TRIBUNMADURA.COM - Menghadapi Thailand di Final Piala AFF 2020, Timnas Indonesia diprediksi bisa menjadi juara.
Banyak modal berharga dari anak asuhan Shin Tae-yong.
Dalam sejarah kepesertaan di Piala AFF, ini kali keenam Timnas Indonesia mampu melangkah ke babak final.
Dari enam kali kesempatan itu, tak sekalipun Timnas Indonesia merengkuh juara.
Hal itu yang membuat stigma 'spesialis runner-up' melekat ke skuad Garuda.
Adapun melawan Thailand di partai Final Piala AFF 2020, laga tersebut akan menjadi kali keempat Timnas Indonesia bersua tim Gajah Perang .
Sebelumnya, Timnas Indonesia telah bertemu Thailand di final Piala AFF sebanyak 3 kali, yakni pada tahun 2000, 2002, dan 2016.
Sayangnya, Timnas Indonesia selalu menelan kekalahan dari Thailand dalam tiga pertandingan tersebut.
Baca juga: Ini Pesan Nadeo Argawinata untuk Suporter Timnas Indonesia Jelang Hadapi Final Piala AFF 2020
Selain tiga laga final melawan Thailand, Timnas Indonesia juga pernah dua kali tampil di final melawan tim lain.
Masing-masing pada tahun 2004 menghadapi Timnas Singapura dan pada tahun 2010 melawan Timnas Malaysia.
Akan tetapi, Timnas Indonesia juga harus puas hanya menjadi runner-up di dua kesempatan tersebut.
Kini, peluang menjadi juara datang lagi.
Evan Dimas Cs kali ini datang dengan empat modal berharga yang di antaranya paling dibenci Alexandre Polking, pelatih Thailand.
Berikut ulasannya:
Muda dan Berbahaya
Pelatih Thailand, Alexandre Polking secara jujur mengakui, ada dua hal yang dia 'benci' dan harus diwaspadai dari Timnas Indonesia.
Dua hal itu adalah agresivitas dan kecepatan.
Hal itu sudah ditunjukkan skuad Garuda dalam dua laga semifinal melawan Singapura.
Dalam laga dramatis dengan skor akhir beraggregat 5-3 itu, Timnas Indonesia menunjukkan permainan pantang menyerah, hal yang tak disukai Polking dari calon lawannya.
"Mereka memiliki banyak pemain gesit, bermain sangat cepat dan tidak takut mencetak lima gol atau kebobolan lima gol untuk menang," kata Alexandre Polking dikutip dari lansiran Zing.
Dua unsur itu dimiliki Timnas Indonesia karena faktor usia yang relatif muda.
Rata-rata usia pemain yang diboyong Shin Tae-yong ke Timnas Indonesia saat ini adalah 23,8 tahun. Ini membuat Timnas Indonesia menjadi skuad termuda di antara semifinalis lain Piala AFF 2020.
Thailand yang menjadi lawan di final, punya rerataan usia pemain 27,1 tahun.
Pun, Shin Tae-yong harus bisa mengendalikan agresivitas anak asuhnya jika tak ingin jadi bumerang.
Faktor mental menjadi hal penting untuk mendukung agresifnya permainan Garuda.
Menilik laga terkahir mereka melawan Singapura, mentalitas Ricky Kambuaya Cs sepertinya bisa terjaga.
Terbukti, mereka bisa menghindari provokasi lawan Singapura dan menghindari kartu merah dari wasit.
Dua Pilar Thailand Absen
Alasan pertama tentu saja absennya dua pilar penting Timnas Thailand, yakni Theerathon Bunmathan dan Chatchai Budprom.
Bek kiri Theraathon Bunmathan harus absen pada final leg pertama lantaran akumulasi kartu kuning.
Meski sudah bisa bermain pada pertandingan leg kedua, absennya Theerathon di leg pertama tentu sangat merugikan Thailand.
Pasalnya, Theerathon merupakan bek paling berpengalaman di skuad Gajah Perang saat ini.
Bek berusia 31 tahun itu telah mengoleksi 65 cap dan mencetak 6 gol, serta memiliki kontribusi besar di Piala AFF 2020 sejauh ini.
Sementara itu, kiper utama Thailand Chatchai Budprom harus absen karena mengalami cedera di semifinal leg kedua kontra Vietnam.
Chathcai terlihat salah tumpuan ketika mendarat di lapangan setelah keluar dari sarangnya untuk menghalau bola.