Wacana Premium dan Pertalite Dihapus, Pertamina Akui Persediaan Premium dan Pertalite Masih Aman
Wacana penghapusan Premium dan Pertalite dari SPBU makin menguat. Pertamina mengaku persediaan Premium dan Pertalite masih aman.
TRIBUNMADURA.COM - Wacana penghapusan Premium dan Pertalite dari SPBU makin menguat.
Diketahui, Premium dan Pertalite menjadi pilihan favorit bagi warga Indonesia.
Wacana ini tentu saja menimbulkan polemik.
Meskipun adanya wacana itu, Pertamina mengaku persediaan Premium dan Pertalite masih aman.
Sebagai badan usaha yang mendapat penugasan dari Pemerintah untuk menyalurkan BBM jenis Premium, PT Pertamina (Persero) berkomitmen penuh untuk melaksanakan penugasan sebaik-baiknya dengan menyalurkan dan menyediakan Premium di 4.700 outlet/SPBU yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, disamping jenis BBM lainnya.
• Harga Oppo di Awal September 2020, Mulai Oppo A1K, Oppo A9, Oppo Reno Hingga Oppo A92
• Katalog Promo Alfamart Rabu 2 September 2020, Diskon Beras, Kecap hingga Detergen Rinso Rp 15.900
• Download Lagu Thomas Arya - Berbeza Kasta yang Populer di Youtube, Lengkap Chord Gitar dan Liriknya
VP Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menjelaskan sampai saat ini Pertamina masih tetap menyediakan dan menyalurkan Premium atau BBM RON 88 yang merupakan penugasan dari Pemerintah.
Sepanjang peraturan berlaku, maka penugasan pun tetap dijalankan Pertamina dengan sebaik-baiknya.
“Berdasarkan penugasan dari Pemerintah, saat ini Pertamina masih menyalurkan dan menyediakan Premium di Indonesia,” ujar Fajriyah Usman, Vice President Corporate Communication Pertamina dalam keterangan resmi yang dikutip Tribun ( TribunMadura.com network ) , Rabu (2/9/2020).
Selain Premium, Pertamina juga menyediakan jenis BBM Umum yang meliputi Perta Series (Pertalite, Pertamax dan Pertamax Turbo) dan Dex Series (Pertamina Dex dan Dexlite).
“Pertamina juga masih menyediakan Pertalite dan BBM lainnya di SPBU di Indonesia. Untuk itu, masyarakat tidak perlu khawatir dan tetap menggunakan BBM sesuai kebutuhan,” katanya.
Penugasan penyaluran BBM jenis Premium tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2018 serta Kepmen ESDM Nomor 1851 K/15/MEM/2018.
Namun dalam rangka mendukung agenda global untuk mengurangi kadar emisi gas buang kendaraan bermotor dan sejalan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 20 Tahun 2017, Pertamina terus konsisten mengedukasi konsumen dan mendorong penggunaan BBM dengan kualitas lebih baik serta lebih ramah lingkungan.
“Sesuai kesepakatan dunia dan Pemerintah, setiap negara berupaya menurunkan emisi karbon dan mengurangi polusi udara, salah satunya dengan menggunakan BBM yang lebih berkualitas dan ramah lingkungan. Seperti yang sudah kita rasakan sejak PSBB, langit biru dan udara lebih baik, untuk itu kami akan mendorong masyarakat untuk menggunakan produk yang lebih berkualitas,” katanya.
Anggota Komisi VII bongkar efek domino penghapusan BBM premium dan Pertalite, jadi beban masyarakat.
Rencana penghapusan bahan bakar minyak di bawah RON 91 oleh Pertamina menuai pro dan kontra.
Diketahui, premium dan Pertalite adalah 2 jenis BBM yang paling banyak dikonsumsi masyarakat menengah ke bawah.
Politikus PKB di Komisi VII DPR RI pun membeber efek domino jika dua jenis BBM terbawah ini dihapus Pertamina.
PT Pertamina (Persero) berencana meninjau kembali penghapusan penggunaan BBM dengan oktan (RON) rendah di bawah 91 yaitu jenis premium dan Pertalite yang dinilai tidak ramah lingkungan.
• Viral di Twitter Putra Presiden Jokowi, Kaesang Jadi Sasaran Penipu, Sang Penipu Malah Minta Ampun
• Beredar Foto Rizky Billar Bertemu dengan Ayah Kandung dan Ajak Lesti Kejora, Ini Respon Si Pedangdut
Terkait hal itu, anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKB Abdul Wahid mengatakan belum ada persetujuan dari Komisi VII tentang penghapusan premium dan Pertalite.
"Rencana Pertamina menghapus premium dan Pertalite, belum ada persetujuan (dari Komisi VII DPR RI)," ujar Abdul, ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (2/9/2020).
Abdul menyoroti penghapusan kedua BBM tersebut justru akan menambah beban ekonomi bagi masyarakat.
Apalagi harga premium dan Pertalite lebih bisa dijangkau daripada Pertamax.
"Jika dihapus tentu akan menambah beban ekonomi bagi masyarakat, karena premium dan Pertalite jauh lebih murah dari Pertamax," ungkapnya.
Di sisi lain jika komponen BBM lebih mahal, Abdul melihat hal itu tentu berimbas pada ongkos produksi yang juga bertambah.
Sekaligus mempengaruhi harga barang.
Turunan lainnya, kata dia, akhirnya akan mempengaruhi daya beli masyarakat dan akan menjadi ekonomi biaya tinggi.
Abdul pun mendorong Pertamina mempertahankan premium dan Pertalite di tengah pandemi covid-19.
Karena tentu penghapusan keduanya akan berpengaruh pada masyarakat yang terdampak covid-19.
"(Masyarakat) Tentu terbebani. Jadi kita tetap mendorong Pertamina untuk tetap mempertahan premium dan Pertalite sampai kondisi ekonomi kita membaik," kata dia.
"Jika covid-19 dan ekonomi membaik, baru kita bisa menghitung-hitung apa perlu dihapus atau tetap di pertahankan.
Tentu harus ada kajiannya, bukan hanya kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan tapi dampak sosial dan ekonomi juga menjadi pertimbangan," imbuh Abdul.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) tengah meninjau kembali penggunaan BBM beroktan rendah di bawah 91, yaitu premium dan Pertalite.
Direktur Utama Pretamina Nicke Widyawati menjelaskan, peninjauan dilakukan sebagai upaya perusahaan dalam mendukung rencana pemerintah untuk menekan emisi gas rumah kaca sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2017.
"Pada peraturan tersebut diisyaratkan bahwa gasoline yang dijual minimum RON 91.
Artinya ada dua produk BBM yang kemudian tidak boleh lagi dijual di pasar yaitu premium (88) dan Pertalite (90)," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII, Senin (31/8/2020).
Rencana ini perlu ditinjau kembali karena porsi konsumsi dua jenis BBM tersebut paling besar di antara enam jenis BBM yang dijual perusahaan.
Pada 22 Agustus 2020, penjualan premium mencapai 24.000 Kilo liter (KL) dan Pertalite 51.500 KL.
Sedangkan untuk penjualan BBM dengan RON di atas 91, yaitu Pertamax (92) hanya sebesar 10.000 KL. Sementara Pertamax Turbo (98) cukup 700 KL.
"Maka, ini perlu dikaji lagi dampaknya bagaimana. Kami juga dorong supaya konsumsi orang yang mampu beralih ke BBM yang ramah lingkungan," ujar Nicke.
Lagipula, kata Nicke lagi, di kawasan Asia saat ini yang masih mengonsumsi BBM setara premium hanya Indonesia dan Bangladesh. Sementara, di level dunia ada lima negara lain, yakni Kolombia, Mesir, Mongolia, Ukraina, dan Uzbekistan.
Konsumsi Menurun
CEO Subholding Commercial and Trading Pertamina Mas'ud Khamid mengungkapkan, memang terjadi penurunan penjualan produk premium sejak awal tahun 2019 hingga pertengahan 2020.
"Daily sales premium di awal 2019 di kisaran 31.000 hingga 32.000 kiloliter per day, Pertamax sekitar 10.000 kiloliter artinya penjualan premium tiga kali penjualan pertamax," terang Mas'ud.
Adapun, memasuki Agustus 2020, penjualan premium menunjukkan tren penurunan menjadi sebesar 24.000 kiloliter per hari sementara Pertamax meningkat menjadi 11.000 kiloliter per hari.
Mas'ud melanjutkan, proyeksi penjualan ke depannya penjualan premium akan semakin menurun volumenya.
"Pada 2024 penjualan volume gasoline sekitar 107.000 kiloliter per hari. premium dari 24.000kiloliter per hari menjadi 13.800 kiloliter per hari," ujar Mas'ud.
Di sisi lain, Anggota Komisi VII DPR RI Paramitha Widya Kusuma mempertanyakan kesiapan kilang Pertamina seandainya jadi melakukan penyederhanaan varian produk BBM.
"Terkait penghapusan premium dan Pertalite, bagaimana nanti kesiapan Kilang Pertamina untuk konfigurasi tersebut," ujar Paramitha dalam kesempatan yang sama.