Berita Surabaya
Polisi Dalami Kemungkinan Adanya Pelaku Lain Kasus Pembuatan Surat Keterangan Hasil Rapid Test Palsu
Polisi mendalami keterlibatan institusi lainnya dalam praktik pemalsuan surat keterangan rapid test palsu.
Penulis: Firman Rachmanudin | Editor: Ayu Mufidah Kartika Sari
"Tanda tangannya palsu, dokternya memang sedang praktik di Puskesmas tersebut," kata Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak, AKBP Ganis Setyaningrum, Senin (21/12/2020).
"Ini yang masih kami dalami," sambung dia.
Tiga orang tersangka itu adalah RR (55) pemilik biro jasa tiket, DS (36) calo tiket, dan SH (46) pegawai honorer di Puskesmas wilayah Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
"Perannya masing-masing namun saling berkaitan. Pembagian hasilnya calo dan biro jasa dapat 25 ribuan sisanya diserahkan ke DS," tambahnya.
Dari keterangan para tersangka, aktifitas itu sudah berjalan sejak September 2020.
Pemalsuan surat itu dilakukan karena permintaan penumpang dan regulasi yang mengharuskan adanya surat keterangan non reaktif sebelum melakukan perjalanan.
Penumpang yang sepakat hanya perlu mengirimkan data identitas KTP.
Klien langsung bisa mendapatak surat keterangan tersebut tanpa harus melalui mekanisme tes tapid yang sesuai dan benar.
"Pemohonnya itu akan bepergian sebagian besar ke wilayah Indonesia bagian Timur, Papua, Maluku, Sulawesi, Kalimantan. Mereka melihat peluang itu dan disalahgunakan," terang Ganis.
Ganis tak menampik, hingga saat ini, proses penyidikan terhadap kasus pembuatan surat keterangan rapid test palsu itu masih terus dilakukan.
Perwira dua melati di pundak itu tak menampik jika akan ada kemungkinan tersangka baru dalam kasus tersebut.
"Sampai saat ini kami masih dalami. Termasuk keterlibatan sembilan biro jasa lainnya, kemudian perusahaan transportasi yang ada baik swasta maupun BUMN, termasuk kemungkinan menyeret okunum-oknum ASN di bidang kesehatan," kata dia.
"Kami terus dalami," lanjutnya.
Ganis mengaku prihatin terhadap praktik pemalsuan surat keterangan tersebut yang bertolak belakang dengan semangat pemerintah untuk mencegah sebaran Covid-19 di Indonesia.
"Bisa dibayangkan jika seorang yang mulanya reaktif atau positif Covid, bisa bepergian ke pulau tujuan dengan hanya membeli surat seharga Rp 100 ribu," ucap dia.
"Lalu di pulau tersebut atau di kota tujuannya ia justru menjadi karier Covid-19. Akan berapa banyak jiwa yang tertular. Itu yang kami prihatin," tegasnya.