Berita Blitar
Dampak Harga Cabai Mahal, Produsen Sambal Pecel di Kota Blitar Batasi Produksi Agar Tak Merugi
Pelaku industri rumah tangga sambal pecel di Kota Blitar membatasi produksi agar tidak merugi karena harga cabai yang mahal.
Penulis: Samsul Hadi | Editor: Ayu Mufidah Kartika Sari
Reporter: Samsul Hadi | Editor: Ayu Mufidah KS
TRIBUNMADURA.COM, BLITAR - Harga cabai yang kini tembus Rp 110.000 per kilogram membuat pelaku industri rumah tangga sambal pecel di Kota Blitar kelimpungan.
Para pelaku industri rumah tangga sambal pecel di Kota Blitar terpaksa membatasi produksi agar tidak merugi.
Nia Setyowati (34), produsen sambal pecel di Jl Turi Selatan, Kelurahan Turi, Kecamatan Sukorejo, Kota Blitar, misalnya.
Baca juga: Kampus STKIP PGRI Sumenep Disegel Mahasiswa, Dituding Tak Transparan soal Pengelolaan Anggaran PPL
Baca juga: 20 Tahun Cerai, Mantan Istri Datang Minta Pembagian Harta Gono Gini, Suami Bongkar Paksa Rumah
Nia membatasi produksi sambal pecel miliknya selama hampir tiga bulan ini.
Ibu dua anak ini hanya memproduksi sambal pecel untuk pelanggan tetap.
Pesanan pelanggan juga dibatasi minimal 3 kilogram sambal pecel. Untuk pesanan di bawah 3 kilogram, untuk sementara tidak dilayani.
"Sejak harga cabai tembus Rp 85.000 per kilogram, saya sudah tidak promosi lagi," kata Nia, di rumahnya, Senin (15/3/2021).
"Saya hanya melayani pesanan untuk pelanggan yang sudah pernah pesan. Itupun minimal pesanan 3 kilogram baru saya layani," sambung dia.
Sekadar diketahui, sambal pecel merupakan bumbu makanan dengan bahan pokok kacang tanah dan cabai.
Sambal pecel biasanya dipakai untuk bumbu makanan yang dilengkapi sayuran dengan lauk tahu dan tempe.
Sambal pecel merupakan makanan khas beberapa daerah di Jawa Timur termasuk di Kota Blitar.
Banyak pelaku industri rumah tangga sambal pecel di wilayah Kota Blitar, salah satunya Nia.
Nia mulai memproduksi sambal pecel sejak 2019. Dia memasarkan produksi sambal pecel secara online di media sosial.
Pelanggannya kebanyakan dari luar kota, bahkan TKW asal Blitar yang berada di Hongkong.
Hampir tiap bulan, Nia memasok rata-rata 10 kilogram sambal pecel untuk TKW asal Blitar di Hongkong.
Sebelum harga cabai mahal, Nia memproduksi sambal pecel setiap hari di rumah.
Rata-rata, dia memproduksi 3 kilogram sambal pecel per hari.
Sambal pecel miliknya dikemas dalam toples kecil dengan berat bersih 200 gram. Harga jualnya Rp 16.000 per toples kecil isi 200 gram.
"Sekarang masih produksi tapi tidak tiap hari, hanya melayani pesanan dari pelanggan tetap," tutur dia.
"Itu cara saya bertahan agar pelanggan tidak hilang sambil menunggu harga cabai turun," ujar Nia.
Menurutnya, dengan harga cabai di atas Rp 100.000 per kilogram otomatis biaya produksi sambal pecel miliknya ikut naik.
Untuk satu kilogram kacang tanah biasanya Nia butuh seperempat kilogram cabai.
Dengan takaran itu, Nia rata-rata menghasilkan produksi sambal pecel sekitar 1,5-1,6 kilogram.
"Sekarang harga kacang Rp 25.000 per kilo dan seperempat kilo cabai harganya Rp 27.500, belum bumbu lainnya," ucapnya.
"Biaya produksinya lebih separuh dari harga jual sambal. Saya jual sambal yang sudah kemasan Rp 80.000 per kilo," katanya.
Dengan biaya produksi melebihi separuh harga jual sambal pecel, keuntungan yang didapat Nia sangat tipis.
"Makanya, untuk saat ini, pesanan di bawah 3 kilo tidak saya layani. Karena saya rugi di tenaga kalau pesanan sedikit. Saya juga tidak berani menaikkan harga jual sambal pecel, kasihan pelanggan," ujarnya.
Nia berharap harga cabai bisa kembali normal diangka Rp 25.000 per kilogram. Apalagi, biasanya tiap menjelang Ramadan, dia banyak menerima pesanan sambal pecel.
"Selama produksi sambal pecel, baru kali ini harga cabai mahal sampai di atas Rp 100.000 per kilo dan berlangsung lama. Dulu pernah harga cabai Rp 85.000 per kilo tapi hanya sebentar," katanya.
Sulasmi, produsen rumahan sambal pecel lainnya di Kelurahan Turi, Kecamatan Sukorejo, Kota Blitar, juga merasakan hal sama dengan Nia.
Tapi, Sulasmi tetap bertahan memproduksi sambal pecel setiap hari. Untuk menekan biaya produksi, Sulasmi terpaksa mengurangi cabai untuk bahan sambal pecel-nya.
"Harga jual tidak saya naikan, tapi saya kurangi kebutuhan cabai," ungkap dia.
"Kalau biasanya kebutuhan cabai untuk 1 kilo kacang sebanyak 1,5 ons, saya kurangi menjadi 1 ons. Pembeli sudah menyadari karena harga cabai mahal," katanya.
Sulasmi memproduksi sekitar 2 kilogram sambal pecel setiap harinya. Dia menjual sendiri produksi sambal pecel di toko miliknya.
"Saya jual sendiri di toko saya, pelanggannya kebanyakan tetangga sendiri. Kadang juga ada pesanan dari luar, tapi jarang," ujarnya.
Sekarang harga cabai di pasar tradisional Kota Blitar masih mencapai Rp 110.000 per kilogram. Diperkirakan, harga cabai masih bisa naik lagi karena banyak petani yang gagal panen. (sha)