Maulid Nabi

8 Ragam Tradisi Maulid Nabi dari Indonesia, Sampang Ramai-Ramai Bikin Ketupat, Aceh Masak Beulangong

Untuk merayakan Maulid Nabi, masing-masing wilayah di Indonesia punya tradisi tersendiri, loh. Di Sampang dan Aceh, para warga beramai-ramai memasak!

Editor: Mardianita Olga
TribunMadura.com/Hanggar Pratama dan Kompas.com
Warga di Sampang dan Aceh beramai-ramai memasak masakan tradisional untuk merayakan Maulid Nabi. Di wilayah lain, seperti apa tradisi Maulid Nabi mereka? 

“Makanan khasnya adalah sumpil, seperti ketupat, tapi kalau sumpil bentuknya segitiga, ukurannya kecil-kecil, dan dibungkus dengan daun bambu. Cara memakannya dengan sambal kelapa,” ujar Fikri.

Baca juga: Kumpulan 50 Ucapan Maulid Nabi 2023, Cocok Dibagikan di Media Sosial, Penuh Doa dan Harapan Baik

Grebek Maulid
Grebek Maulid (Kompas.com/Labib Zamani)

2. Garebek maulid 

Di Solo ata tradisi Garebek Maulid yang biasanya digelar dihalaman Masjid Agung Surakarta, Solo, Jawa Tengah.

Masyarakat akat berebut gunungan yang telah disediakan. Ada dua pasang gunungan jaler (laki-laki) dan estri (perempuan) yang diperebutkan warga.

Keluarnya gunungan itu menandai puncak tradisi Sekaten yang diselenggarakan Keraton Kasunanan Surakarta untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

Gunungan jaler berisi hasil bumi, seperti kacang panjang, wortel, terong, cabai, telur asin dan klenyem (makan terbuat dari singkong).

Sementara gunungan estri berisi intip (makanan yang terbuat dari nasi). Gunungan itu diarak oleh para abdi dalem, sentana dalem Keraton Surakarta dari Kori Kamandungan menuju halaman Masjid Agung Surakarta.

Mereka melewati rute Kori Kamandungan - jalan Sampit Urang Barat - menuju Masjid Agung Surakarta.

Endog-endogan
Endog-endogan (Kompas.com/Ira Rachmawati)

3. Endog-endogan 

Masyarakat Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, memiliki tradisi khusus untuk menyambut perayaan Maulid Nabi yakni Muludan Endog-endogan.

Sejarawan lokal Banyuwangi Suhailik mengatakan bahwa tradisi endog-endogan ini telah ada sejak akhir abad ke-18.

“Endog-endogan ini masuk setelah Islam masuk ke wilayah Kerajaan Blambangan. Kenapa harus telur? Karena telur merupakan simbol dari sebuah kelahiran,” kata Suhailik kepada Kompas.com, Rabu (15/1/2014).

Telur jadi simbol kelahiran Nabi Muhammad SAW. Uniknya, kembang menjadi simbol pemujaan pada zaman jahiliyah.

Tradisi ini tak hanya dilaksanakan serentak sekali saja pada tanggal 12 Rabiul Awal. Namun menurut Suhailik, tradisi ini biasanya dilaksanakan bertahap selama satu bulan penuh.

“Hari ini bisa di kampung A, besok di kampung B. Pokoknya selama satu bulan penuh di Banyuwangi akan banyak pawai endog-endogan,” tutur dia.

Warga saat membuat ketupat dengan cara tradisional untuk menyambut bulan maulid Nabi Muhammad SAW, Minggu (17/9/2023).
Warga saat membuat ketupat dengan cara tradisional untuk menyambut bulan maulid Nabi Muhammad SAW, Minggu (17/9/2023). (TribunMadura.com/Hanggara Pratama)
Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved