Berita Perbankan
Gara2 Fit and Proper Test, Dirut BANK JATIM Ditolak Tegas OJK, Gubernur Khofifah Langsung Beraksi
Gara-gara Fit and Proper Test, Dirut Bank Jatim Ditolak Tegas Oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Gubernur Khofifah Langsung Beraksi
Penulis: Fatimatuz Zahroh | Editor: Mujib Anwar
DPRD Jatim Beri Warning
Sebelumnya, DPRD Jatim mengingatkan kepada Bank Jatim atas penunjukan jajaran direksi yang baru. DPRD Jatim menilai adanya potensi gejolak pasca penetapan tersebut, di antaranya terkait masalah usia.
Untuk diketahui, Hadi Santoso yang diputuskan sebagai Direktur Utama Bank Jatim melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) telah berusia 58 tahun.
Ketua Komisi C DPRD Jatim, Anik Maslachah menilai hal ini berpotensi menimbulkan masalah dikemudian hari.
"Kalau beralasan tak melanggar landasan hukum tentang PT, seharusnya Bank Jatim juga memperhatikan landasan hukum tentang BUMD. Sebab, Bank Jatim bukan hanya berstatus PT, namun juga BUMD," kata Anik kepada Surya.co.id (Grup Tribunmadura.com), ketika dikonfirmasi di Surabaya, Rabu (19/6/2019).
Peraturan yang dimaksud adalah PP 54 tahun 2017 dan Perda No 14 tahun 2012 tentang BUMD Jatim. Di Perda pasal 12 tahun 2012 tentang BUMD misalnya memang tertulis 'usia pada saat pengangkatan (direksi) untuk pertama kali tidak melebihi 55 tahun'.
Anik menilai Bank Jatim harus mempertimbangkan tiga elemen dasar hukum ini.
"Bila satu di antara aturan ini dilanggar, berpotensi digugat secara hukum," katanya.
Selain soal landasan hukum, pihaknya juga mengawatirkan kinerja bank milik pemerintah daerah Provinsi Jatim ini akan terganggu. Apalagi, Bank Jatim memiliki sejumlah tantangan ke depan.
Saat ini, Non Performing Loan (NPL) Bank Jatim cukup baik dengan memperoleh 3,7 persen.
"Di antara BUMD milik Jatim, BUMD yang berorientasi profit adalah Bank Jatim. Rasio keuangan sejauh ini memang sehat. NPL turun dari di atas 5 persen, kini 3,7 persen," katanya.
Namun, dari sisi penyaluran credit atau Loan Deposit Ratio (LDR) baru mencapai 62 persen.
"Padahal, aturan BI rentangnya ada di angka 80-85 persen untuk kredit yang keluar," jelas Anik.
Hal ini berpengaruh pada laba perusahaan yang tak dapat dimaksimalkan.
"Kalau kredit tak disalurkan, banyak uang macet, ngendon, dan tak berfungsi. Hal ini berdampak pada laba tak signifikan," katanya.