Vonis Mati Pembunuhan Mahasiswi
Catatan Pilu Tragedi Kemanusian Tewasnya Een Mahasiswa UTM di Tangan Pacar, Pelaku Divonis Mati
Penantian panjang mahasiswa dan civitas akademika Universitas Trunojoyo Madura (UTM) agar terwujudnya keadilan untuk mendiang Een Jumianti terjawab
Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Taufiq Rochman
Laporan Wartawan TribunMadura.com, Ahmad Faisol
TRIBUNMADURA.COM, BANGKALAN – Penantian panjang mahasiswa dan seluruh civitas akademika Universitas Trunojoyo Madura (UTM) agar terwujudnya keadilan untuk mendiang Een Jumianti (22), akhirnya terjawab melalui keputusan majelis hakim dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Bangkalan, Kamis (22/5/2025).
Terdakwa Moh Maulidi Al Izhaq atau MMA (21), warga Lantek Timur, Kecamatan Galis dijatuhi putusan hukuman terberat, yakni pidana mati setelah terbukti bersalah atas tindak pidana pembunuhan berencana.
Sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 340 KUHP.
Kepergian Een selamanya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, mahasiswa, serta civitas akademika UTM.
Apalagi, jasad mahasiswi semester V Fakultas Pertanian UTM asal Desa Purworejo, Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung ditemukan dengan kondisi mengenaskan.
Api tampak masih menyala, membakar sebagian tubuhnya di bekas tempat pemotongan kayu, Desa Banjar, Kecamatan Galis pada Minggu (1/12/2024) sekitar pukul 20.00 WIB.
Terdakwa MMA yang tidak lain adalah pacar dari almarhumah Een kemudian ditangkap di Desa Pakaan Laok, Kecamatan Galis, sekitar 1,5 jam kemudian setelah penemuan jasad Een.
Kala itu, MMA tercatat sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Al Ibrohimy, Kecamatan Galis
“Mengadili. Satu, menyatakan terdakwa Mohammad Maulidi Al Izhaq tersebut di atas terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana. Sebagaimana dalam dakwaan primer. Dua, menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa dengan terdakwa mati,” ungkap Ketua Majelis Hakim PN Bangkalan, Danang Utaryo dalam pembacaan amar putusan.
Sehari sebelum sidang putusan, Ketua Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (PPKPT) ‘Sahabat UTM’, Sumriyah menyatakan, kasus pembunuhan yang menimpa Een merupakan tragedi kemanusiaan paling sadis yang terjadi di Kabupaten Bangkalan.
Pasalnya, Sumriyah menyatakan tindakan terdakwa MMA tidak hanya membunuh satu nyawa melainkan dua nyawa karena dalam rahim almarhumah juga ada janin.
Bahkan hingga saat ini, ibu korban disebut Sumriyah masih sering menangis ketika terhubung melalui telpon.
Mendiang Een merupakan anak semata wayang.
Bagi Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan UTM, Surokim Abdus Salam yang turut hadir dalam sidang putusan, vonis mati bukanlah semata-mata persoalan kejahatan pembunuhan.
Namun sebuah tragedi kemanusian yang sangat menyedihkan bagi keluarga besar UTM.
“Seluruh mahasiswa dan civitas akademika UTM sudah berjuang mengawal kasus ini cukup lama dan konsisten sampai sidang putusan. Ini menunjukkan kepedulian mahasiswa memang cukup luar biasa. Terima kasih kepada majelis hakim yang telah memberi putusan (mati) sesuai dengan tuntutan, dalam pandangan kami sudah adil,” terang Surokim.
Kepergian Een selamanya sebagai korban pembunuhan secara sadis, memang memantik reaksi dari kalangan mahasiswa UTM.
Gelombang aksi demonstrasi dilakukan, bahkan Rektor UTM, Prof Dr Safi’, SH, MH beserta sejumlah dosen dan civitas akademika UTM berada dalam satu mimbar aksi demonstrasi bersama Kapolres Bangkalan kala itu, AKBP Febri Isman Jaya di gerbang mapolres pada 5 Desember 2024.
Aksi tersebut merupakan lanjutan dari malam renungan, tahlil bersama, hingga menyalakan 1.000 lilin di pelataran Gedung Rektorat UTM yang digelar mahasiswa pada Rabu 4 Desember 2024 malam.
Mahasiswa dan seluruh civitas akademika UTM juga mengenakan pita hitam di lengan tangan selama 7 hari sebagai ungkapan duka atas tragedi kemanusian yang menimpa Een, salah seorang anggota keluarga besar UTM.
Dalam malam renungan itu, mahasiswa menyalakan 1000 lilin, tiga lilin di antaranya berbentuk angka 3, 4, dan 0 sebagai sindiran karena sebelumnya, polisi menerapkan Pasal 380 KUHP atas perkara pembunuhan terhadap Een.
Penerapan Pasal 380 KUHP akhirnya berubah menjadi 340 KUHP sebagai pasal primer atas Pembunuhan Berencana dengan ancaman hukuman pidana mati.
Tidak hanya mahasiswa dan civitas akademika UTM, duka mendalam juga dirasakan masyarakat di sekitar TKP ditemukannya jasad Een.
Warga setempat bahu membahu membersihkan lokasi hingga menggelar tahlil bersama hingga malam ketujuh.
Warga juga mendampingi mahasiswa dalam kesempatan tabur bunga di lokasi kejadian.
Wujud komitmen untuk mengawal putusan sidang tetap on the track 340 KUHP berlangsung hingga H-1 menjelang sidang putusan pada Rabu (21/5/2025).
Aksi solidaritas dengan tagar, #KAMIBERSAMAEEN sengaja digelar.
Bunyi sirine melalui pamflet Trunojoyo Mengawal!!! hasil sidang tuntutan mulai menggema di sejumlah grup WhatsApp sejak Selasa (20/5/2025) malam.
Tertulis juga kalimat ajakan, ‘Mengundang Seluruh Civitas Akademika UTM hingga #KOSONGKANRUANG KELAS!!!.
‘Sekali lagi, terima kasih kepada majelis hakim. Putusan ini sesusai dengan harapan dan tuntutan kami,” pungkas Surokim.
Menanggapi putusan vonis mati, Kuasa Hukum dari terdakwa MMA, Risang Bima Wijaya menegaskan, putusan Majelis Hakim PN Bangkalan kepada terdakwa harus menjadi putusan maupun tuntutan dalam sidang-sidang berikutnya berkaitan kasus serupa.
“Ini berlebihan, artinya hakim itu dalam KUHAP sudah tidak dijelaskan bahwa dalam putusan harus ada hal-hal yang meringankan. Tadi dikatakan tidak ada yang meringankan, padahal di KUHAP itu diatur. Berarti kalau ada persitiwa yang sama, putusan dan tuntutannya harus sama,” tegas Risang.
Disinggung berkaitan langkah-langkah selanjutnya, Risang menyatakan dirinya akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak terdakwa atas putusan vonis mati terhadap terdakwa MMA.
“Kami masih pikir-pikir, kalau sikap dari saya selaku kuasa hukum pasti banding, tetapi ini kan terserah terdakwa,” pungkas Risang.
Sementara JPU Hendrik Murbawan mengungkapkan, pihaknya akan mempelajari apa yang menjadi memori banding dari pihak terdakwa.
Namun setelah putusan vonis mati, pihak JPU belum menerima pernyataan banding dari terdakwa.
“Kami nanti akan menyikapi setelah memang sudah ada banding dari kuasa hukum. Kami juga mempunyai 7 hari untuk pikir-pikir. Kita semua tadi telah mendengar apa yang telah menjadi putusan majelis hakim, pada prinsipnya sama dengan tuntutan, pasal 340 KUHP dengan pidana mati,” singkat Hendrik.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.