Berita Blitar
Hobi Pria di Blitar Raup Untung Ratusan Juta Rupiah, Ternak Ayam Hias dari Tibet, Ini Kisahnya
Bapak dua anak itu bisa meraup omzet rerata Rp30-Rp 40 juta per bulan atau mencapai Rp400 juta per tahun dari hasil budidaya ayam hias jenis pheasent
Penulis: Samsul Hadi | Editor: Samsul Arifin
TRIBUNMADURA.COM, BLITAR - Berawal dari hobi, Ragil Agus Saputra (32), warga Desa Gembongan, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, sukses menekuni bisnis budidaya ayam hias jenis pheasent.
Bapak dua anak itu bisa meraup omzet rata-rata Rp 30-Rp 40 juta per bulan atau mencapai Rp 400 juta per tahun dari hasil budidaya ayam hias jenis pheasent.
"Saya memang hobi ternak. Awalnya ternak bebek petelur, lalu merpati hias. Setelelah saya pelajari, ternyata nilai bisnisnya lebih menjanjikan budidaya ayam hias," kata Ragil di rumahnya, Kamis (30/6/2022).
Halaman belakang rumah Ragil dijadikan sebagai kandang budidaya ayam hias. Kandang berbahan besi terlihat rapi berbaris di pinggir pagar tembok halaman belakang rumahnya.
Pada 2015, Ragil akhirnya terjun menekuni budidaya ayam hias. Lewat kenalan di Yogyakarta, Ragil awalnya mencoba budidaya ayam hias jenis Brahma.
"Awalnya, saya budidaya ayam hias jenis Brahma. Kalau dari bisnis, budidaya ayam Brahma sebenarnya juga menjanjikan, tapi saya lihat ke depannya kurang stabil, akhirnya saya juga budidaya ayam hias jenis pheasent," ujar pria lulusan SMK itu.
Pada 2016, Ragil membeli indukan ayam hias jenis pheasent. Ia membeli tiga ekor indukan ayam hias pheasent yang terdiri atas satu jantan dan dua betina dengan harga Rp 30 juta.
"Alhamdulillah di tahun pertama, indukan ayam hias pheasent langsung produksi," katanya.
Ragil terus mengembangkan budidaya ayam hias jenis pheasent. Dari awalnya hanya tiga ekor, kini Ragil memiliki 100 ekor ayam hias pheasent.
Baca juga: Modus Ibu Muda Gelapkan 9 Sepeda Motor Pondok Pesantren di Blitar, Ngaku Terlilit Hutang
Kumpulan Berita Lainnya seputar Blitar
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com
Ayam pheasent merupakan jenis ayam hutan dari Tibet (China).
Sedang untuk indukan, sekarang ia memiliki 20 pasang indukan ayam hias pheasent berbagai jenis.
"Awalnya, indukan saya hanya jenis golden pheasent. Sekarang ada jenis yellow pheasent, lady pheasent, dan beberapa jenis lainnya," ujarnya.
Dari 20 pasang indukan itu bisa produksi sebanyak 200 ekor anakan ayam hias pheasent per tahun.
Sepasang indukan bisa produksi 15-20 telur tiap tahun. Dari 15-20 telur itu potensi menetas sekitar 75 persen. Ia memakai mesin untuk menetaskan telur.
"Produksinya musiman setahun sekali biasanya mulai bulan delapan sampai bulan empat," katanya.
Ragil menjual ayam hias pheasent remaja usia tujuh bulan dengan harga Rp 7 juta sampai Rp 20 juta per pasang.
Sedang pemasarannya secara online lewat media sosial di grup-grup komunitas ayam hias.
"Pembelinya dari seluruh daerah di Indonesia. Sebulan, rata-rata bisa menjual empat sampai enam pasang ayam pheasent usia remaja," ujarnya.
Untuk omzet, Ragil rata-rata bisa mendapatkan uang Rp 30-Rp 40 juta per bulan dari penjualan ayam hias pheasent.
"Kalau omzet per tahun, minimal bisa mencapai Rp 400 juta," katanya.
Ragil memilih mengembangkan budidaya ayam hias pheasent karena harganya stabil.
Harga ayam hias pheasent stabil karena produksinya musiman setahun sekali. Selain itu, bulu ayam hias pheasent juga indah.
"Ayam ini termasuk ayam yang kebal, karena jenis ayam hutan. Perawatannya juga mudah, pakannya pur 511, seminggu sekali bulunya disemprot obat anti kutu. Biaya operasional sekitar Rp 1 juta-Rp 2 juta per bulan," ujarnya.