Wakil Bupati Pamekasan Meninggal
Profil dan Biodata Wakil Bupati Pamekasan, Rajae yang Tutup Usia, Dulunya Sosok Guru dan Abdi Ponpes
Simak profi dan biodata Rajae, Wakil Bupati Pamekasan yang dikabarkan meninggal dunia di RSU Dr Soetomo Surabaya, Kamis (31/12/2020).
Laporan Wartawan TribunMadura.com, Kuswanto Ferdian
TRIBUNMADURA.COM, PAMEKASAN - Simak profi dan biodata Rajae, Wakil Bupati Pamekasan yang dikabarkan meninggal dunia di RSU Dr Soetomo Surabaya, Kamis (31/12/2020).
Wakil Bupati Pamekasan Rajae meninggal dunia di usia 44 tahun. Rajae lahir pada 19 November 1976 .
Kabar duka ini dibenarkan oleh Ajudan Bupati Pamekasan, Taufik.
Jenazah Wakil Bupati Pamekasan, Rajae akan dimakamkan di Pamekasan.
Sosok Rajae meninggalkan duka yang mendalam bagi banyak orang terutama warga Pamekasan.
Bicara mengenai sosok Rajae, TribunMadura.com pernah wawancara dengan Wakil Bupati Pamekasan, Rajae semasa hidupnya pada Senin (25/11/2019).
Wawancara ini dilakukan bertepatan dengan peringatan Hari Guru Nasional.
Ternyata, sosok Rajae yang menjabat sebagai wakil Bupati Pamekasan dulunya merupakan seorang guru.
Profil Wakil Bupati Pamekasan, Rajae
Saat TribunMadura.com menemuinya, Rajae bercerita dan mengungkapkan banyak hal tentang masa lalunya.
Terutama ketika dirinya menjadi seorang guru di Desa Bujur Tengah, Kecamatan Batu Marmar, Pamekasan, Madura.
Memori yang tidak pernah bisa dilupakan oleh Rajae. Terlebih saat momentum Hari Guru, yang diperingai setiap tanggal 25 November.
Wakil Bupati Pamekasan, Rajae, mengatakan, dirinya mulai mengabdikan diri menjadi guru honorer sejak tahun 1995 di sekolah swasta Darul Ulum II Bujur Tengah.
Saat itu, dia merupakan sosok panutan bagi anak didiknya.
Sebab selalu memberikan motivasi dan inspirasi agar pemuda desa bisa bersaing dengan orang kota.
Suami dari Yuni Lailatul Fitriyah ini mengaku memulai karir sebagai pendidik diawali dari level paling bawah yakni, Taman Kanak-kanak (TK), Madrasah Ibtidayah (MI) dan Madrasah Diniyah (MD).

Kala itu ketika Rajae mengabdikan diri menjadi seorang pendidik dengan tujuan sebagai bekal untuk mengasah kemampuan yang dimilikinya dan sebagai pengembangan diri untuk melangkah ke tahap berikutnya.
"Walau kita menjadi Pahlawan tanpa jasa tidak begitu dikenal oleh sebagian orang. Tetapi harus bersabar dan telaten dalam mentransfer ilmu dan memberikan pemahaman kepada peserta didik," katanya, Senin (25/11/2019).
Rajae juga mungungkapkan, awal mula ketika dirinya menjadi guru, gaji yang ia dapat sekali datang hanya sekitar Rp 6500 rupiah.
Dengan gaji begitu, Rajae mengaku tidak pernah mengeluh.
"Dulu gaji saya sekali datang mengajar hanya digaji Rp 6500 rupiah. Dalam satu bulan, kadang saya hanya dapat sekitar Rp 55 ribu," ujarnya.
Bahkan saat memasuki bulan puasa, Rajae mengaku mengabdikan diri di sebuah Pondok Pesantren yang tidak jauh dari desanya.
Pengabdian itu dia lakukan sebagai niat ibadah meski saat itu tidak digaji.
Selain itu, Rajae mengutarakan, tahun 2004 hingga tahun 2008 juga pernah mengajar di MTs Darul Ulum Banyuanyar, Pamekasan, Madura.
Saat itu dia mengajar santri putra dan santri putri.
"Kalau saya pribadi memahami betul apa yang menjadi keluh kesah ketika menjadi guru, namun hal itu harus disyukuri, supaya bisa menjadi guru yang hebat,” ucapnya.
Rajae juga menceritakan, sekitar empat tahun lalu, waktu dirinya mengajar di Darul Ulum Banyuanyar, ia mengajar ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Selain itu ia mengaku, sewaktu awal mengajar di Madrasah Diniyah (MD), dirinya mengajar pelajaran ilmu Nahwu, Sorrof dan Kholasoh Nurul Yakin.
Menurutnya, prinsip dalam mengajar bukan persoalan gaji, melainkan bagaimana turut serta dalam ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dan Negara.
"Ketika mengajar lebih ditekankan pada transfer pengetahuan dan pengalaman agar bermanafaat kepada seluruh anak didik," sarannya.

Tidak hanya itu, Rajae juga masih mengenang momen yang tidak bisa ia lupakan saat menghadapi anak didiknya di dalam kelas dengan berbagai karakter.
Hal yang paling ia ingat, ketika sedang megajar saat mendapati anak didiknya tidur sewaktu proses pembelajaran berlangsung.
Ketika ingin membangunkan siswanya tersebut, dirinya harus mencari cara yang inovatif, agar anak didiknya bisa ikut dalam proses pembelajaran dan bisa memamahami pelajaran yang ia berikan dengan baik.
"Yang tak kalah mengesankan lagi ketika mengajar anak didik yang tingkat dasar, ketika harus membersihkan 'bilek (kotoran mata)', sebab waktu itu tidak seperti sekarang yang pakai seragam,” katanya sembari tersenyum.
Meski demikian, Rajae saat itu mengaku masih terus semangat dan bersabar menghadapi segala rintangan, tantangan dan hambatan.
Tujuannya saat itu hanya satu, yakni ingin mengukir sejarah dalam kehidupannya.
“Saya menjalani profesi itu dengan sabar, sampai tahun 2017 kemarin baru saya melepaskan diri menjadi kepala sekolah,” ungkapnya.
Lebih lanjut Rajae mengutarakan, ada dua kata yang menjadi pegangan dirinya kala itu supaya menjadi guru yang hebat.
Pertama, menjadi seorang guru, harus selalu 'Up to date' terhadap ilmu pengetahuan yang selalu berkembang.
Sehingga proses transfer ilm kepada murid pengetahuannya selalu terbarukan.
Kedua, harus menganggap profesi guru sebagai tugas yang paling mulia.
Sehingga, akan menerima dengan sepenuh hati atas segala konsekuensi yang akan diterima.
Selang beberapa tahun Rajae mengabdikan diri menjadi guru, dia mengaku merasa terpanggil untuk berkontribusi lebih kepada masyarakat di sekitarnya.

Sehingga memasuki tahun 2008, ia memantapkan diri mencalonkan sebagai kepala desa dan keinginannyapun terpenuhi, bahkan terpilih kembali dua periode menjadi kepada desa di daerahnya.
Selain ketertarikan dirinya menjadi kepala desa, waktu itu juga Rajae merupakan satu-satunya orang yang menyandang gelar Sarjana di desanya tersebut.
Sehingga hal itulah yang menjadi semangatnya dalam mendharmabaktikan dirinya kepada masyarakat.
“Atas dasar pendidikan yang dimiliki, saya merasa punya tanggung jawab, jadi waktu itu ada panggilan hati untuk memajukan desa," ujarnya.
Terlepas dari semua itu, pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Cabang Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI ) Pamekasan tahun 2003 hingga 2004 itu mengaku kesuksesan dirinya juga berkat doa dari kedua orang tuanya yang selalu menjadikannya memiliki kesempatan terbaik dalam setiap langkah yang dinginkan.
Upaya kesuksesan itu dilakukan kedua orang tua Rajae dengan memondokkan dirinya di Pesantren Darul Ulum II Bujur Tengah mulai dari tahun 1992 hingga tahun 1998.
"Jadi di Pondok Pesantren itulah saya mendapatkan didikan yang sangat luar biasa.
Saat itu ada sosok guru yang menginspirasi bagi saya, beliau (Kiai Sholehuddin) yang selalu berpuasa setiap hari," ucapnya.
Tidak hanya itu, meski hidup di Pondok Pesantren Rajae mangaku waktu musim tani dia menyempatkan pulang untuk membantu kedua orang tuanya dan tetap bertani, karena dirinya lahir dari keluarga seorang petani.

“Selama nyawa tetap di badan, saya akan tetap berjuang, karena manusia itu harus menciptakan sejarah dalam hidupnya,” janjinya.
Rajae sampai saat ini juga masih mengingat pesan kedua orang tuanya kala itu yang sangat sederhana, yakni 'Ajher pateppak, makle tak padeh maso sengkok. Cong been monduk pabender ajher pabender makle been tak padeh so sengkok'
(Belajar yang benar, biar kamu tidak sama dengan saya. Nak, kamu mondok yang benar, belajar yang benar juga, biar nasibnya tidak sama dengan saya).
"Saya terjun di dunia politik ini ingin lebih bermanfaat secara luas kepada masyarakat.
Sehingga nantinya saya bisa melahirkan sejarah emas yang bisa menjadi rujukan di masa depan, baik bagi diri saya dan keluarga saya ataupun masyarakat sekitar, terlebih khusus masyarakat Pamekasan," harap Rajae.