Berita Viral

Calon Pengantin Heran Dipaksa Bayar Rp250 Ribu Buat Jasa Kayim, Padahal Urus Berkas di KUA, Pungli?

Calon pengantin asal Banyumas mengadukan dugaan pungli yang terjadi di KUA saat mengurus berkas menikah.

Editor: Mardianita Olga
Pexels.com/Benny Fish
DUGAAN PUNGLI - Ilustrasi calon pengantin yang heran dipaksa bayar Rp250 ribu untuk jasa kayim. Meski sudah membayar, buku nikah pasangan di Banyumas, Jawa Tengah ini tak kunjung diberikan setelah akad nikah oleh KUA Kalibogor. 

"KUA tidak pernah mewajibkan pendaftaran melalui kayim dan tidak pernah menahan buku nikah. Setiap selesai pelaksanaan, kami informasikan kepada calon pengantin untuk segera mengambilnya," tegas Kemenag dalam jawabannya.

Namun, di balik klarifikasi teknis tersebut, jawaban Kemenag menyisakan sebuah lubang besar.

Penjelasan dari pihak Kemenag sama sekali tidak menyinggung atau membantah tudingan utama dari warga, yakni dugaan keharusan membayar Rp250.000 kepada kayim dan dugaan permintaan "uang amplop" untuk penghulu.

Kini, bola panas kembali bergulir, dengan publik mempertanyakan apakah masalah sebenarnya adalah kendala administrasi atau ada praktik pungli yang belum tersentuh.

Sementara itu, dugaan pungli juga terjadi di sekolah menengah atas (SMA) di Kabupaten Madiun, Jawa Timur.

Dilansir dari Kompas.com, sejumlah orang tua murid mengeluhkan besarnya pungutan bermodus sumbangan yang diminta manajemen SMAN 2 Mejayan. 

Sumbangan yang dibebankan pihak sekolah kepada orang tua bervariasi mulai Rp 500.000 hingga Rp1,5 juta. 

Baca juga: Berantas Pungli dan Narkoba, Petugas Lapas Pamekasan Geledah Kamar Hunian WBP dan Tes Urine Dadakan

Tiga orang tua murid SMAN 2 Mejayan yang ditemui di Kota Caruban, Ibu Kota Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Senin (2/6/2025) berinisial ED, MS dan AG mengaku keberatan dengan besarnya sumbangan yang dibebankan kepada orang tua. 

Terlebih besarnya sumbangan itu ditentukan secara sepihak meski melalui rapat dengan Komite SMAN 2 Mejayan pertengahan tahun 2024. 

Ketiganya meminta nama lengkapnya tidak ditulis karena khawatir anaknya yang masih sekolah di SMAN 2 Mejayan akan menjadi korban intimidasi.

Padahal sesuai Pasal 12 huruf b Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, peraturan itu melarang komite sekolah melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya, baik secara kolektif maupun perseorangan. 

Pungutan bermodus sumbangan itu, kata ED, bermula saat orang tua murid diundang Komite SMAN 2 Mejayan pertengahan 2024 di aula sekolah tersebut. 

Setelah berkumpul seluruh orang tua murid diberikan paparan yang intinya SMAN 2 Mejayan akan membangun masjid, perbaikan lapangan. 

“Setelah itu diputuskan walaupun saya rasa itu sepihak karena dari wali murid merasa keberatan kalau iuran untuk kelas X sebesar Rp 1,5 juta, kelas XI Rp 750.000 dan kelas XII sebesar Rp 500.000,” ujar ED. 

Dari pertemuan itu, jelas ED, dirinya sempat menawar agar kelas X hanya dibebani Rp 500.000 saja. Tetapi kenyataannya tidak ada respon dan tetap menarik sebesar Rp 1,5 juta. 

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved