TRIBUNMADURA.COM - Nasib tragis dialami seorang remaja pengidap cerebral palsy di China saat ditinggal ayahnya yang terjangkit virus corona.
Diketahui remaja bernama Yan Cheng (17) ditemukan tak bernyawa karena kelaparan setelah ditinggal sendirian di kediamannya pada Rabu (29/1/2020).
Sekedar informasi, penyakit celebral palsy menyebabkan Yan Cheng memiliki keterbatasan dalam mengendalikan gerakannya.
Penyakit ini dikenal juga sebagai kelumpuhan otak, sehingga penderita memiliki keterbatasan dalam aspek pendengaran, penglihatan, dan kemapuan berfikir.
Selama ini, Yan Cheng dirawat oleh ayahnya, Yan Xiaowen, mulai dari memberinya makan hingga memandikannya.
Sementara ibunya diketahui sudah meninggal dunia sejak satu tahun lalu.
Namun, nasibnya menjadi tak terurus ketika sang ayah dipastikan terjangkit virus corona dan harus diisolasi di rumah sakit.
Ayah Yan Cheng, Yan Xiaowen dibawa ke rumah sakit pada (22/1/2020) dan kemudian didiagnosa terjangkit virus corona.
Sebenarnya, ayah Yan Cheng, Yan Xiaowen sudah berusaha untuk meminta bantuan untuk merawat putranya yang memiliki kebutuhan khusus tersebut.
Yan Xiaowen menulis surat terbuka berisi permintaan tolong melalui media sosial dan juga menghubungi kerabatnya untuk mengurus Yan Cheng.
Namun, permintaan tolong yang berjudul "sebuah permohonan dari ayah yang didiagnosa dengan virus corona" terlambat diketahui.
Sementara itu, menurut keterangan yang diberikan pemerintah Hongan County, Yan Cheng meninggal dunia setelah sepakan ditinggal ayahnya.
Selama ditinggal ayahnya yang diisolasi karena virus corona tersebut, Yan Cheng dikabarkan hanya diberi makan sebanyak dua kali saja.
Pihak pemerintah Hongan County juga menerangkan jika Yan Xiaowen sempat meminta pertolongan pada kerabat, pengurus maupun dokter desa.
"Jadi, dia memercayakan kerabat, pengurus maupun dokter desa untuk melihat dan merawat anaknya," demikian pernyataan pemerintah Hongan.
Sontak kabar menyedihkan tersebut langsung viral di media sosial setelah menjadi perbincangan hangat masyarakat China.
Sementara itu, akibat peristiwa ini pemerintah menilai adanya kelalaian dari pejabat setempat hingga memutuskan untuk mencabut jabatannya.
Sekretaris Partai Komunis dan Wali Kota Huajiahe dicopot dari jabatannya karena "dianggap gagal dalam menjalankan tanggung jawab".
Pemerintah mengatakan, penyebab kematian dari Cheng belum diketahui dan masih dalam tahap penyelidikan untuk menemukan penyebabnya.
Namun, dugaan sementara, remaja berkebutuhan khusus tersebut meninggal karena kelaparan.
Di Weibo, tagar "ayah dari korban cerebral palsy akhirnya berbicara" menjadi trending dan telah dilihat lebih dari 270 juta kali.
Sementara tagar tentang si wali kota yang dipecat juga dilihat 66 juta kali.
"Saya marah sekaligus sedih. Terlalu menjijikkan," ujar seorang netizen.
Sebelumnya otoritas Hubei, provinsi yang menjadi asal muasal penyebaran virus corona, juga dikritik karena dianggap menahan informasi terkait patogen tersebut.
Cerebral palsy adalah nama serangkaian kondisi yang memengaruhi gerakan dan koordinasi.
Gejalanya dilaporkan bervariasi. Seperti tremor, otot kaku atau lemah, kesulitan dalam menelan, punya masalah dengan penglihatan, berbicara, maupun mendengar.
Nyawa Pasien Virus Corona Tak Tertolong, 2 Dokter Dihajar hingga Patah Tulang
Sementara itu, nasib miris juga menimpa dua dokter yang sedang merawat pasien virus corona.
Karena nyawa pasien tersebut tak tertolong, pihak keluarga pun tak terima dan menghajar kedua dokter yang menanganinya hingga patah tulang.
Penyebaran virus corona memang menjadi cobaan berat bagi para petugas medis di China.
Di samping ketakutannya tertular virus corona, para petugas medis itu juga sering mendapat perlakuan buruk dari pasien.
Contohnya saja pernah ada pasien virus corona nekat meludahi perawat yang menanganinya.
Sementara itu, baru-baru ini dua dokter di China baru-baru ini juga mengalami penganiayaan oleh keluarga pasiennya.
Mereka dipukuli secara kejam oleh seorang pria keluarga dari pasien virus corona yang meninggal dunia.
Pelaku bahkan menyiksa salah satu dokter dengan memukul dan merobek jas hazmat juga masker wajah yang dikenakan dokter tersebut.
Akibatnya, leher dari salah satu dokter cedera dan lebam.
Pelaku menyerang dokter yang menangani mertuanya tersebut hingga patah tulang dan harus mengenakan gips.
Seorang perawat mengatakan kepada wartawan bahwa jas hazmat para dokter telah dicabik-cabik oleh sang pelaku.
Ia juga tidak bisa memastikan kapan korban penyerangan itu bisa kembali bekerja.
Dalam kasus ini, ia berharap masyarakat bisa lebih memperhatikan wabah virus Corona dari pada serangan tersebut.