Kilas Balik

Sosok Istri Soekarno Asal Jepang yang Bernasib Tragis, Nekat Akhiri Hidup karena Merasa Malu

TRIBUNMADURA.COM- Inilah kisah tentang sosok istri Soekarno asal Jepang. Wanita itu bernasib tragis. Dia mengakhiri hidup karena merasa malu.

Editor: Januar
Istimewa
Sakiko Kanase, istri Soekarno yang bernasib tragis 

TRIBUNMADURA.COM- Inilah kisah tentang sosok istri Soekarno asal Jepang.

Wanita itu bernasib tragis.

Dia mengakhiri hidup karena merasa malu.

Sebuah kisah dari Presiden pertama Indonesia Ir Soekarno yang terkenal memiliki petualangan cinta yang menjadi cerita tersendiri selama hidupnya.

Cerita Bung Karno dalam kehidupan asmaranya yang selalu menjadi sorotan hingga kini.

Dilansir dari Intisari, Bung Karno dikenal memiliki banyak istri, bahkan ada istrinya berasala dari negara Jepang.

Sebut saja nama Naoko Nemoto adalah satu-satunya wanita Jepang yang dinikahi oleh Soekarno.

Akan tetapi sebelum itu, cerita cinta Soekarno rupanya pernah terpikat pada wanita Jepang yang lain sebelum menikahi Ratna Sari Dewi atau Naoko Nemoto.

Baca juga: Keberadaan Sang Saka Merah Putih yang Asli di Mana? Dijahit Langsung oleh Istri Presiden Soekarno


Lantas siapa sosok wanita itu? Dan bagaimana kisah mereka?

Ialah Sakiko Kanase, wanita Jepang yang lebih dahulu mengambil hati Soekarno.

Ia dulunya adalah seorang model, dikenalkan kepada Soekarno di Kyoto pada 1958.


Hal tersebut dituliskan oleh akademisi Universitas Akita, Yoshimi Miyake dalam artikel berjudul Aspek Politik dan Budaya Kompensasi Perang Jepang Kepada Indonesia.

Akhir tahun 1958, Sakiko berangkat ke Jakarta menjadi perempuan simpanan Soekarno.

Ia terdaftar menjadi guru pribadi salah satu anak karyawan perusahaan Jepang bernama Kinoshita Trading Company di Jakarta, dan ia dipanggil sebagai Bu Basuki.

Pernikahan Sakiko bersama dengan Soekarno dilangsungkan di sebuah hotel di Tokyo.

Mengutip Tribunnews dalam laporan jurnalis Richard Susilo yang mewawancarai sahabat ibunda Sakiko Kanase, sahabat tersebut hadir dalam pesta pernikahan tersebut.

Sosok Yoshiko Sawada (80) menceritakan kesaksiannya melihat kedekatan Kanase dengan Soekarno.

Apakah anda kenal baik dengan Sakiko Kanase?

"Saya sahabat baik ibunya Sakiko, jadi kenal sekali dengan anak itu," kata Yoshiko kepada Tribunnews.com, Selasa (18/7/2017).

Apa benar Presiden Soekarno menikahi Sakiko?

"Lha, saya hadir saat pernikahan itu melihat sendiri pesta perkawinan tersebut di Tokyo ketika itu," kata dia.

Tidak salah itu Presiden Soekarno?

"Benar Presiden Soekarno tidak salah."

Di mana pesta nikah itu diselenggarakan?

"Di Hotel Daiichi di Ginza dan saat ini hotel itu juga masih ada di sana," tambahnya.

Lalu bagaimana kelanjutan Sakiko setelah menikah dengan Presiden Soekarno?

"Saya dengar dari ibunya, Sakiko dibawa ke Jakarta Indonesia tahun 1958 lalu berakhir dengan bunuh diri.

"Setelah itu barulah kawin kedua kali dengan wanita Jepang bernama Dewi Soekarno.

"Jadi Dewi adalah wanita Jepang kedua yang dikawini Soekarno," kata dia.

Mengapa Sampai Bunuh Diri

Nasib tragis memang menjemput Sakiko di akhir hidupnya.

Di kediaman elit di bilangan Menteng, Jakarta, Sakiko mengakhiri hidupnya dengan mengiris urat nadinya pada 30 September 1959.

Saat itu ia sudah memeluk Islam dan namanya berubah menjadi Saliku Maesaroh, tapi kenyataannya ia justru mati muda.

Dalam sebuah buku Paradoks Revolusi Indonesia (2010), Lambet Giebels menyebut alasan Sakiko mengakhiri hidupnya adalah "malu lantaran hostesu kedua, Dewi, menjadi istri favorit Soekarno."

Hostes, nama pekerjaan wanita di klub malam. Pekerjaan tersebut sudah membanjir di Jepang, dan terbilang pekerjaan yang cukup mewah untuk para wanita Jepang.

Sakiko menurut majalah Vanity Fair volume 55 (1992: 133) pernah bekerja di klub malam bernama Benibasha di Tokyo, sedangkan Dewi juga pernah bernah bekerja di klub tersebut sebelum akhirnya pindah bekerja di klub Copacabana.

Dari sebuah catatan Masashi Nishihara dalam Sukarno, Ratna Sari Dewi dan Pampasan Perang 1951-1966 (1994), Dewi atau Naoko Nemoto lahir di tahun 1940 di Tokyo, menjadi anak perempuan ketiga dari seorang pekerja bangunan yang tidak begitu baik kondisi keuangannya.

“Naoko harus bekerja sebagai pramuniaga di perusahaan asuransi jiwa Chiyoda sampai dia lulus sekolah lanjutan pertama (SMP) pada 1955, tetapi setahun lebih sedikit sesudahnya, dia mengundurkan diri dan bekerja sebagai hostes klub malam,” catat Masashi.

Copacabana, tempatnya terakhir bekerja sebagai hostes, adalah klub yang kerap dikunjungi orang asing.

Soekarno dan dua wanita Jepang

Petualangan cinta Sang Proklamator secara ironis memang menjadi kelemahan yang dilihat oleh pihak Jepang saat itu.

Rupanya, Sakiko dan Naoko merupakan salah dua dari empat perempuan yang disodorkan dua perusahaan Jepang kepada Soekarno usai kesepakatan pampasan perang Jepang kepada Indonesia disepakati.

Perusahaan pertama adalah Kinoshita Trading Companya milik Kinoshita Sigeru, perusahaan kedua adalah Tonichi Trading Company milik Kubo Masao. Kinoshita merupakan perusahaan kelas menengah, sedangkan Tonichi perusahaan kecil yang baru lahir 1952 silam.

Kehadiran kedua perusahaan dinilai janggal sebab proyek perbaikan pampasan perang itu terbilang proyek besar, seharusnya dikerjakan perusahaan sejelas Mitsui, Mitsubishi, Sumitomo Trading dan lainnya.

Nah, keduanya bisa mendekati Soekarno karena tidak hanya mengandalkan kedekatan politik dengan petinggi Jepang, tapi juga memanfaatkan kelemahan Soekarno yang mudah tertarik dengan wanita.

Kinoshita-pun sangat royal menyambut rombongan Soekarno dan partainya di Jepang pada 1958. Ia membelanjakan sekitar 100.000 dollar AS selama mereka tinggal. Akibat pemborosan ini Kinoshita gagal bersaing memperebutkan proyek yang didanai pampasan perang dengan perusahaan Mitsui.

Modal Kinoshita tak hanya perempuan dan hiburan. Perusahaan ini memiliki hubungan erat dengan Perdana Menteri Jepang kala itu, Nobusuke Kishi. Jejak Kishi pada Perang Dunia II cukup kuat. Pada 1944 ia menjadi salah satu menteri di Kabinet Jenderal Tojo. Pasca perang dunia II, ia didakwa sebagai penjahat perang dan dipenjara di Sugamo.

Setelah menghirup udara bebas, Kinoshita mengetahui Kishi tak dapat menduduki jabatan publik hingga 1952. Ia-pun menawarkan jabatan presiden perusahaan. Lantas pada 1952, Kishi duduk sebagai perdana menteri, kontak dengan Sukarno kemudian terjalin.

Berbeda dengan Kinoshita yang memiliki jejaring politik kelas atas, Perusahaan Tonichi bertemu dengan Soekarno dengan cara unik. Salah satu dewan direksinya yang memiliki jaringan dunia bawah tanah, Yoshio Kodama, memberikan perlindungan dengan mengerahkan pengawalan Yakuza ketika Soekarno melakukan kunjungan pribadi ke Tokyo pada 1958.

Keberhasilan ini membuat pemilik Tonichi, Kubo, memiliki akses pribadi kepada Soekarno. Ia-pun memperkenalkan Sukarno kepada Naoko Nemoto, gadis pekerja klub malam. Perkenalan ini dilanjutkan pertemuan dua kali di Hotel Imperial, Tokyo, Jepang.

Setelah Soekarno pulang ke Indonesia, mereka saling berkirim surat. Hingga Soekarno memutuskan mengundang Naoko ke Jakarta dan tinggal selama dua pekan dengan ditemani oleh Kubo. Kubo tahu perempuan adalah salah satu kelemahan Soekarno, ia-pun membawa dua perempuan Jepang lain.

Namun Naoko mengabarkan kepada Sukarno melalui surat yang ia kirimkan bahwa dirinya dimanfaatkan Kubo untuk kepentingan bisnis. Soekarno sendiri sudah terlanjur jatuh hati kepada Nemoto.

Kehadiran Naoko ini membuat Sakiko berkecil hati. Enam belas hari kemudian, dia bunuh diri. Kabar ini sempat membuat Sukarno menangis, namun ia tetap mengawini Naoko pada 1961 yang kemudian bernama Ratna Sari Dewi Sukarno.

Duduknya Dewi sebagai istri Sukarno membuatnya menggenggam bisnis pengusaha Jepang di Indonenesia. Kabarnya, setiap pengusaha Jepang yang ingin berinvestasi harus bertandang ke Wisma Yaso, rumah yang dibangunkan Soekarno untuknya. Wisma itu kemudian menjadi Museum Satria Mandala.

Ada juga kisah lainnya soal Soekarno.

Seorang aktor film Pengkhianatan G30S/PKI, membongkar alasan Soeharto memberi gelar Pahlawan Proklamator kepada Soekarno.

Aktor tersebut adalah Amoroso Katamsi.


Seperti yang diketahui bersama, Soekarno selain sebagai seorang presiden, Soekarno memang juga merupakan Pahlawan Proklamator.

Sebab, bicara soal kemerdekaan Indonesia, memang sulit dilepaskan dari peranan Soekarno.


Tidak dapat dimungkiri, Soekarno memiliki jasa yang besar terhadap bangsa Indonesia.

Sebab, Soekarno lah yang memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia bersama Mohammad Hatta, atau yang biasa disapa Bung Hatta.

Oleh karena itu, Soekarno pun digelari sebagai Pahlawan Proklamator.

Selain sebagai proklamator, Soekarno juga dikenal sebagai presiden pertama Indonesia.

Era kepemimpinan Soekarno mengalami senjakala pada dekade 60-an.

Selang beberapa tahun kemudian, Soekarno pun wafat.

Oleh presiden yang memimpin saat itu, Soeharto, jenazah Soekarno dimakamkan di Blitar, Jawa Timur.

Terkait hal ini, seorang aktor yang pernah memerankan sosok Soeharto di film "Pengkhianatan G30S/PKI", Amoroso Katamsi, pernah angkat bicara.

Hal itu sebagaimana yang tertulis dalam buku "Pak Harto The Untold Stories".

Amoroso mengatakan, dia pernah menanyakan hal itu kepada Soeharto.

Menurut Amoroso, terdapat sejumlah hal yang disampaikan Soeharto terkait alasan memakamkan Soekarno di Blitar.

Satu di antaranya karena di sana, jenazah Soekarno bisa dimakamkan dekat dengan sang ibu.

"Ketika Bung Karno meninggal mau dimakamkan di mana, karena ketika itu terdapat berbagai masukan dari keluarga beliau. Tetapi saya ingat bahwa Bung Karno adalah orang yang sangat menghargai ibunya. Jadi saya putuskan beliau dimakamkan dengan ibunya di Blitar," kata Amoroso, menirukan Soeharto.

Selain itu, hal tersebut juga sebagai bentuk penghormatan Soeharto kepada Soekarno.

Sebab, Amoroso pernah menanyakan sesuatu kepada Soeharto terkait perannya dalam film "Trikora".

"Ketika itu Bapak kan ngendiko (mengatakan), saat Bung Karno bertanya kepada Bapak, aku iki arep mbok apakke (saya ini mau kamu apakan)?," ujar Amoroso, yang kembali menirukan ucapan Soeharto.

Mendapat pertanyaan dari Soekarno, Soeharto pun segera menjawabnya.

"Saya ini orang Jawa. Saya menganggap Bapak adalah bapak saya, sehingga prinsipnya adalah mikul dhuwur mendhem jero (mengangkat semua kebaikan setinggi-tingginya, menimbun semua keburukan sedalam-dalamnya)," kata Amoroso, yang masih mengulang ucapan Soeharto.

Satu di antara cara yang disampaikan Soeharto adalah mengabadikan nama Soekarno di pintu gerbang Indonesia, Bandara Soekarno-Hatta.

"Situasi politik pada waktu itu tidak memungkinkan saya berbuat banyak kepada Bung Karno, karena itu akan bertentangan dengan kehendak rakyat. Tetapi sesudah semuanya reda, saya segera memerintahkan untuk mengabadikan nama beliau di pintu gerbang Indonesia, Bandara Soekarno-Hatta," tutur Amoroso menirukan jawaban Soeharto.

Amoroso juga mengungkap alasan Soeharto memberikan gelar Pahlawan Proklamasi kepada Soekarno.

Menurutnya, saat itu ada banyak pertentangan atau perdebatan mengenai gelar pahlawan untuk Soekarno.

Tidak hanya itu, Soeharto juga sempat berpikir, gelar pahlawan apa yang paling tepat untuk Soekarno.

Hingga, akhirnya Soeharto pun memberikan gelar Pahlawan Proklamasi kepada Soekarno.

"Akhirnya saya berikan nama Pahlawan Proklamasi dan itu tidak ada yang bisa melawan, karena memang kenyataannya Bung Karno adalah Sang Proklamator," ujar Amoroso, yang sekali lagi menirukan ucapan Soeharto.

Sementara itu, soal film Pengkhianatan G30S/PKI mulai dilarang untuk ditayangkan sejak era reformasi.

Ada sosok jenderal yang melarang pemutaran film G30S/PKI.

Ada alasan khusus jenderal tersebut melarang pemutaran film G30S/PKI.

Film itu dianggap tidak sesuai fakta.

Film Pengkhianatan G30S PKI adalah film yang mengisahkan tentang peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September 1965 oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).

Film ini disutradarai oleh Arifin C. Noer dan dirilis pada tahun 1984.

Film ini sempat menjadi film terlaris di bioskop dan wajib ditonton oleh masyarakat setiap 30 September di zaman Orde Baru.

Namun, film ini juga menuai kontroversi dan kritik dari berbagai pihak, termasuk salah satu tokoh militer Indonesia yang pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan yang terakhir pada masa pemerintahan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, yaitu Letjen TNI (Purn.) Muhammad Yunus Yosfiah.

Dilansir dari Intisari, Yosfiah adalah lulusan Akademi Militer Nasional (AMN) tahun 1965 dan pernah terlibat dalam operasi militer di Timor Timur pada tahun 1975.


Yosfiah merupakan orang pertama yang melarang pemutaran film Pengkhianatan G30S PKI saat menjabat sebagai Menteri Penerangan pada tahun 1998.

Alasan Yosfiah melarang film ini adalah karena ia menganggap film ini tidak sesuai dengan fakta sejarah dan hanya berdasarkan pada versi Orde Baru.

Yosfiah juga menilai film ini mengandung unsur kekerasan, propaganda, dan provokasi yang dapat memecah belah bangsa.

Yosfiah berharap agar film Pengkhianatan G30S PKI tidak diputar lagi di Indonesia dan diganti dengan film yang lebih objektif dan berdasarkan pada sumber-sumber sejarah yang kredibel.

Ia juga mengajak masyarakat untuk tidak mudah terpengaruh oleh film tersebut dan lebih kritis dalam mempelajari sejarah bangsa.

 

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved