UU Cipta Kerja
Warganet Protes UU Cipta Kerja yang Disahkan DPR RI, Malah Banjiri Instagram Artis Korea DPR Live
Masyarakat banyak yang menolak mengenai UU Cipta Kerja yang disahkan oleh DPR. Namun, kali ini warganet malah membanjiri Instagram artis Korea
TRIBUNMADURA.COM - Aksi besar-besaran penolakan UU Cipta Kerja telah terjadi.
Masyarakat Indonesia banyak yang menolak mengenai UU Cipta Kerja yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Mulai dari aksi turun ke jalan hingga gerakan di dunia maya juga dilakukan.
Namun, kali ini warganet Indonesia malah membanjiri kolom komentar artis Korea.
Masyarakat Indonesia tengah menyoroti UU Cipta Kerja yang menjadi kontroversi.
• Download Lagu MP3 DJ Anjing Banget Remix Full Bass Terbaru 2020, Viral TikTok, Lengkap Video Musik
• BREAKING NEWS - Ketua DPD Gerindra Jatim Soepriyatno Meninggal Dunia Akibat Covid-19
• Tak hanya Surati Jokowi, Khofifah Janji Fasilitasi Buruh Dialog dengan Mahfud MD soal UU Cipta Kerja
Tidak heran jika masyarakat ramai-ramai mengkritik Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Mulai dari secara langsung maupun melalui tulisan.
Akun Instagram anggota DPR dihujani komentar warganet.
Namun, masyarakat Indonesia justru ada yang salah lapak ke Instagram artis Korea.
Yakni seorang rapper dari Korea yang bernama Hong Da Bin.
Dirinya tergabung dalam suatu organisasi kreatif yang bernama Dream Perfect Regime, dimana disingkat menjadi DPR.
Sebagian artis yang bernaung di organisasi tersebut menggunakan 'DPR' di depan nama mereka.
Termasuk Hong Da Bin yang memiliki nama panggung DPR Live.
Ternyata, warga Indonesia tidak sedikit yang mengira dirinya ada kaitannya dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Apalagi setelah melihat akun Instagramnya telah dicentang biru.
Unggahan terakhirnya yang diposting pada Minggu, 4 Oktober 2020 dihujani kalimat pedas dari warganet Indonesia.
Mulai dari menghujani dengan kata-kata kasar hingga tagar menolak omnibus law.
Komentarnya mencapai sekitar 5000 lebih komentar (8/10/2020).
Hingga sejumlah akun Instagram pun gerah dengan komentar dari warga Indonesia yang salah lapak.
Banyak akun Instagram yang memberikan koreksi dan menjelaskan jika DPR Live tidak ada kaitannya dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Ada juga yang berpendapat jika apa yang dilakukan warga Indonesia tersebut sangat memalukan.
"please banget ya bukan dpr yang ini... dia bukan dewan perwakilan rakyat please bukan yang ini... ahelah kenape sih lo pada suka salah server" tulis akun @ssupmuggle.
"TOLONG MAS-MAS MBA-MBA INI KALIAN SALAH SERVER TAU, DPRLIVE INI PENYANYI DIA BUKAN POLITIKUS, MAKASIH SEBELUMYA" tulis akun @cherryctyl_.
"Kalian yang ngata2in DPR disini bisa berenti ga? Gausah berlindung dibalik kata "JOKE" sumpahh ga lucu sama sekali. Ini masalah negara kita masalah serius ga lucu dibercandain gini udah gitu ngespam di IG artis luar yang sama sekali ga ada sangkut pautnya, ada akhlak lo kek begitu? MALU2IN!" tulis @maghfira22_.
Selain itu, artis DPR yang lain dengan nama IG @dprian juga mendapat komentar warganet Indonesia.
Namun, para artis yang bersangkutan tidak memberikan komentar apapun.
Dan sebelumnya, tagar 'DPR WE GANG GANG' juga sempat trending Twitter saat ramai pemberitaan pengesahan UU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020.
DPR WE GANG GANG adalah seruan yang khas diucapkan oleh DPR Live dalam lagunya, To Myself.
Banyak Ditolak, Bisakah UU Cipta Kerja Dibatalkan?
• Masa Depan Keuangan Aries Sampai Cinta Taurus yang Hidup, Simak Ramalan Zodiak 9 Oktober 2020
• Modal Gemini untuk Usaha Hingga Leo yang Perlu Berusaha, Simak Ramalan Zodiak 9 Oktober 2020
Opsi pembatalan
Merujuk pada UU Nomor 12/2011 tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan, RUU yang telah disahkan DPR menjadi UU harus diserahkan kepada presiden untuk ditandatangani dalam jangka waktu paling lama 30 hari.
Apabila presiden tidak membubuhkan tanda tangan dalam kurun waktu tersebut, RUU dinyatakan sah dan otomatis menjadi undang-undang serta wajib diundangkan.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menyatakan, DPR dan pemerintah sebetulnya dapat membatalkan pemberlakuan UU Cipta Kerja.
Dia mencontohkan, DPR dan pemerintah pernah mencabut UU Nomor 25/1997 tentang Ketenagakerjaan dan menunda RUU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) dan Rancangan Undang-undang Pembinaan dan Perlindungan Ketenagakerjaan (PPK).
Saat itu, UU Nomor 25/1997 dicabut karena mendapatkan penolakan pengusaha dan pekerja/buruh.
Sebelum UU itu akhirnya dicabut, pemerintah dua kali mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) pada 1998 dan 2000 yang isinya menunda pemberlakuan UU Ketenagakerjaan Nomor 25/1997.
Menurut UU 12/2011, Perppu dapat ditetapkan presiden dalam hal ihwal kegentingan memaksa.
Asfin berpendapat, kewenangan ini bisa saja dilakukan apabila presiden menghendaki.
"Bisa pakai jalur UU 25/1997, tidak pernah diberlakukan. Perppu atau UU hanya medium," ujar Asfin.
Sementara itu, Puan Maharani mengatakan, pintu bagi masyarakat memperbaiki UU Cipta Kerja tetap terbuka.
Menurut dia, jika ada pasal-pasal yang dianggap merugikan, masyarakat dapat menguji UU Cipta Kerja sesuai ketentuan perundang-undangan.
Misalnya, mengajukan judicial review terhadap UU Cipta Kerja melalui Mahkamah Konstitusi ( MK).
Berdasarkan UU 12/2011, suatu UU yang diduga bertentangan dengan UUD 1945 dapat diuji melalui Mahkamah Konstitusi.
"Sebagai negara hukum, terbuka ruang untuk dapat menyempurnakan UU tersebut melalui mekanisme yang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," ujar Puan.
Elemen buruh pertimbangkan uji ke MK
Elemen buruh tengah mempertimbangkan akan melakukan judicial review atau uji materi terhadap UU Cipta Kerja ke MK.
Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Jumisih menuturkan, pertimbangan uji materi tersebut merupakan salah satu langkah litigasi dalam melanjutkan perlawanan menolak UU Cipta Kerja.
"Tidak menutup kemungkinan bakal melakukan judicial review. Judicial review menjadi penekanan kami saat ini," ujar Jumisih saat dihubungi, Selasa (6/10/2020).
Adapun pertimbangan judicial review tersebut berangkat dari adanya deretan pasal-pasal yang mengurangi hak pekerja.
Misalnya, penghapusan aturan mengenai jangka waktu perjanjian waktu kerja tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.
Selain itu, pertimbangan gugatan uji materi ini juga karena pemerintah dan DPR tidak melibatkan peran publik selama proses pembahasan RUU Cipta Kerja dilakukan.
Untuk itu, gugatan uji materi ini akan dilakukan baik dari sisi formil maupun materiil.
"Secara umum, syarat formil prosesnya akan kami persoalkan, secara substansi, kemudian secara pembahasan ada beberapa naskah akademik yang tidak sesuai dengan isi, akan kita judicial review," kata Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Roy Jinto dalam konferensi pers, Selasa (6/10/2020).
Rencana pengajuan judicial review juga akan dilakukan organisasi buruh di bawah kepemimpinan Andi Gani Nena Wea, KSPSI.
Andi menyebutkan, sejumlah pengacara top sudah bersedia membantu buruh melayangkan gugatan ke MK.
"Ketika DPR memutuskan itu menjadi UU, memang enggak ada langkah lain bagi kami selain gugat di MK," ujar Andi.
Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Fajri Nursyamsi menyatakan, pihaknya akan membantu advokasi gugatan uji materi terhadap UU Cipta Kerja.
Fajri menuturkan, PSHK akan bersama-sama dengan gerakan jaringan lain yang menolak UU Cipta Kerja.
"Rencana ada (mengajukan judicial review). Sedang mencari momentum dan melihat pergerakan jaringan lain. Apabila sudah banyak, PSHK lebih akan berposisi mendukung secara akademik," kata dia. (Tribunnewsmaker/Talitha)