Berita Terkini Pamekasan

Kisah Royyan Julian Raih Anugerah Sutasoma Berkat Sastra Indonesia Angkatan Inteligensia Artifisial

Royyan Julian dapat penghargaan Anugerah Sutasoma dari Balai Bahasa Jawa Timur (BBJT) di Gedung Kesenian Cak Durasim, Kompleks Taman Budaya Jawa Timur

Penulis: Kuswanto Ferdian | Editor: Taufiq Rochman
TribunMadura.com/Kuswanto Ferdian
Royyan Julian saat memegang piagam Anugerah Sutasoma dan buku Sastra Indonesia Angkatan Inteligensia Artifisial di kediamannya, Desa Branta Pesisir, Kabupaten Pamekasan, Madura. 

Laporan Wartawan TribunMadura.com, Kuswanto Ferdian

TRIBUNMADURA.COM, PAMEKASAN - Royyan Julian dapat penghargaan Anugerah Sutasoma dari Balai Bahasa Jawa Timur (BBJT) di Gedung Kesenian Cak Durasim, Kompleks Taman Budaya Jawa Timur, pada Kamis (5/10/2023) lalu.

Sastrawan asal Kabupaten Pamekasan, Madura ini meraih anugerah itu berkat buku esainya yang berjudul Sastra Indonesia Angkatan Inteligensia Artifisial yang diterbitkan Jagat Litera, Malang tahun 2023.

Pria yang akrab disapa Royyan ini mengatakan senang karena bukunya yang berisi tulisan kritik sastra dapat penghargaan Anugerah Sutasoma dari Balai Bahasa Jawa Timur.

Penghargaan bergengsi ini menggembirakan bagi dia, karena bisa menunjukkan kapasitasnya sebagai dosen di Universitas Madura.

"Kalau pun dapat penghargaan yang kategori buku karya sastra, saya juga senang," kata Royyan saat ditemui di kediamannya di Desa Branta Pesisir, Pamekasan, Rabu (15/11/2023).

Dalam bukunya ini, Royyan tidak hanya membahas perihal Artificial Intelligence (AI) saja, melainkan membahas pula tentang kritik sastra lain seperti tema spiritualitas dan feminisme.

Kritik sastra berjudul Di Pintu-Mu Aku Mengetuk menjadi karya terbarunya yang juga terhimpun dalam buku Sastra Indonesia Angkatan Inteligensia Artifisial tersebut.

Tulisan itu sebelumnya meraih Juara Harapan Sayembara Kritik Sastra Dewan Kesenian Jakarta tahun 2022 dan telah dimuat di situs resmi Dewan Kesenian Jakarta berlaman Tengara.id.

"Ngumpulin karya dalam buku ini tidak lama, karena semua tulisan dalam buku Sastra Indonesia Angkatan Inteligensia Artifisial itu sudah ada sebelumnya, dan pernah dimuat di jurnal, atau media," cerita Royyan.

Royyan mengaku tidak memasang target harus mendapatkan penghargaan bergengsi selama menulis karya sastra.

Perasaan dia, penghargaan Anugerah Sutasoma yang diraihnya tahun ini adalah keniscayaan dari karyanya.

"Tapi ada juga beberapa tulisan karya saya yang memang untuk target menang lomba," ujarnya.

Tujuan Royyan menghadirkan buku esai Sastra Indonesia Angkatan Inteligensia Artifisial ke dunia akademisi ini ingin memberikan pembayangan terhadap nasib sastra Indonesia ke depan.

Dalam bukunya itu, Royyan juga mengedukasi bahwa hadirnya Artificial Intelligence (AI) dalam dunia sastra tidak boleh menjadi kekhawatiran yang berlebihan bagi penulis Indonesia, terutama bagi sastrawan.

"Bagaimana caranya AI itu menjadi tantangan kita para penulis untuk semakin getol bersastra," sarannya.

Pengamatan penulis murah tertawa itu, AI belakangan ini marak digunakan dalam berbagai aspek keilmuan.

Bahkan bayangan dia, AI ke depan tidak hanya digunakan dalam persoalan kognitif, melainkan juga akan masuk ke ranah seni dan sastra.

"Dunia seni dan sastra itu ranahnya emosi dan spiritual, dan AI juga akan merambah ke situ," prediksinya.

Royyan juga memprediksi, AI ke depan akan pandai membuat puisi yang lebih bagus dari karya D Zawawi Imron, penyair Madura.

Namun secara pribadi, Royyan mengaku tidak khawatir dengan merambahnya AI ke dunia sastra Indonesia.

"AI ini kecerdasan yang tidak memiliki kesadaran, emosi, rasa dan spiritual. Emosi, spiritual, dan rasa itu kan persoalan algoritma tubuh, persoalan mekanisme kimia yang ada di dalam otak manusia."

"Misal algoritma komputer bisa meniru, dan sudah tahu jalannya manusia bisa merasakan emosi, ya bisa saja AI akan pandai bikin puisi yang bagus," prediksi dia lagi.

Royyan juga membayangkan suatu saat akan ada kompetisi sastra Indonesia yang pesertanya manusia dan AI.

Begitu pula juri lomba sastra Indonesia itu 50 persen AI dan 50 persen manusia.

"Anggap saja karya ini hanya visiku tentang masa depan, dan pembayanganku tentang masa depan animo sastra Indonesia," bebernya.

Meski mendapat Anugerah Sutasoma, Royyan merasa belum puas.

Ke depan ada target yang ingin dia capai lagi, yaitu menulis novel semegah Gabriel García Márquez.

"Saya ingin menulis novel dengan progres yang kualitasnya baik dari segi bentuk dan isi. Saya ingin menulis novel seperti karya Gabriel García Márquez," inginnya.

Ikuti berita seputar Pamekasan

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved