Buku Harian Gadis Gambarkan Perjuangan Keluarganya Idap Virus Corona, Tak Punya Waktu untuk Berduka
Kisah perjuangan sebuah keluarga melawan virus corona di Wuhan, China, ditulis dalam sebuah buku harian.
Penulis: Ani Susanti | Editor: Ayu Mufidah Kartika Sari
Kisah perjuangan sebuah keluarga melawan virus corona di Wuhan, China, ditulis dalam sebuah buku harian
TRIBUNMADURA.COM - Kisah pilu bermunculan seiring dengan merebaknya kasus virus corona.
Terbaru, ada kisah satu keluarga yang terungkap dari catatan buku harian.
Keluarga ini sampai tak punya banyak waktu untuk berduka karena dihujani serangan bertubi-tubi.
• Penemu Virus Corona Tulis Puisi Pilu, Aku Tak Ingin Jadi Pahlawan, Kalimat Terakhirnya Jadi Viral
• Sosok Penemu Virus Corona Diungkap Ustaz Abdul Somad, Bukan dari China, Tak Ada dalam Alquran
• Dugaan Virus Corona Merupakan Senjata Biologis, ini Tanggapan Pengamat Intelijen & Ahli Mikrobiologi
Saat seorang anggota keluarganya meninggal setelah terinfeksi virus corona, ada anggota keluarga lainnya yang tengah berjuang melawan virus mematikan ini.
Dilansir dari The Guardian (15/2/2020) via Intisari (grup TribunMadura.com), kisah perjuangan sebuah keluarga melawan virus corona di Wuhan, China, ditulis dalam sebuah buku harian.
Buku harian itu adalah milik Liu Mengdi (25), yang terus menguatkan diri melihat satu per satu anggota keluarganya tergolek lemah.
Liu awalnya tidak mengira jika kondisi kota tempat keluarganya hidup akan berubah menjadi 'lautan darah'.
Ia sempat merasa optimistis bahwa semua akan baik-baik saja.
Namun, kematian sang kakek menggoyahkan keyakinannya.
• Ashraf Sinclair Dikabarkan Meninggal Dunia, Ini Penyebab Kematian Suami Bunga Citra Lestari
• Viral di Facebook, 3 Wanita Joget TikTok di Masjid Madura, Video Permintaan Maafnya Banjir Hujatan
"Hari ini adalah hari keenam dari karantina Wuhan," tulisnya pada 29 Januari dari Italia, tempatnya tengah menempuh pendidikan, dikutip TribunMadura.com, Senin (17/2/2020).
"Saya pikir, keluarga saya, yang dicegah keluar, setidaknya akan aman," ucap dia.
"Tidak pernah terpikir olehku bahwa mereka tidak akan bisa lepas dari ini," sambungnya.
Bukannya membaik, kondisi keluarga Liu di China justru makin parah.
Pada 2 Februari 2020, sang kakek meninggal dunia di usia 90 tahun, padahal selama ini menurut Liu kakeknya adalah sosok yang sehat.
"Jauh dari kesedihan, aku merasa tersesat dan marah," ratap putus asa gadis 25 tahun ini.
Beberapa hari sebelum meninggal, sang kakek mengalami demam sepanjang malam bahkan hingga jatuh dari tempat tidurnya.
Bukan hanya pejuangan melawan virus corona saja.
Sulitnya mendapatkan bantuan juga semakin membuat situasi keluarga ini tak karuan.
Saat akan memanggil ambulans untuk sang kakek, ratapan putus asa keluar dari mulut kerabatnya.
"Jika dia benar-benar menderita virus corona, tidak ada yang bisa dilakukan,
"Pergi ke rumah sakit di mana tidak ada yang akan merawatnya bahkan mungkin akan lebih sulit," kata Liu menceritakan nasihat kerabatnya.
Benar saja, ketika menghubungi komite lingkungan setempat yang ditugasi untuk menangani virus corona, keluarga Liu tak kunjung mendapat bantuan.
Mau tak mau gadis ini harus mencari cara lain.
Akhirnya memposting cerita keluarganya di media sosial Weibo menjadi langkah yang dipilihnya.
Di sana dia memohon bantuan.
Selain itu, Liu juga menghubungi media lokal yang memberitakan akunnya.
Barulah setelah 'kehebohan' yang dibuatnya di media sosial, rumah keluarganya didatangi petugas kesehatan.
Namun sayangnya sang kakek tak bisa bertahan dari serangan virus mematikan ini.
"Kakek benar-benar kuat. Kami tahu ia pasti sangat kesakitan, tetapi ia masih bersikers dan berpura-pura baik-baik saja,"
"Sebelum hasilnya kembali, dia tidak bisa bertahan lagi dan menutup matanya untuk yang terakhir kali," kata Liu.
Serangan virus corona terhadap keluarga ini tak berhenti di situ.
Seolah virus ini tak mengijinkan Liu dan orang-orang terdekatnya berduka, justru giliran sang ayah yang berada di masa-masa kritis.
Sang ibu memberitahu LIu jika paru-paru ayahnya sudah berhenti bekerja setelah melewati perjuangan panjang untuk bisa masuk ke rumah sakit.
Ya, seperti sang kakek yang kesulitan mendapat perawatan dari tim medis, sang ayah pun demikian.
Sang ayah sempat ditolak dari rumah sakit karena sudha tak ada lagi tempat untuk menampung pasien.
Bahkan ayah Liu dipulangkan, yang tak ayal membuat keluarga ketar-ketir jika akan ada anggota lainnya yang terinfeksi dan memperpanjang penderitaan.
Pria berusia 54 tahun tersebut kini ditopang oleh mesin yang memompa dan mengoksigenasi darahnya di unit perawatan intensif.
Bahkan, sang ibu diminta rumah sakit untuk menandatangani formulir yang menkonfirmasi keadaan kritisnya.
Meski berhasil membuat kakek dan ayahnya mendapatkan perawatan dengan meminta bantuan secara online, namun awal bulan ini, akun WeChat milik Liu telah diblokir, yang dicurigainya karena ia memposting tentang virus corona.
"Aku bahkan tidak bisa meminta bantuan," tulisnya di buku harian.
Liu juga tidak bisa menghubungi ponsel ayahnya karena kemungkinan telah diambil dari sang ayah.
Kini Liu hanya bisa berharap bahwa ayahnya akan segera pulih dan memenuhi impiannya untuk mengajak sang ayah jalan-jalan ke Eropa. (Khaerunisa)
Artikel pernah tayang di Intisari.
Ahli Temukan Plasma Darah Pasien Virus Corona yang Sembuh Bisa Jadi Obat, Masih dalam Pengujian
Di tengah wabah virus corona, ahli menemukan kemungkinan plasma darah pasien yang sembuh menjadi obat.
Diketahui, tercatat 69.032 kasus virus corona terkonfirmasi, 1.666 meninggal dan 9.390 sembuh hingga Minggu (16/2) pukul 06.43 WIB.
China masih menjadi negara dengan jumlah korban terbanyak.
Sementara itu, negara-negara di luar China, Taiwan, Hong Kong dan Makau yang sudah terjangkiti virus Corona adalah: Singapura, Thailand, Jepang, Malaysia, Australia.
Kemudian, ada Jerman, Vietnam, Amerika Serikat, Prancis, Kanada, Uni Emirat Arab, Italia, Filipina, India, Inggris, Rusia, Nepal, Kamboja, Belgia, Spanyol, Finlandia, Swedia, Mesir dan Sri Lanka.
Hingga kini, para ahli masih terus berjibaku untuk menemukan pengobatan dari Covid-19, virus corona dari Wuhan.
Kabar terbaru, Kamis (13/2/2020) pejabat kesehatan senior China menyebut jika ada opsi pengobatan bagi pasien Covid-19.
Pejabat tersebut meminta orang yang telah pulih dari Covid-19 untuk menyumbangkan plasma darah mereka.
Alasannya, plasma dari penyintas itu mungkin mengandung protein berharga yang dapat digunakan untuk mengobati pasien yang terinfeksi virus Corona.
Permintaan untuk menyumbangkan plasma darah itu diumumkan setelah perusahaan milik negara, China National Biotec Group menyebut antibodi tersebut membantu merawat 10 pasien yang kritis serta mengurangi peradangan mereka dalam 12 hingga 24 jam.
Pendekatan ini menurut ahli cukup logis dan menjanjikan untuk merawat pasien Covid-19 yang parah, dikutip dari Kompas.com.
Orang yang baru saja pulih dari Covid-19 masih memiliki antibodi terhadap virus corona yang beredar dalam darah mereka.
Menyuntikkan antibodi ke pasien yang sakit secara teoritis dapat membantu pasien melawan infeksi dengan lebih baik.
Dengan kata lain, perawatan ini akan mentransfer kekebalan pasien yang pulih ke pasien yang sakit.
Pendekatan ini menurut Benjamin Cowling, profesor epidemiologi di University of Hong Kong sebelumnya telah digunakan pada pandemi flu.
Meski begitu dokter harus tetap waspada akan adanya kemungkinan efek samping.
Hal tersebut diungkapkan oleh Carol Shoshkes Reiss, profesor biologi dan ilmu saraf di New York University yang tak terlibat dalam penelitian.
"Saya senang mengetahui plasma dari para penyintas sedang diuji. Namun mereka perlu mengendalikan kemungkinan efek dari perawatan," ungkap Reiss, seperti dikutip dari Live Science, Jumat (14/2/2020).
Keraguan soal pendekatan ini juga disebutkan oleh dr Eric Cioe-Peña, direktur kesehatan global di Northwell Health New York.
"Saya pikir perawatan itu merupakan ide yang bagus tetapi lebih baik melakukan prosedur normal untuk memastikan aman dan efektif sebelum diujikan pada seseorang," kata Cioe-Peña.
Antibodi sendiri merupakan protein yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus, bakteri, atau zat asing lainnya.
Namun dibutuhkan waktu bagi tubuh untuk meningkatkan antibodi yang sama sekali baru.
Jadi jika ada virus atau bakteri yang sama mencoba menyerang lagi di masa depan, tubuh akan mengingat dan dengan cepat menghasilkan pasukan antibodi.
• Kisah Peserta CPNS 2019 Asal Madura Jalani Tes SKD saat Kondisi Hamil Tua, Akui Ingin Perbaiki Nasib
• Akhir Kisah Pilu Keluarga di Lampung setelah Ayah Perkosa Anak Kandung, Pelaku Sempat Menghilang