Breaking News

Berita Malang

Kisah Perawat di Kota Batu, Pernah Diancam Pasiennya yang Dinyatakan Positif Covid, Begini Ceritanya

Ada banyak kisah di tempat isolasi terpusat YPPII Kota Batu. Seperti yang dialami seorang perawat yang pernah diancam pasiennya.

Penulis: Benni Indo | Editor: Ayu Mufidah Kartika Sari
TRIBUNMADURA.COM/BENNI INDO
Wiwik Safitri di tempat isolasi terpusat (Isoter) di YPPII Kota Batu yang tampak lengang sejak Senin (11/10/2021). 

TRIBUNMADURA.COM, BATU – Ada banyak kisah di tempat isolasi terpusat YPPII Kota Batu.

Beberapa bulan terakhir, YPPII Kota Batu menjadi lokasi isolasi mandiri bagi para pasien Covid-19.

Pasien Covid-19 terakhir meninggalkan kamar nomor 111 YPPII Kota Batu pada Minggu (10/10/2021).

Wiwik Safitri (22) misalnya. Seorang perawat yang bekerja di Isoter YPPII sejak Maret 2020 .

Beberapa bulan sebelumnya, tersimpan kisah yang cukup menegangkan dan dialami oleh Wiwik.

Perempuan asal Pulau Lombok, NTB, mengisahkan pernah diancam pasiennya.

Alumnus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu baru saja lulus awal 2020.

Tidak berselang lama setelah kelulusannya, Presiden RI, Joko Widodo mengumumkan ada dua orang warga Indonesia yang terkonfirmasi positif Covid-19 pada 2 Maret 2020.

Setelah pengumuman itu, ia mendapatkan kesempatan bekerja di ruang isolasi mandiri di YPPII.

Bak pisau bermata dua, pandemi telah membuka peluang ia memulai karier sebagai perawat.

Di sisi lain, ia juga harus berjibaku dengan pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19.

“Waktu itu mudah mendapatkan pekerjaan karena memang sangat membutuhkan tenaga perawat,” ujarnya, 

Bukan perkara mudah merawat pasien terkonfirmasi positif Covid-19. Apalagi ketika awal-awal pandemi melanda.

Ada tekanan psikis yang dialami pasien karena kurangnya informasi dan terbatasnya peralatan medis. Maka Wiwik tidak heran melihat pasien yang marah-marah.

Di antara mereka, ada yang marah dan mengancam akan melakukan bunuh diri.

Kata Wiwik, saat itu ada satu pasien yang tinggal sendirian di ruang isolasi. Pasien tersebut stres dan merasa tinggal di dalam penjara.

Ia pun kerap marah dan mengumpat dengan mengatakan lebih baik mati daripada hidup seperti dipenjara.

Menghadapi amarah pasien seperti itu, Wiwik dan rekan-rekannya mencoba untuk menenangkan pasien.

Namun upaya mereka tidak membuahkan hasil. Pasien baru berhenti dari amarahnya ketika Bintara Pembina Desa (Babinsa) masuk untuk mengatasi.

“Salah satu yang paling berkesan melayani pasien saat banyak pasien mengamuk. Ada yang tidak mau diisolasi, bahkan ada yang mau bunuh diri,” ujarnya.

Selain merasakan sendirian di ruang isolasi, pasien tersebut juga merasa terkucilkan jika kembali ke masyarakat.

Hal yang lumrah terjadi di mata masyarakat ketika pandemi baru saja melanda.

Ketakutan akan tertular dari Virus SARS-Cov-2 penyebab Covid-19 itu membuat masyarakat menjauhi penyintas.

“Psikisnya takut kembali ke masyarakat, itu salah satu pengalaman yang saya lewati," kata dia.

"Untuk yang enak-enaknya, rekan kerja di sini baik-baik. Waktu kerjanya dan pelayanan juga baik,” ujarnya.

Setelah ditenangkan oleh Babinsa, pasien tersebut dipindahkan ke ruang isolasi di Kota Malang.

Sebelum pergi meninggalkan YPPII, pasien itu meminta maaf kepada para perawat atas perilakunya.

Kondisi kemudian melandai, penularan virus juga turun pada pertengahan 2020.

Kasus kembali melonjak pada pertengahan 2021, tepat setahun setelahnya. K

ondisinya lebih parah karena YPPII berulang kali tidak bisa menerima pasien.

“Kami tidak memiliki peralatan medis penunjang perawatan pasien sehingga tidak mungkin ditampung di sini. Di sini untuk pasien tanpa gejala,” ungkapnya.

Kini, kasus kembali malandai. Untuk pertama kalinya, YPPII tidak menampung satu orang pasien pun.

Beban terasa lepas dari kepada Wiwik. Meski begitu, ia tetap waspada sebagai perawat karena pandemi belum sepenuhnya berakhir. (Benni Indo)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved