Pilpres 2019
Daftar 7 Dugaan Kecurangan Jokowi-Maruf pada Pilpres 2019 yang Diungkap Tim Hukum Prabowo-Sandi
Tim hukum Paslon Prabowo-Sandi membongkar adanya pelanggaran yang dilakukan Jokowi-Maruf Amin selama Pilpres 2019.
Bambang Widjojanto menyebut, ada indikasi money politik dalam Pilpres 2019 yang dirancang secara sistematis.
Ia menyebut, gaji ke-13 dan kenaikan gaji PNS yang diusulkan petahana merupakan bentuk nyata dari kecurangan Pilpres 2019 yang dilakukan petahana.
“Jika gaji bukanlah kebijakan jangka panjang pemerintahan tapi jangka pendek pragmatis dari Capres Joko Widodo sebagai petahana untuk pengaruhi penerima manfaat dari penerima gaji tersebut yaitu para pemilih Pilpres dan keluarganya,” kata Bambang dalam sidang.
• Diduga Terkena Serangan Jantung, Pengemudi Mobil Pickup Banting Setir hingga Tabrak Pot Bunga
4. Penyalahgunaan Birokrasi dan BUMN
Poin kedua dari kecurangan TSM yang ditujukan pada Paslon 02 ialah adanya penyalahgunaan birokrasi dan BUMN.
Bambang menyebut, beberapa kabinet Presiden sekaligus petahana Jokowi aktif dalam mengkampanyekan Capres 01.
Misalnya saja saat Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang meminta ASN untuk masif menginfokan program-program petahana.
5. Ketidaknetralan Aparat
Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Denny Indrayana menyebut, Polri membentuk tim buzzer di media sosial yang mendukung pasangan calon (paslon) nomor urut 01 dalam sidang di Mahkamah Konstitusi.
Denny menyebut, hal itu terlihat dari bocoran informasi yang diungkap oleh akun twitter @Opposite6890.
Dia mengatakan, akun tersebut mengunggah beberapa video dengan narasi 'Polisi membentuk tim buzzer 100 orang per Polres di seluruh Indonesia yang terorganisir dari Polres hingga Mabes'.
Untuk akun induk buzzer Polisi bernama 'Alumni Shambar', Denny mengatakan beralamat di Mabes Polri.
Selain itu, akun Instagram @AlumniShambar juga hanya memfollow akun Instagram milik Presiden Jokowi.
• Melawan saat Ditangkap, 7 Pelaku Pencurian Motor dan Rumah Kosong di Tuban Dilumpuhkan Polisi
6. Pembatasan Media dan Pers
Tim hukum Prabowo-Sandi, Teuku Nasrullah menyebut, media kritis dibungkam, sementara media yang pemiliknya berafiliasi kepada kekuasaan, dijadikan media propaganda untuk kepentingan kekuasaan.