HUT RI 2020
Naskah Proklamasi Ternyata Sempat Dibuang di Tempat Sampah, Sebelum Akhirnya Dibaca oleh Soekarno
Sebelum teks proklamasi diketik dan dibaca, naskah tulisan tangan proklamasi ternyata sempat dibuang di tempat sampah.
TRIBUNMADURA.COM - Tak mudah bagi Indonesia dalam meraih kemerdekaan, para pejuang mati-matian mengusir para penjajah.
Selain itu, ternyata ada kisah di balik proklamasi kemerdekaan.
Seperti yang diketahui, kemerdekaan Indonesia ditandai dengan pembacaan proklamasi oleh Presiden Soekarno.
Sebelum teks proklamasi diketik dan dibaca, naskah tulisan tangan proklamasi ternyata sempat dibuang di tempat sampah.
Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia awalnya ditulis pada selembar kertas berwarna putih dari blocknote berukuran panjang 25,8 sentimeter, lebar 21,3 sentimeter dan tebal 0,5 milimeter.
• Daftar Katalog Promo Alfamart 4 Agustus 2020, Promo Menarik Sambut Kemerdekaan, Belanja Hemat
• Puluhan Sepeda Motor Hasil Modifikasi Disita Polisi, Begini Cara Ambil Kendaraan yang Kena Razia
• Sedang Membuat Peti Mati, Rumah Pria ini Kejatuhan Batu Diduga Meteor, Ditawar Warga Rp 1 Miliar
Naskah Proklamasi ditulis oleh Soekarno pada dini hari, Jumat 17 Agustus 1945 di rumah Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Meiji Dori (sekarang Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta Pusat).
Naskah Proklamasi tulisan tangan Soekarno sempat dibuang di keranjang sampah karena dianggap tidak diperlukan lagi.
Apalagi naskah proklamasi sudah diketik dengan mesin ketik oleh Sayoeti Melik.
Untungnya, naskah proklamasi tulisan tangan tersebut diambil dan disimpan oleh Burhanuddin Mohammad Diah (BM Diah) sebagai dokumen pribadi setelah rapat perumusan naskah proklamasi berakhir pada 17 Agustus 1945.
Kemudian, BM Diah menyerahkan naskah proklamasi tulisan tangan tersebut kepada Presiden Soeharto pada 1995.
Pada tahun yang sama, naskah asli proklamasi tersebut disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia hingga saat ini.
Naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dirumuskan oleh 3 orang yaitu Soekarno, Moh Hatta dan Achmad Soebardjo.
Paragraf pertama naskah proklamasi adalah usulan Achmad Soebardjo. Paragraf kedua naskah proklamasi adalah usulah Moh Hatta.
Selanjutnya naskah proklamasi dimintakan persetujuan sidang yang seluruhnya berjumlah sekitar 40 orang.
Naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia dalam keadaan baik dan terawat meski ada kerusakan di beberapa bagian.
Kerusakan antara lain terdapat sekitar 15 lubang pada bagian tengah kertas bekas dimakan serangga, warna kertas berubah menjadi kuning kecokelatan.
• Mario Gomez Putuskan Mundur dari Arema FC, Manajemen Meradang: Ya Rugi, Kami Kehilangan 25 Persen
• Harga HP Oppo dan Spek Oppo Reno Terbaru, Rekomendasi Mulai Oppo A5s, Oppo Reno hingga Oppo Find X2
Pada bagian tengah dan bawah terdapat bercak kecokelatan akibat reaksi kimia bahan perekat pada selotip yang mengering.
Meski terdapat beberapa kerusakan, tetapi seluruh kalimat masih bisa terbaca jelas.
Saat ini naskah dimasukkan ke dalam kantong plastik kedap udara dan disimpan dalam brankas di ruang bertemperatur khusus Gedung Arsip Statis Arsip Nasional Republik Indonesia Jl. Ampera Jakarta Selatan.
Naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia termasuk kategori cagar budaya benda dengan peringkat cagar budaya nasional.
Peristiwa Sebelum Proklamasi
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia didahului oleh peristiwa Rengasdengklok, yaitu penculikan Soekarno dan Moh Hatta pada 16 Agustus 1945 jam 04.30 WIB ke Rengasdengklok Karawang.
Tujuan penculikan Soekarno-Hatta pada peristiwa Rengasdengklok adalah agar tidak terpengaruh Jepang dan memenuhi tuntutan golongan muda untuk segera melaksanakan proklamasi kemerdekaan RI.
ikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, selama penculikan Soekarno-Hatta pada 16 Agustus 1945, tidak tercapai kesepakatan apa pun hingga sore hari. Achmad Soebardjo datang dan berusaha membujuk para pemuda untuk melepaskan Soekarno-Hatta.
Golongan pemuda bersedia melepaskan Soekarno-Hatta dengan jaminan bahwa proklamasi akan terjadi esok hari, 17 Agustus 1945.
Setelah Achmad Soebardjo mendesak golongan muda dengan pertimbangan Soekarno-Hatta dibutuhkan untuk diplomasi dengan Jepang, Soekarno-Hatta dapat kembali ke Jakarta pada 16 Agustus 1945 jam 20.00 WIB.
Kemudian Soekarno-Hatta mendatangi rumah Mayor Jenderal Nishimura untuk menyatakan keinginan PPKI bersidang malam itu juga.
Hatta mengatakan pada Mayor Jenderal Nishimura bahwa rakyat Indonesia sudah mengetahui berita kekalahan Jepang. Nishimura menolak tegas rencana sidang PPKI tersebut.
Hal itu terkait instruksi Markas Besar Tentara Jepang Daerah Selatan yang berkedudukan di Saigon sejak 16 Agustus 1945 siang.
Instruksi tersebut adalah dilarang adanya perubahan status-quo di Indonesia berkaitan dengan perjanjian antara pemerintah Jepang dan pihak pemenang perang pasifik yaitu Sekutu.
Larangan perubahan status-quo di Indonesia berarti pemerintah Jepang tidak membenarkan terjadinya Proklamasi Kemerdekaan.
Karena Proklamasi Kemerdekaan akan melahirkan Negara Indonesia yang merdeka. Itu berarti mengubah status-quo.
Ketiga tokoh kemerdekaan bersepakat bahwa Jepang tidak dapat diharapkan lagi. Mereka juga memutuskan bahwa Kemerdekaan Republik Indonesia harus segera dirancang secapatnya.
Dengan marah Hatta menjelaskan bahwa apa pun yang akan terjadi, di Indonesia tetap pada pendirian semula untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.
Maka sidang PPKI dimulai di rumah Laksamana Maeda di Meijidori No. 1 (sekarang Jalan Imam Bonjol) pada 16 Agustus 1945 malam bertujuan untuk mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan RI.
Anggota PPKI yang menginap di hotel Des Indes segera dikawal oleh Sukarni dan kawan-kawan menuju rumah Laksamana Maeda.
Lokasi sidang PPKI di rumah Laksamana Maeda karena mempunyai hubungan baik dengan para tokoh di Indonesia terutama Achmad Soebardjo.
Selain itu, Laksamana Maeda adalah Kepala Perwakilan Kaigun (Angkatan Laut Jepang). Sebagai Kepala Perwakilan Kaigun, Laksamana Maeda punya kekebalan hukum terhadap Rikugun (Angkatan Darat Jepang) sehingga tidak berani bertindak sewenang-wenang. Laksamana Maeda juga menjamin keselamatan mereka.
Perumusan naskah teks proklamasi dilakukan di ruang makan rumah Laksamana Maeda oleh tiga orang tokoh kemerdekaan Indonesia.
Hatta dan Achmad Soebardjo menyumbangkan pemikiran secara lisan. SSoekarno bertindak sebagai penulis rumusan konsep Proklamasi.
Proses perumusan naskah teks proklamasi kemerdekaan tersebut disaksikan oleh Miyoshi (seorang kepercayaan Nishimura) dan tiga tokoh pemuda yaitu Sukarni, Sudiro dan BM Diah.
Kalimat pertama pada naskah teks proklamasi yaitu "Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia" dikutip Achmad Soebardjo dari rumusan sidang BPUPKI (Dokuritsu Junbi Chosakai).
Sedangkan kalimat terakhir naskah teks proklamasi dirumuskan Moh Hatta yang berbunyi "Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain akan diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya".