Guru Besar Unair Komentari Polemik Pencairan JHT di Usia 56 Tahun, Sebut Faktor yang Menyulitkan
Prof Dr Sutinah Dra MS menyoroti bahwa aturan tersebut kurang tepat. Terlebih mengingat saat ini kita masih berada di situasi pandemi.
Penulis: Fikri Firmansyah | Editor: Aqwamit Torik
TRIBUNMADURA.COM, SURABAYA - Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah baru saja membuat kebijakan baru dalam aturan pencairan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
Melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) Jamsostek, penerima manfaat hanya dapat mencairkan di usia 56 tahun sampai meninggal.
Menanggapi hal itu, Prof Dr Sutinah Dra MS menyoroti bahwa aturan tersebut kurang tepat. Terlebih mengingat saat ini kita masih berada di situasi pandemi.
“Karena di masa pandemi, banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan,” ucap Guru Besar Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (FISIP UNAIR) tersebut. Kamis (24/2/22).
Melalui Permenaker yang baru itu, Prof Sutinah mengatakan hal itu justru akan menyulitkan pekerja.
“Mengingat sebagian besar pekerja yang kehilangan pekerjaannya itu usianya masih muda, jauh di bawah 56 tahun. Namun mereka belum bisa mendapatkan penghasilan yang terjamin sampai usianya menginjak 56 tahun,” imbuhnya.
Berkaca dari kondisi tersebut, maka pencairan Jamsostek akan membutuhkan waktu yang lama. Padahal menurut Prof Sutinah, dana Jamsostek dapat bermanfaat sebagai modal untuk membuka usaha sebagai mekanisme untuk bertahan hidup.
Ketika tidak lagi bekerja di perusahaan masing-masing, pekerja tetap dapat memenuhi kebutuhan hidupnya melalui usaha mandiri.
“Dana Jamsostek itu diberikan sebanyak satu kali, dalam jumlah tertentu.
Bagi para pekerja, mungkin dana tersebut bisa dimanfaatkan sebagai salah satu mekanisme survival, sehingga mereka masih bisa mempertahan hidup bersama keluarganya sudah tidak menjadi pekerja,” jelas Prof Sutinah.