Isu Gojek dan Grab Bergabung, Analis Keuangan Berikan Pandangan, Buah Simalakama untuk Grab
Isu Gojek dan Grab bakal bergabung kini sudah banyak diperbincangkan. Pertimbangan merjer antara keduanya berpotensi menjadi buah simalakama bagi Grab
TRIBUNMADURA.COM - Isu Gojek dan Grab bakal bergabung kini sudah banyak diperbincangkan.
Hal ini tentu menarik untuk dibahas sebab Gojek dan Grab merupakan penyedia jasa transportasi online terbesar di Indonesia.
Tapi ternyata, pertimbangan merjer antara keduanya berpotensi menjadi buah simalakama bagi Grab.
Jika tetap maju, Grab masih terganjal komitmen dengan Uber.
Tapi jika tidak, pemegang saham mayoritas Grab saat ini sedang tertekan.
• Benda Kuno yang Ditemukan Abdul Ghani di Dalam Sumur Kemungkinan Peninggalan Kerajaan Majapahit
• Kekesalan Thari Lihat Sikap Dory Harsa dan Bawa Anak Pergi dari Rumah, Mantan Istri Beberkan Nafkah
• Katalog Promo Superindo Periode 21 - 24 September 2020, Diskon Harga Minyak Goreng 2L Cuma Rp 22.900
Gojek dan Grab dikabarkan akan merger.
Kabar ini diulas di sejumlah media luar negeri seperti Financial Times.
Kabar merger ini menyeruak, diduga karena kondisi SoftBank sebagai pemegang saham mayoritas Grab, kini sedang tertekan.
Investasi SoftBank di banyak startup rugi besar mencapai USD 17,7 miliar selama tahun fiskal 2019.
Analis Keuangan sekaligus Business Development Advisor Bursa Efek Indonesia Poltak Hotradero mengatakan, kerugian itu diderita Vision Fund, venture capital milik SoftBank, setelah melakukan hapus buku nilai investasi di WeWork dan termasuk Uber Technologies Inc.
"Kegagalan investasi di WeWork paling fatal," ujar Poltak kepada wartawan, Senin (21/9/2020).
Menurutnya, laju bisnis perusahaan investasi milik Softbank mengalami banyak tekanan.
Sebagian besar investasi SoftBank berada di sektor jasa transportasi dan logistik yang terkena imbas langsung Covid-19.
Situasi semakin rumit lantaran adanya komitmen Grab terkait akuisisi saham Uber di Asia beberapa waktu lalu.
Poltak menerangkan Uber memiliki hak untuk menukarkan 23,2 persen kepemilikan sahamnya di Grab dengan uang tunai jika Grab tidak melangsungkan IPO hingga 25 Maret 2023.
"Jika Uber mengeksekusi haknya untuk mencairkan kepemiikan sahamnya, maka Grab harus membayar Uber sebesar USD 2,26 miliar atau lebih.
Nilai tersebut setara dengan 409 juta saham Grab yang dimiliki Uber dengan harga USD 5,54 per saham dengan bunga sebesar 6 persen per tahun," ucap Poltak.
Selama ini portofolio Vision Fund tersebar di banyak perusahaan.
• Tak Kunjung Menikah dengan Wijin, Gisella Anastasia Beri Pengakuan Jujur: Harus Lebih Berhati-hati
• Makin Mesra, Rizky Billar Kepergok Gendong Lesty di Balik Layar, Eks Rizki Tertawa: Ih Berdampingan
Nilainya ditaksir mencapai sekitar $ 33 miliar hanya di sektor transportasi dan logistik.
Beberapa investasi Vision Fund di aset ride-sharing diantaranya adalah investasi USD 7,7 miliar di Uber, USD 11,8 miliar ke Didi China, USD 3 miliar ke Grab Singapura, dan USD 250 juta ke dalam Ola India.
Untuk menutupi kerugiannya itu, SoftBank telah melepas kepemilikan sahamnya di ARM, perusahaan chip asal Inggris senilai USD 40 miliar.
SoftBank juga dikabarkan bakal melepas sahamnya di T-Mobile, perusahaan telekomunikasi asal Jerman, senilai USD 21 miliar.
Menurut Poltak, merger antara Grab dan Gojek akan menemui beberapa kesulitan.
"Misalnya, filosofi dan kultur antara kedua perusahaan ride-hailing tersebut berbeda.
Grab fokus menguasai pasar regional.
Makanya, unit bisnis Uber di Asia Tenggara diakuisisi oleh Grab dalam rangka memperluas pasar Grab," tutur Poltak.
Sementara, Gojek sejak awal lebih fokus menggarap pasar Indonesia sebagai pasar terbesar di Asia Tenggara.
Dengan menguasai pasar Indonesia, Gojek akan lebih leluasa dan mudah menerapkan strateginya untuk menggarap pasar di luar negeri.
Konsep dan strategi antara Grab dan Gojek juga berbeda.
Grab saat ini masih fokus pada bisnis transportasi yang melayani pengantaran orang maupun barang.
Sementara Gojek sudah jauh berkembang bukan hanya terbatas pada bisnis transportasi.
Bisnis Gojek kini juga bergerak dengan cepat ke arah pembayaran non-tunai melalui GoPay.
"Go-Ride saat ini lebih sebagai bagian dari ekosistem supaya GoPay lebih banyak dipakai.
GoPay sendiri statusnya sudah Decacorn," urai Poltak.
"Kalau memang mau merger pihak yang mengakuisisi dan diakuisisi harus jelas.
Jika Grab yang mengakuisisi Gojek, valuasi GoPay harus dihitung.
Sementara bagi Gojek mereka tidak membutuhkan akusisi itu karena semua yang ada di Grab sudah ada di Gojek," tuntasnya.