UMP 2023 Bakal Diumumkan, Sikap Buruh Tegas Jika Tak Sesuai Tuntutan, Optimis Langkah Jokowi

Jelang pengumuman, buruh mengungkapkan sikap tegas jika kenaikan UMP 2023 tak sesuai harapan. Bahkan, para buruh juga optimis dengan langkah Presiden

Editor: Aqwamit Torik
pixabay
Ilustrasi gaji - UMP 2023 bakal segera diumumkan pemerintah, langkah buruh tegas jika tak sesuai tuntutan 

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memastikan ada kenaikan pada upah minimum provinsi (UMP) 2023.

Hanya saja, besarannya masih dirahasiakan.

"Ada beberapa (persen kenaikannya)," kata Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam acara Festival Pelatihan Vokasi, Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Minggu (30/10/2022).

Ida mengatakan Kemnaker tengah mempertimbangkan aspirasi para buruh yang menuntut agar upah 2023 naik setelah tidak mengalami kenaikan dalam tiga tahun terakhir.

Kemnaker melalui Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI dan Jamsos) Indah Anggoro Putri telah menjalin komunikasi dengan kaum buruh untuk memfinalkan besaran kenaikan upah minimum 2023.

"Saya sudah minta ke Bu Dirjen untuk mendengarkan aspirasi para buruh, sekarang dalam proses memfinalisasi pandangan dari aspirasi tersebut," terang dia.

Dirjen PHI dan Jaminan Sosial Kemnaker Indah Anggoro Putri menuturkan besaran kenaikan UMP akan disesuaikan dengan data inflasi yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).

"Masih menunggu data BPS," kata Indah seraya memastikan besaran UMP nantinya akan diumumkan pada 21 November ini.

Ekonom Celios Bhima Yudhistira menilai wajar jika pekerja/buruh menuntut kenaikan 13 persen karena efek inflasi yang tinggi masih terjadi pada 2023.

Ia menjelaskan tuntutan pekerja juga mengingatkan kembali kalau sebelum UU Cipta Kerja, ada PP 78/2015 di
mana kenaikan upah mempertimbangkan laju inflasi dan rata-rata pertumbuhan ekonomi.

"Sekarang data inflasi 5,7 persen year on year ditambah pertumbuhan ekonomi 5 persen. Itu artinya upah berkisar kenaikan 10,7 persen," terang Bhima.

Masalahnya, dengan UU Cipta Kerja, pengupahan ini makin tidak berpihak ke pekerja.

"Sudah jaring pengaman sosial dari pemerintah kecil, ditambah kenaikan upah di bawah inflasi. Jadi, idealnya masalah upah dikembalikan lagi ke formulasi PP 78/2015 minimum naik 10,5 persen tahun depan paling tidak bisa mengcover daya beli dari gerusan inflasi dan ketidakpastian daya beli," lanjutnya.

Jika upah buruh berada di bawah inflasi seperti 2022, maka daya beli kelas masyarakat rentan jatuh.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews.com
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved