Kilas Balik

Alasan Pangeran Trunojoyo Tak Kunjung Dapat Gelar Pahlawan, Stigma Pemberontak Masih Melekat

Kepahlawan Pangeran Trunojoyo telah diakui banyak orang, terbukti namanya dijadikan nama jalan di beberapa daerah di Indonesia.

Penulis: Hanggara Pratama | Editor: Januar
TribunMadura.com/Hanggara Pratama
Pembabaran Pangeran Trunojoyo di Jalan Pahlawan, Kecamatan/Kabupaten Sampang, Madura, Rabu (18/10/2023). 

Laporan Wartawan TribunMadura.com, Hanggara Pratama

TRIBUNMADURA.COM, SAMPANG -Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang, Madura melalui Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) terus berupaya nama Pangeran Trunojoyo untuk mendapat gelar pahlawan.

Kepahlawan Pangeran Trunojoyo telah diakui banyak orang, terbukti namanya dijadikan nama jalan di beberapa daerah di Indonesia.

Termasuk nama instansi dan lembaga pendidikan.

"Ini sebuah fakta, Trunojoyo adalah pahlawan, jadi kami terus memperjuangkan agar menjadi nama pahlawan dan langkah ini dilakukan sejak 2008," kata Kepala Disporabudpar Sampang, Marnilem, Rabu (17/10/2023).

Dijelaskan, selama ini kendala gelar pahlawan itu karena adanya dua penafsiran, yaitu Pangeran Trunojoyo sebagai pejuang dan pemberontak.

Padahal, Pangeran Trunojoyo berjuang melawan ketertindasan masyarakat Madura dan Jawa Timur dari penguasaan Kerajaan Mataram di bawah kepemimpinan Amangkurat I yang bekerjasama dengan VOC.

Akan tetapi, langkah Trunojoyo berjuang untuk membebaskan masyarakat, dianggap sebagai pemberontak dan hal itu diambil dari versi Belanda.

Baca juga: Peringatan Hari Jadi ke-45, FKPPI Jatim Tabur Bunga di Taman Makam Pahlawan 10 November

"Tapi di sisi lain, termasuk anggapan masyarakat Cirebon, Trunojoyo merupakan pahlawan karena dia membantu orang lain dari ketertindasan," jelasnya.

Dengan begitu, pihaknya akan terus melakukan kajian, mencari fakta sejarah yang bisa menguatkan Pangeran Trunojoyo bukanlah pemberontak.

"Kalau perang kan sudah biasa, tapi kalau memberontak kan konotasinya negatif, padahal Label pemberontak itu yang memberikan VOC," pungkasnya.


Ada juga kisah serupa soal gelar kepahlawanan.

Seorang aktor film Pengkhianatan G30S/PKI, membongkar alasan Soeharto memberi gelar Pahlawan Proklamator kepada Soekarno.

Aktor tersebut adalah Amoroso Katamsi.


Seperti yang diketahui bersama, Soekarno selain sebagai seorang presiden, Soekarno memang juga merupakan Pahlawan Proklamator.

Sebab, bicara soal kemerdekaan Indonesia, memang sulit dilepaskan dari peranan Soekarno.


Tidak dapat dimungkiri, Soekarno memiliki jasa yang besar terhadap bangsa Indonesia.

Sebab, Soekarno lah yang memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia bersama Mohammad Hatta, atau yang biasa disapa Bung Hatta.

Oleh karena itu, Soekarno pun digelari sebagai Pahlawan Proklamator.

Selain sebagai proklamator, Soekarno juga dikenal sebagai presiden pertama Indonesia.

Era kepemimpinan Soekarno mengalami senjakala pada dekade 60-an.

Selang beberapa tahun kemudian, Soekarno pun wafat.

Oleh presiden yang memimpin saat itu, Soeharto, jenazah Soekarno dimakamkan di Blitar, Jawa Timur.

Terkait hal ini, seorang aktor yang pernah memerankan sosok Soeharto di film "Pengkhianatan G30S/PKI", Amoroso Katamsi, pernah angkat bicara.

Hal itu sebagaimana yang tertulis dalam buku "Pak Harto The Untold Stories".

Amoroso mengatakan, dia pernah menanyakan hal itu kepada Soeharto.

Menurut Amoroso, terdapat sejumlah hal yang disampaikan Soeharto terkait alasan memakamkan Soekarno di Blitar.

Satu di antaranya karena di sana, jenazah Soekarno bisa dimakamkan dekat dengan sang ibu.

"Ketika Bung Karno meninggal mau dimakamkan di mana, karena ketika itu terdapat berbagai masukan dari keluarga beliau. Tetapi saya ingat bahwa Bung Karno adalah orang yang sangat menghargai ibunya. Jadi saya putuskan beliau dimakamkan dengan ibunya di Blitar," kata Amoroso, menirukan Soeharto.

Selain itu, hal tersebut juga sebagai bentuk penghormatan Soeharto kepada Soekarno.

Sebab, Amoroso pernah menanyakan sesuatu kepada Soeharto terkait perannya dalam film "Trikora".

"Ketika itu Bapak kan ngendiko (mengatakan), saat Bung Karno bertanya kepada Bapak, aku iki arep mbok apakke (saya ini mau kamu apakan)?," ujar Amoroso, yang kembali menirukan ucapan Soeharto.

Mendapat pertanyaan dari Soekarno, Soeharto pun segera menjawabnya.

"Saya ini orang Jawa. Saya menganggap Bapak adalah bapak saya, sehingga prinsipnya adalah mikul dhuwur mendhem jero (mengangkat semua kebaikan setinggi-tingginya, menimbun semua keburukan sedalam-dalamnya)," kata Amoroso, yang masih mengulang ucapan Soeharto.

Satu di antara cara yang disampaikan Soeharto adalah mengabadikan nama Soekarno di pintu gerbang Indonesia, Bandara Soekarno-Hatta.

"Situasi politik pada waktu itu tidak memungkinkan saya berbuat banyak kepada Bung Karno, karena itu akan bertentangan dengan kehendak rakyat. Tetapi sesudah semuanya reda, saya segera memerintahkan untuk mengabadikan nama beliau di pintu gerbang Indonesia, Bandara Soekarno-Hatta," tutur Amoroso menirukan jawaban Soeharto.

Amoroso juga mengungkap alasan Soeharto memberikan gelar Pahlawan Proklamasi kepada Soekarno.

Menurutnya, saat itu ada banyak pertentangan atau perdebatan mengenai gelar pahlawan untuk Soekarno.

Tidak hanya itu, Soeharto juga sempat berpikir, gelar pahlawan apa yang paling tepat untuk Soekarno.

Hingga, akhirnya Soeharto pun memberikan gelar Pahlawan Proklamasi kepada Soekarno.

"Akhirnya saya berikan nama Pahlawan Proklamasi dan itu tidak ada yang bisa melawan, karena memang kenyataannya Bung Karno adalah Sang Proklamator," ujar Amoroso, yang sekali lagi menirukan ucapan Soeharto.

 

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved