Nyambi Jadi Pemulung Pak Guru Alvi Tak Malu Disapa Murid di Jalan, Sudah Dilakukan Selama 36 Tahun

Penulis: Ani Susan
Editor: Mujib Anwar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Nyambi menjadi pemulung Pak Guru Alvi tidak malu saat disapa para muridnya di jalan. Hal ini bahkan sudah dilakukannya selama 36 tahun.

TRIBUNMADURA.COM - Banyar cara yang dilakukan untuk memperoleh penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Salah satunya, seperti dilakukan oleh Alvi Noviardi, guru yang nyambi menjadi pemulung barang bekas.

Kisah perjuangan guru honorer berusia 36 tahun tersebut viral di media sosial.

Sosoknya pun banyak dicari oleh publik dan mendapatkan apresiasi. 

Terutama terhadap reaksi Alvi ketika bertemu murid saat tengah memulung disorot.

Kisahnya pun menarik perhatian warganet.

Alvi Noviardi tercatat sebagai guru honorer di bawah Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Dia mengajar sebagai guru mata pelajaran IPS di MTs Hidayatul Islamiyah, Kabupaten Sukabumi.

Pak Alvi nyambi jadi pemulung sepulang mengajar, yakni mulai pukul 13.00 sampai 17.00 WIB, dengan sekalian berjalan pulang ke rumah.

Gaji sebagai guru honorer yang tak mencukupi membuat Pak Alvi harus bekerja sampingan untuk menafkahi keluarganya.

Sering kali Pak Alvi bertemu dengan murid-muridnya di jalan saat sedang memulung.

Untungnya, para murid tak malu menyapa sang guru.

Kisah Pak Alvi viral setelah diunggah akun TikTok @duniapunyacerita_, melansir dari Surya.

Meski telah mengajar 36 tahun, karena upah yang ia terima sangat minim, ia tak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pak Alvi pun rela mengumpulkan sampah sepulang mengajar di sekolah.

"36 tahun Pak Alvi jadi guru honorer, upahnya tak cukup untuk sambung hidup. Mau tak mau selesai mengajar Pak Alvi langsung pergi memulung," tulis dalam video.

"Tak jarang ia bertemu dengan muridnya ketika memulung, namun ia bersyukur murid-muridnya masih menghargai dan menegur Pak Alvi. #OrangBaik guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, Pak Alvi hanyalah salah satu dari guru honorer kurang beruntung," lanjutnya.

Postingan itu pun kemudian ramai dikomentari warganet.

Sebelumnya juga viral sosok ASN yang nyambi jadi petani.

Sosok ASN itu bernama Sariyanto.

Tiap Sabtu dan Minggu, ia meluangkan waktunya untuk bertani dan bercocok tanam.

Hasilnya pun ia konsumsi sendiri dan beberapa ada yang dijual.

Pria yang biasa dipanggil Pak Yanto ini menjalani tiga pekerjaan yang berbeda dalam satu kali waktu.

Seolah hidup tanpa hari libur, hampir setiap hari agenda Pak Yanto selalu diisi dengan bekerja, bekerja, dan bekerja.

Ia sepertinya tidak merasakan lelahnya bekerja seperti yang kerap dikeluhkan anak muda zaman sekarang.

Apalagi ia selalu bekerja mulai hari Senin sampai Minggu.

Pertama, sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), lalu menjabat sebagai Ketua RT, dan menjadi seorang petani di akhir pekan.

Menjadi ASN saja sudah cukup sibuk.

Ditambah menjadi petani juga semakin sibuk.

Uniknya, Pak Yanto sudah menjadi Ketua RT dalam tiga periode.

Periode ketiganya berakhir Oktober 2024 nanti.

Padahal banyak pekerja aktif enggan menjadi Ketua RT karena takut keteteran.

Apalagi menjadi Ketua RT harus siaga setiap waktu dan kapanpun warga membutuhkan sosoknya.

Sariyanto menceritakan awal mula bekerja di Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai ASN .

Mulanya, Pak Yanto bekerja di Teknik Geologi sejak 5 Januari 2005 sebagai penjaga gedung.

Empat tahun kemudian, pada 1 Oktober 2009, ia berpindah pada jabatan teknisi laboratorium.

Sejak 1 April 2011 sebagai laboran di laboratorium Geologi Optik, berarti dia sudah 13 tahun menjadi laboran.

Setiap hari, ia pulang pergi bekerja dari tempat tinggalnya di Dusun Biru kelurahan Trihanggo, Kapanewon Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), ke UGM.

Untungnya, jaraknya 5,7 km atau sekitar 15 menit.

Sebagai ASN, ia harus bekerja dalam lima hari kerja, lalu untuk bertani harus meluangkan waktu di hari Sabtu dan Minggu.

Menjadi petani sendiri baru dilakoni sejak November 2022, jadi belum begitu lama.

Pak Yanto mengaku mencoba menjadi petani karena dipicu keinginan memanfaatan lahan dan menyalurkan salah satu hobinya, yaitu bercocok tanam.

“Juga sebagai ajang silaturahmi dan bersosial di lingkungan masyarakat,” katanya, dilansir dari laman UGM via Kompas.com.

Sebidang tanah di Mbulak Nganjir, Sleman, dia garap bersama istrinya.

Tanah berupa sawah ini ditanami berbagai jenis tanaman produktif, mulai dari padi, ketela pohon, kacang prol, dan cabai.

"Bertani itu asyik dan baik, petani selalu menggantungkan nasib hidupnya dari rejeki yang diberikan oleh Tuhan," ungkapnya.

Dalam bertani Pak Yanto banyak diilhami oleh petuah 'nandur apa sing dipangan lan mangan apa sik ditandur'. Nah, hasil bertaninya dimanfaatkan untuk swasembada pangan keluarga, sementara sebagian lainnya dijual untuk kebutuhan sehari-hari.

Berita Terkini