Kilas Balik

Sosok Gijadi, Orang yang Tembak Mati Ahmad Yani saat Peristiwa G30S/PKI, Pangkatnya Masih Rendah

Inilah sosok Gijadi orang yang tembak mati Ahmad Yani dalam peristiwa G30S/PKI. Dia merupakan anggota Pasukan Cakrabirawa.

Editor: Januar
Istimewa/ Tribun
Sempat terjadi pergumulan sebelum akhirnya Serda Gijadi melepaskan tembakan yang menewaskan Letjen Ahmad Yadi dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 

TRIBUNMADURA.COM- Inilah sosok Gijadi orang yang tembak mati Ahmad Yani dalam peristiwa G30S/PKI.

Dia merupakan anggota Pasukan Cakrabirawa.

Ternyata pangkatnya masih terbilang rendah, yaitu Serda.

Setidaknya ada 12 pasukan Cakrabirawa yang ditugaskan menculik Letjen Ahmad Yani dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965.

Ketika itu, Ahmad Yani adalah orang tertinggi di Angkatan Darat dengan jabatan Menteri/Panglima Angkatan Darat (Menpangad)--setara KSAD.

Dari dua belas orang, salah satunya adalah Sersan Dua Gijadi, pria kelahiran Solo, Jawa Tengah.

Dilansir dari Intisari, Gijadi merupakan prajurit berpangkat rendah yang lahir pada 1928 dan bergabung dengan Cakrabirawa pada tahun 1963.

Baca juga: Pemain Film Pengkhianatan G30S/PKI Ungkap Alasan Soeharto Makamkan Soekarno di Blitar

Dia merupakan salah satu dari 12 orang penembak yang ditugaskan untuk menculik Ahmad Yani.

Mereka berangkat dari Halim Perdanakusuma pada pukul 03.00 WIB dengan menggunakan dua mobil jeep.

Mereka tiba di rumah Ahmad Yani sekitar pukul 04.00 WIB dan langsung menyerbu masuk.

Menurut kesaksian Gijadi, dia mendapati Ahmad Yani sedang tidur di kamar bersama istrinya.

Gijadi lalu menodongkan senjata ke arahnya dan menyuruhnya untuk mengikuti perintah.

Namun, Ahmad Yani tidak mau menyerah begitu saja.

Dia berusaha meraih senjata yang ada di bawah bantalnya dan terjadi perkelahian antara Gijadi dan dirinya.

Dalam pergumulan itu, Gijadi berhasil menembak Ahmad Yani sebanyak tiga kali di bagian dada dan perut.

Ahmad Yani pun tergeletak tak berdaya di tempat tidurnya.

Gijadi lalu mengambil senjata milik Ahmad Yani dan meninggalkan kamar bersama rekan-rekannya.

Setelah membunuh Ahmad Yani, pasukan Cakrabirawa melanjutkan aksinya dengan menculik lima jenderal lainnya.

Yaitu Brigadir Jenderal Donald Izacus Panjaitan, Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomihardjo, Mayor Jenderal Suwondo Parman, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, dan Mayor Jenderal Suprapto.

Mereka membawa para korban ke Lubang Buaya, sebuah tempat latihan militer di pinggiran Jakarta.

Di sana, mereka menyiksa dan membunuh para korban dengan cara yang sadis dan membuang mayat-mayat mereka ke dalam sumur tua.

Aksi penculikan dan pembunuhan ini segera diketahui oleh pihak Angkatan Darat yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Soeharto.

Soeharto mengambil alih kendali situasi dan mengumumkan bahwa G30S adalah sebuah pemberontakan komunis yang bertujuan untuk menggulingkan Presiden Sukarno.

Soeharto kemudian melancarkan operasi militer untuk menumpas G30S dan para pendukungnya.

Pasukan Cakrabirawa yang terlibat dalam G30S pun menjadi sasaran utama pengejaran dan penangkapan.

Gijadi ditangkap pada 4 Oktober 1965 dan sempat menjadi saksi dalam perkara Untung.

Dia mengaku bahwa dirinya hanya menjalankan perintah dari atasannya tanpa mengetahui tujuan sebenarnya dari aksi tersebut.

Gijadi juga mengaku menyesal telah membunuh Ahmad Yani.

Pria Solo itu kemudian dijatuhi hukuman mati oleh Mahkamah Militer distrik Jakarta pada 16 April 1968.

Gijadi menghabiskan 22 tahun dalam penjara sebelum akhirnya dieksekusi oleh regu tembak pada 16 April 1988 bersama tiga rekannya.

Mereka adalah Johannes Surono, Paulus Satar Suryanto, dan Simon Petrus Solaiman.

 

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved