Gak Nyangka, Minuman Keras Fermentasi Cap Tikus Kini Mulai Merambah ke Pasar Mancanegara
Minuman fermentasi atau minuman keras tersebut, biasanya memiliki bahan dasar berupa air nira yang berasal dari pohon lontar.
"Ini lagi naik iya karena kita didukung pemerintah bea cukai. Pemerintah saat ini cukup ketat untuk minuman ilegal nah kita mengharapkan dengan adanya peraturan yang larang minuman ilegal maka produk lokal yang legal bisa berkembang, bisa bersaing di pasar Indonesia," harap Mario.
• Vanessa Angel Bebas dari Penjara, Update Instagram, Hingga Diberi Iphone Belasan Juta dan Kerjaan
• Gerah Berurusan dengan Kepolisian, Vanessa Angel akan Cabut Laporan Soal Sosok Penyewa Dirinya
• Wanita Bawa Anjing ke Dalam Masjid, Viral di Media Sosial, ini Kronologinya Hingga Dugaan Kejiwaan
Tak hanya merambah seluruh Indonesia, Cap Tikus 1978 juga sudah mendapat tawaran ke luar negeri yaitu negara tirai bambu China. Namun saat ini Cap Tikus 1978 masih dalam tahap penyiapan izin untuk ekspor ke China.
Meski mulai merangkak naik tren minuman fermentasi asli Indonesia namun ada juga tantangan yang dirasakan. Mario menyebut bahwa edukasi mengenai apa itu Cap Tikus kepada masyarakat di wilayah Indonesia Barat kini menjadi pekerjaan rumah yang dirasakan.
"Untuk kita yang tinggal di wilayah barat Indonesia belum begitu kenal Cap Tikus. Nah kita harus berikan product knowledge orang pasti bertanya tanya apa sih Cap Tikus. Kok namanya ada tikusnya ini dari apa pasti orang akan bertanya seperti itu. Nah Cap Tikus ini kan sudah ada dari zaman dulu. Dari sisi popularitas Cap Tikus lokal spirit yang banyak orang tahu," terang Mario.
Satu lagi minuman fermentasi lokal yaitu arak Bali. Salah satu desa di Bali yaitu Desa Les Buleleng memiliki banyak home industri minuman fermentasi lokal berbahan dasar nira. Potensi akan minuman fermentasi lokal tersebut dibaca oleh brand Dapur Bali Mula.
Salah satu pegawai Dapur Bali Mula Nyoman Nadiana menceritakan bahwa minuman fermentasi sendiri sudah ada sejak dahulu dan menjadi tradisi yang turun-temurun. Berbeda dengan Cap Tikus 1978 yang sudah mendapatkan izin, arak asal Desa Les kini sedang berjuang untuk dapat izin beredar.
"Kita koleksi minuman. Kita tempatin guci tinggal izin kelas dan lainnya kita akan buka nanti. Semua tinggal menunggu izin. Kita masih tradisional sekali jadi citarasa berbeda dengan yang lain karena masih pakai bambu, itu kenapa warna arak kita kuning," jelas Nyoman.
Sama seperti Cap Tikus 1978, inovasi juga dilakukan guna terus eksis. Rasa lain dari arak Bali Desa Les selain original adalah arak nangka. Mengenai rasa nangka tersebut dijelaskan merupakan inovasi yang muncul dari banyaknya buah nangka saat panen di Desa Les.
"30 sampai 40% kadar alkohol, ada yang 53% cuma kadar alkohol itukan pengaruh dari cuaca karena kita masih alami belum pakai mesin. Kalau musim panas bisa tinggi kadar alkoholnya. Kita sedang berjuang agar ini bisa ada izin," kata Nyoman.
Pasar arak Desa Les sendiri baru di wilayah Bali lantaran belum terbitnya izin yang diajukan. Selain minuman fermentasi ada pula Juruh yang disebut Nyoman tak kalah dari maple syrupnya luar negeri.
"Juruh kita juga ngga kalah, tuak manis nggak kalah dari mapple syrup, tuak jadi gula. Ada dua jenis lontar cewek dan cowok yang berbuah cowok, setelah itu tuak dimasak dengan kayu ke sambi itu kenapa jadi tuak manis atau juruh itu, dididihkan hingga jadi setengah karamel. Maple syrup Bali lah," sebut Nyoman seraya menunjukkan Juruh.
Produksi minuman fermentasi di Desa Les sendiri terutama di Dapur Bali Mula adalah setiap 100 botol nira yang disetor petani desa maka 60% akan dibuat minuman fermentasi dan 40% sebagai juruh. Harga sendiri tergolong sangat terjangkau yaitu satu botol ukuran 600 ml dibanderol Rp 125 ribu.
• Paul Pogba Gerah di Manchester United, Datangi Pelatih Bahas Hijrahnya, Real Madrid Kandidat Kuat
• Rekor Unbeaten Dipatahkan PSM Makassar, Pelatih Madura United Akui Tak Gentar Rebut Asa ke Final
"Kalau dilihat sih memang profit kecil tapi bangga karena ini minuman lokal dan lestarikan budaya lokal. Kalau itungan bisnis kita bisa katakan rugi karena pakai bambu, bambu itukan pasti ada yang nyerep cairannya kan. Tapi kita bangga karena lestarikan tradisi dan juga berdayakan masyarakat," kata Nyoman.
Sama seperti Mario, Nyoman juga sepakat jika tren minuman fermentasi tengah bergeliat. Angin segar dari pemerintah dimana semakin membuat minuman fermentasi dipandang juga sebagai produk pariwisata.
"Sebenarnya mindset orang kalau tidak aman diminum, tapi yang salah adalah cara minum, kalau tidak benar ya tidak aman, padahal kita buat semua alami," tegas Nyoman.