Berita Viral

Calon Pengantin Heran Dipaksa Bayar Rp250 Ribu Buat Jasa Kayim, Padahal Urus Berkas di KUA, Pungli?

Calon pengantin asal Banyumas mengadukan dugaan pungli yang terjadi di KUA saat mengurus berkas menikah.

Editor: Mardianita Olga
Pexels.com/Benny Fish
DUGAAN PUNGLI - Ilustrasi calon pengantin yang heran dipaksa bayar Rp250 ribu untuk jasa kayim. Meski sudah membayar, buku nikah pasangan di Banyumas, Jawa Tengah ini tak kunjung diberikan setelah akad nikah oleh KUA Kalibogor. 

Selain itu banyak yang terlanjur membayar uang sumbangan tetapi tidak mendapatkan kuitansi pembayaran. 

“Saya pernah menghubungi pihak komite kalau keberatan. Tetapi disuruh datang ke sekolah dan membuat surat keterangan tidak mampu (SKTM) dari pemerintah desa/kelurahan,” jelas ED. 

Ia mendapatkan informasi bila menggunakan SKTM, orang tua siswa tetap dibebani membayar Rp 750.000. Semestinya kalau sudah membawa SKTM, orang tua siswa tidak lagi dibebani untuk membayar uang sumbangan tersebut. 

Takut diintimidasi 

Senada dengan ED, MS, orang tua murid lainnya menyatakan sejatinya rata-rata wali murid keberatan dengan keputusan pembayaran sumbangan untuk aneka keperluan SMAN 2 Mejayan. 

Namun, orang tua murid memilih bungkam lantaran khawatir anaknya akan mendapatkan intimidasi dari pihak sekolah. 

Baca juga: Dishub-Polres Bangkalan Bina Petugas Parkir, Wanti-wanti Soal Pungli

Orang tua siswa SMAN 2 Mejayan yang berada di Kota Caruban, Kabupaten Madiun, Jawa Timur keberatan dengan pungutan yang bermodus sumbangan untuk pembangunan tempat ibadah hingga pembayaran gaji guru tidak tetap.
Orang tua siswa SMAN 2 Mejayan yang berada di Kota Caruban, Kabupaten Madiun, Jawa Timur keberatan dengan pungutan yang bermodus sumbangan untuk pembangunan tempat ibadah hingga pembayaran gaji guru tidak tetap. (Kompas.com)

“Rata-rata keberatan semua. Saya mendapatkan keluhan dari wali murid. Mereka merasa tidak mampu. Sebenarnya mereka tahu pungutan itu tidak boleh. Tetapi orang tua mau mbengok (teriak) tidak berani karena anaknya sekolah di situ." 

"Takutnya nanti anaknya kena diintimidasi. Bagi saya itu pungli. Cuman banyak yang tidak berani omong," ujarnya. 

MS merincikan uang sumbangan itu digunakan untuk membayar kekurangan gaji guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap sebesar Rp 217 juta, kegiatan kesiswaan Rp 45 juta, kegiatan kurikulum sekitar Rp 30 juta, kegiatan humas sebesar Rp 10 juta. 

Lalu, kegiatan rapat pleno wali murid sekitar Rp 19,3 juta, sewa kursi Rp 1,3 juta, lanjutan pembangunan tahap kedua sekitar Rp 180 juta, pembangunan masjid tahap satu sekitar Rp 452 juta dibebankan kepada wali murid dengan total sebesar Rp 955 juta. 

MS mengatakan anaknya sempat mendapatkan intimidasi. Bila tidak membayar uang sumbangan itu, ia tidak akan mendapatkan nomor ujian. 

Lalu anaknya menyatakan kepada wali kelas bila orang tua belum sanggup membayar. Selanjutnya wali kelas menanyakan waktu wali murid akan membayar sumbangan tersebut. 

Ia menceritakan tetangganya sempat meminta SKTM kepada pemerintah desa untuk keringanan pembayaran sumbangan di SMAN 2 Mejayan. Namun pemerintah desa enggan meneribitkan SKTM lantaran menilai sumbangan itu sebagai pungutan liar. 

Terhadap fakta itu, MS mempertayankan komitmen Pemprov Jatim yang melarang sekolah memungut atau membebankan biaya pendidikan bagi orang tua siswa. 

Pasalnya negara sudah memberikan biaya operasional bagi seluruh SMA/SMK negeri agar orang tua tidak lagi mengeluarkan dana pendidikan untuk sekolah anaknya. “Kami berharap tidak ada lagi pungutan yang dibebankan kepada orang tua. 

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved