain terkait jumlah keluarga yang harus menempati, ada kepercayaan lain yang terus diyakini hingga kini. 

Warga Kampung Pitu pantang menyelenggarakan pertunjukan wayang kulit.

Sebab, gunung di sekitar desa tersebut dinamakan gunung wayang.

Sehingga, warga kampung pitu memegang kepercayaan untuk tidak menyelenggarakan pertunjukan wayang kulit.

Masyarakat di Kampung Pitu juga masih teguh dengan beberapa tradisi, misalnya dalam membangun rumah dan upacara-upacara.

"Mau mendirikan rumah pun harus sesuai perhitungan masyarakat Jawa pada umumnya, harus ada hari yang tepat. Selain itu ada kenduri," kata Yatnorejo.

Baca juga: Tukar Kode Redeem FF Terbaru 26 Maret 2021, Redeem di reward.ff.garena.com/id, Juga Ikuti Event FF

Siapkan penerus untuk tinggal di Kampung Pitu

Yatnorejo, sebagai sesepuh desa mengatakan, warga juga akan menyiapkan penerus untuk menempati Kampung Pitu.

Dia akan menunjuk satu anaknya untuk menemaninya tinggal di tempat tersebut.

Meski jauh dari pusat keramaian, hal itu tak menyurutkan minat generasi berikutnya untuk tinggal di sana.

Salah satunya Sarjono yang merupakan menantu Yatnorejo.

"Ingin tinggal di sini suatu saat nanti," akunya. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Kampung Pitu, Hanya Dihuni 7 Keluarga Sejak Dulu hingga Pantang Gelar Pertunjukan Wayang Kulit"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved