Berita Viral
Kasus Ekploitasi Pemain Sirkus OCI Terbongkar, Pakar Hukum Sebut Mustahil Tuntut Pelaku
Kasus eksploitasi para pemain sirkus OCI baru-baru ini terbongkar. Para pemain tersebut mendapatkan perlakuan yang tak manusiawi dari pengelola.
TRIBUNMADURA.COM-Kasus eksploitasi para pemain sirkus Oriental Circus Indonesia atau OCI baru-baru ini terbongkar.
Para pemain tersebut mendapatkan perlakuan yang tak manusiawi dari pengelola.
Sayang, menurut pakar hukum dalam masalah itu mustahil untuk menuntut para pelaku.
Itu seperti yang seperti disampaikan oleh pakar hukum, Reza Indragiri.
Dilansir dari Tribunnews, puluhan tahun telah berlalu sejak pertunjukan sirkus keliling Oriental Circus Indonesia menghibur publik dari kota ke kota.
Namun kini, bayang-bayang masa lalu mulai muncul ke permukaan.
Kisah mantan pemain sirkus cilik yang mengaku dieksploitasi secara fisik dan mental kembali membuka luka lama—sekaligus mempertanyakan: di mana keadilan bagi anak-anak yang pernah dijadikan tontonan?
Sayangnya, jalan pidana untuk menuntut pertanggungjawaban para pelaku dinilai nyaris mustahil.
Terkait hal itu, Reza Indragiri Amriel, konsultan dari Lentera Anak Foundation mengutip 'tragedi terjun bebas' dan 'kisah bebas merdeka' dua orang mantan pemain sirkus cilik, kepada The Stolen Generation.
"Yaitu, kebijakan pemerintah kulit putih Australia memindahkan secara paksa anak-anak Aborigin dan Torres Strait Island dari keluarga mereka sekian puluh tahun silam," ujarnya dalam keterangan yang diterima, Jumat (18/4/2025).
Menurutnya, mengakui kebijakan itu sebagai produk keliru negara, Pemerintah Australia pada tahun 2008 meminta maaf secara terbuka.
Menjadi pertanyaan, apa yang bisa dilakukan agar pencetus bisnis sirkus (OCI), Taman Safari Indonesia, Hadi Manansang serta ketiga anaknya, Jansen Manansang, Frans Manansang, dan Tony Sumampau, menyampaikan permohonan maaf dan memberikan ganti rugi atau restitusi sebagaimana disebut oleh para korban?
"Jalan pidana tampaknya sulit untuk dilalui. Apalagi lex specialist berupa UU Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU Perlindungan Anak, UU Hak Asasi Manusia, dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual baru ada setelah berhentinya Oriental Circus Indonesia," kata Reza.
Namun menjadi pengecualian jika otoritas penegakan hukum menemukan eksploitasi serupa masih berlangsung di bidang-bidang bisnis mereka.
"Jangan-jangan tersisa satu jalan, yakni sanksi sosial berupa boikot, yang bisa masyarakat lakukan sebagai bentuk hukuman bagi pemilik Oriental Circus Indonesia sekaligus Taman Safari Indonesia," katanya.
"Atau, boleh jadi restitusi perlu digeser menjadi kompensasi (ganti rugi dari pemerintah)," tambah Reza.
Dasar berpikirnya, kata Reza karena negara telah abai pasca laporan pertama korban pada tahun 1997.
"Maka pemerintah dianggap telah sengaja menghindar dari kewajibannya melindungi warga negara. Atas kesengajaan itulah negara dihukum," ujarnya.
Klarifikasi Taman Safari Indonesia
Manajemen Taman Safari Indonesia (TSI) memberikan klarifikasi mengenai dugaan eksploitasi dan perlakuan tidak manusiawi yang dialami oleh eks pemain sirkus dari Oriental Circus Indonesia (OCI).
Pernyataan ini muncul setelah adanya audiensi di Kementerian Hukum dan HAM yang menyebut nama TSI Group dalam konteks permasalahan tersebut.
Penegasan TSI Group
Dalam keterangannya, Finky Santika Nh, Head of Media and Digital TSI Group, menegaskan bahwa TSI tidak memiliki keterkaitan bisnis atau hukum dengan eks pemain sirkus yang disebutkan.
"Perlu kami sampaikan bahwa Taman Safari Indonesia Group adalah badan usaha berbadan hukum yang berdiri secara independen dan tidak terafiliasi dengan pihak yang dimaksud," ujarnya pada Kamis, 17 April 2025.
Finky menambahkan bahwa masalah ini bersifat pribadi dan tidak ada kaitannya dengan TSI Group secara kelembagaan.
"Kami berharap agar nama dan reputasi TSI Group tidak disangkutpautkan dalam permasalahan yang bukan menjadi bagian dari tanggung jawab kami, terutama tanpa bukti yang jelas," tegasnya.
Komitmen TSI Group
Lebih lanjut, Finky mengungkapkan bahwa TSI Group selalu berkomitmen untuk menjalankan kegiatan usaha dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG), kepatuhan hukum, dan etika bisnis yang bertanggung jawab.
"Selama lebih dari 40 tahun, TSI Group senantiasa mengutamakan konservasi, edukasi, dan pelayanan terbaik bagi masyarakat Indonesia dan mancanegara," tambahnya.
Finky juga mengajak masyarakat untuk bersikap bijak dalam menyikapi informasi yang beredar di ruang digital. "Jangan mudah terpengaruh oleh konten yang tidak memiliki dasar fakta maupun keterkaitan yang jelas," pungkasnya.
Dengan demikian, TSI Group berharap agar isu ini tidak mengganggu reputasi mereka yang telah dibangun selama bertahun-tahun.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com
TANGIS Orang Tua Tahu Foto Putrinya Diedit Tanpa Busana dan Diperjualbelikan: Itu Wajah Anak Kami |
![]() |
---|
Fakta Warga Temukan Potongan Kaki di Tempat Sampah Hotel Ternate, Polisi: Tukang Ojek yang Buang |
![]() |
---|
Keluarga Tak Sudi Terima Bingkisan Polisi yang Pukul Anaknya Sampai Kritis: Nanti Meringankan |
![]() |
---|
Ruangan Tetiba Penuh Tawa Usai Ahmad Dhani Sela Ariel di Rapat RUU Hak Cipta, Willy: Saya Ingatkan |
![]() |
---|
SMPN Diduga Tagih Siswa Rp700 Ribu Buat Laptop Kenang-kenangan, Disdik Bela: Namanya Orang Mau Viral |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.