Bandingkan dengan Masa SBY, Jokowi Diminta Angkat Guru Honorer Jadi PPPK Berdasar Masa Pengabdian
Jika berkaca pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), guru honorer bisa diangkat menjadi PPPK atau CPNS berdasarkan masa pengabdiannya.
TRIBUNMADURA.COM - Guru honorer saat ini bisa diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), namun harus melewati seleksi terlebih dahulu.
Namun, kebijakan ini mendapatkan kritik dari Partai Demokrat.
Sebab menurut Partai Demokrat, jika berkaca pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), guru honorer bisa diangkat menjadi PPPK atau CPNS berdasarkan masa pengabdiannya.
Sedangkan, pada masa Presiden Jokowi, guru honorer masih perlu melewati seleksi dan tes terlebih dulu.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrat, Irwan mengkritik pengangkatan proses guru honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang harus melalui seleksi pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca juga: Ujian PPPK di Tulungagung, Banyak Guru Senior yang Tak Bisa Mengoperasikan Komputer,
Menurutnya, proses pengangkatan guru honorer menjadi PPPK, seharusnya dilakukan berdasarkan masa pengabdian seseorang sebagai guru.
Guru yang telah cukup masa mengabdinya, kata Irwan, tidak perlu mengikuti proses seleksi lagi karena akan mengalami kesulitan bersaing dengan guru yang masih muda masa pengabdiannya.
"Seharusnya dilakukan pengangkatan secara langsung bukan melalui proses seleksi, tapi dilihat masa pengabdiannya para guru itu," kata Irwan, Senin (20/9/2021).
Irwan menyayangkan, pemerintah masih membiarkan guru-guru honorer yang cukup masa pengabdiannya mengikuti proses seleksi PPPK, serta CPNS hanya untuk memperoleh kesejahteraannya.
Baca juga: Waspadai Penipuan Seleksi CPNS-PPPK Mengatasnamakan Bupati
Ia pun mempertanyakan, perhatian Mendikbud Ristek Nadiem Makarim terhadap dedikasi para guru, apalagi ketika tahu ada yang gagal menembus ambang batas seleksi atau passing grade.
"Mereka sudah mengabdi sangat lama dan mereka mengajar itu di pelosok-pelosok daerah, seharusnya itu menjadi perhatian pemerintah," ucapnya.
Oleh sebah itu, Irwan meminta, pemerintah memperhatikan nasib para guru honorer yang cukup masa pengabdiannya dengan melakukan pengangkatan secara langsung menjadi PPPK atau CPNS tanpa proses seleksi.
Langkah seperti itu, dinilai Irwan pernah dilakukan saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di mana tercatat sebanyak sebanyak 1,1 juta guru honorer diangkat menjadi CPNS.
Namun, situasi saat ini berbanding terbalik karena Jokowi baru mengangkat ribuan guru honorer menjadi CPNS atau PNS selama enam tahun menjabat sebagai Presiden.
"Ini jauh sekali perbedaannya. Saya sangat prihatin melihat nasib para guru honorer tetapi belum diangkat juga. Padahal mereka harusnya diapresiasi dan diafirmasi atas pengabdiannya," tutur Anggota Banggar DPR itu.
Banyak guru senior tak bisa operasikan komputer
Suasana ujian PPPK di Tulungagung diwarnai oleh para guru senior yang kesulitan mengoperasikan komputer.
Bahkan ada guru yang memang tak terbiasa membaca huruf di keyboard sehingga membutuhkan bantuan.
Agung Cahyadi (40) menghadap layar komputer yang menjadi server tempat ujian Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di SMAN 1 Kedungwaru.
Namun sebagai Proktor, guru sejarah di SMAN 1 Kedungwaru ini mempunyai berbagai pengalaman mendampingi para guru senior selama mengikuti ujian PPPK.
Baca juga: Satu Orang Peserta SKD CPNS dan PPPK Pemprov Jatim Positif Covid-19
Mereka adalah para guru honorer yang telah puluhan tahun mengabdi di Tulungagung.
“Kalau yang masih muda mereka cepat karena menguasai IT. Sementara yang sudah 50 tahun ke atas, mereka kan jarang mengoperasikan komputer,” ujar Agung, Kamis (16/9/2021) saat ditemui di Laboratorium Komputer, tempat ujian PPPK.
Menurut Agung, ada banyak kesulitan yang dihadapi para guru senior ini.
Ia mencontohkan, ada guru yang kacamatanya ketinggalan sehingga ia kesulitan membaca huruf di keyboard.
Selama tes guru tersebut juga kesulitan untuk membaca soal maupun menjawab soal.
“Kami bantu sebatas masalah teknis saja. Tidak boleh sampai mengarahkan jawaban,” tutur Agung.
Ada pula guru sepuh yang tidak terbiasa menggunakan keyboard komputer.
Agung harus menuntun mereka saat harus mengetik sesuatu.
Misalnya saat akan log in, mereka tidak tahu letak bintang di keyboard.
“Harus dimaklumi karena beliau-beliau ini kan guru senior yang fokus mengajar anak didik. Lalu mereka harus ikut tes, yang berkaitan dengan masalah teknis penggunaan komputer,” katanya.
Peserta ujian PPPK menerima tiga jenis soal, yaitu Manajerial dan Sosiokultural sebanyak 45 soal, wawancara 10 soal dan Kompetensi Teknis sebanyak 100 soal.
Batas waktu ujian manajerial dan sosiokultural selama 40 menit, wawancara 10 menit, kompetensi teknis selama 120 menit.
Setiap satu jenis soal selesai mereka harus menekan selesai, lalu scroll ke bawah untuk mengerjakan soal berikutnya.
“Untuk scroll ke bawah pun mereka tidak bisa dan harus minta bantuan. Namun secara umum tidak ada kendala, semua bisa mengerjakan soal,” sambung Agung.
Setiap peserta akan mengetahui nilai jawabannya di akhir ujian.
Mereka langsung tahu apakah jawabannya memenuhi passing grade atau tidak.
Diakui Agung, banyak di antara guru senior ini yang sulit memenuhi passing grade.
“Mungkin karena beliau-beliau fokus pada materi yang diajarkan, sehingga kurang literasi untuk menjawab soal-soal ujian,” katanya.
Ada 3.697 guru non-PNS ini memperebutkan 846 formasi guru PPPK tingkat SD dan SMP di Tulungagung.
Sedangkan untuk tingkat SMA/SMK ada 426 formasi yang diperebutkan sekitar 900 peserta.
Selama tes PPPK sejak Senin (13/9/2021) lalu, secara umum tidak ada kendala teknis.
Hanya gangguan kecil pada Selasa (14/9/2021) sore saat hujan deras disertai angin, banyak pohon tumbang yang mengakibatkan listrik mati.
Komputer di ruang ujian pun mati, kecuali server karena menggunakan UPS.
Setelah genset dinyalakan, komputer kembali menyala dan ujian bisa dilanjutkan.
Jawaban para peserta masih tersimpan dan tinggal meneruskan, tanpa mengulang dari depan.
Waktu pengerjaan pun berhenti saat komputer padam, sehingga tidak merugikan para peserta. (David Yohanes)