Tips Diet Seimbang untuk Tingkatkan Imunitas Ala Dokter Spesialis Gizi Klinik Eleonora Mitaning

Simak tips diet sehat seimbang untuk meningkatkan imunitas tubuh selama pandemi virus corona atau Covid-19. Perbanyak karbohidrat, protein dan lemak.

Penulis: Elma Gloria Stevani | Editor: Elma Gloria Stevani
Dokumen Pribadi Eleonora Mitaning Christy
Dokter spesialis gizi klinik, dr. Eleonora Mitaning Christy, M.Gizi, Sp.GK dari Brawijaya Hospital Depok dan Brawijaya Hosptal Saharjo. 

Reporter: Elma Gloria Stevani

TRIBUNMADURA.COM, JAKARTA - Salah satu cara untuk mencegah virus corona ialah memiliki daya tahan tubuh atau imunitas yang kuat.

Imunitas kuat bisa kita dapatkan dari pola makan gizi seimbang.

Diet merupakan salah satu cara memenuhi asupan pola makan gizi seimbang yang diperlukan tubuh.

Dokter spesialis gizi klinik dr. Eleonora Mitaning Christy, MGizi, Sp.GK., menyatakan pola makan gizi seimbang terdiri dari makronutrien seperti karbohidrat, protein dan lemak serta mikronutrien (vitamin dan mineral).

Komposisi makanan ini harus ada dalam sepiring nasi untuk mendapatkan imunitas yang baik.

Makanan seimbang juga harus sesuai takaran antara karbohidrat, protein dan lemak.

“Makronutrien itu ada karbohidrat, protein, lemak. Itu harus tetap ada termasuk serat.

Serat adalah bagian dari karbohidrat. Sementara, mikro nutrient seperti vitamin dan mineral.

Biasanya ada di sayur-sayuran dan buah-buahan,” ujar Dokter spesialis Gizi Klinik dari Brawijaya Hospital Depok, dr. Eleonora Mitaning Christy, MGizi, Sp.GK., dalam bincang-bincang virtual, Senin (15/3/2021).

Dalam sepiring nasi harus berisi 2/3 karbohidrat, sepertiga sayuran dan sisanya dilengkapi oleh lauk-pauk yang terdiri dari protein hewani serta buah-buahan.

“Jenis makanan yang dibolehkan saat diet yakni, 2/3 karbohidrat. Mulai dari kentang, roti gandum, shirataki, nasi merah, nasi cokelat, seratnya hingga nasi putih yang harus ditakar.

Kemudian, protein hewani dan protein nabati. Boleh kombinasi atau boleh salah satu.

Kombinasi antara sayur dan buah. Diet seimbang yang seperti ini dalam sekali makan.," kata Eleonora Mitaning Christy.

Dokter spesialis gizi klinik dr. Eleonora Mitaning Christy, MGizi, Sp.GK  mengingatkan dalam hal asupan yang seimbang, setiap orang memiliki kebutuhan kalori yang berbeda.

Ada beberapa faktor yang menentukan kebutuhan kalori setiap orang,

Mulai dari faktor usia, semakin bertambah usia, maka kebutuhan kalori semakin berkurang.

Kemudian, faktor jenis kelamin di mana pria lebih besar kebutuhan kalorinya.

Adapula faktor tinggi badan di mana seseorang dengan tinggi badan lebih akan lebih besar membutuhkan kalori dan faktor aktivitas fisik, seseorang dengan mayoritas aktivitas di luar dengan pekerja di dalam ruangan jelas berbeda kebutuhan kalorinya

Dengan sejumlah faktor di atas, maka diet tetap mengacu pada keseimbangan pola asupan karbohidrat, protein, dan lemak yang menyesuaikan kebutuhan.

“Kebutuhan kalorinya itu berdasarkan jenis kelamin, berat badan, tinggi badan dan aktivitas fisik. Jadi, setiap orang berbeda-beda kebutuhan kalorinya. Kita nggak bisa menyamaratakan,” jelas wanita yang tinggal di Jakarta tersebut.

Tips Atasi Lapar

Dokter spesialis gizi klinik dr. Eleonora Mitaning Christy, MGizi, Sp.GK membagikan tips mengatasi rasa lapar saat diet dan work from home atau bekerja dari rumah di tengah pandemi Covid-19.

Hal ideal adalah mengurangi snack atau camilan yang mengandung kalori tinggi.

Seperti yang kita ketahui, snack atau camilan menjadi pilihan untuk menemani bekerja dari rumah atau mengisi hari-hari selama pandemi Covid-19.

Konsumsi makanan ringan atau snack semakin meningkat karena banyak orang menjadikan makanan sebagai pelampiasan rasa bosan dan stres di masa pandemi.

Padahal, konsumsi camilan berarti menambah asupan kalori yang dapat berkontribusi pada penambahan berat badan hingga obesitas.

Kebanyakan snack tidak memiliki nutrisi yang menyehatkan.

Oleh karena itu, setiap orang yang menjalani diet sehat seimbang dipreskripsikan mengonsumsi makanan yang mengandung serat.

Sumber serat terbanyak berasal dari kandungan serat pada sayuran maupun buah-buahan.

Tidak hanya serat, sayur dan buah-buahan juga mengandung banyak vitamin dan mineral yang baik untuk menjaga sistem imun tubuh.

Di samping itu, pola pembersihan organ lambung terjadi dua atau tiga jam setelah makan.

Untuk itu, diperlukan jenis makanan mengandung serat yang bisa lebih lama dicerna dalam perut.

“Diet sesuai pola makan dan fisiologi pencernaan kita. Makan pagi, makan siang dan makan malam.. Kita boleh snacking atau selingan di antara waktu makan pagi dan waktu makan malam. Kemudian, dari waktu makan siang ke waktu makan malam pun ada snackingnya.

Karena pengosongan lambung itu normalnya dua sampai tiga jam. Misalnya, kita sarapan jam 7 pagi nih. Otomatis jam 10 udah lapar lagi karena lambung kosong, makanan sudah turun ke usus dua belas jari dan usus halus,” terang Eleonora.

“Saat lambung kosong, pasti ada keinginan minta makan. Nah, kalau kita nggak mengisi  snack di jam 10 mislanya, kita akan lebih cenderung lebih banyak asupan makannya di makan siang. Tapi kita harus tahu apa yang boleh dikonsumsi pada saat kita snacking. Kita pilih camilan yang sehat dan kalorinya rendah, rendah gula tetapi seratnya tinggi. Supaya kalau serat tinggi, akan berada lebih lama di lambung yah. Jadi mencernanya lebih lama di lambung, rasa kenyang pun lebih lama,” sambungnya.

Dikatakan Eleonora Mitaning Christy, orang diet tetap bisa mengonsumsi camilan.

Namun, harus pintar memilah camilan yang bisa dikonsumsi orang diet.

Camilan sehat yang bisa membantu menahan lapar adalah buah-buahan, yoghurt low fat, susu low fat dan kacang-kacangan.

“Buah adalah paling gampang. Satu buah apel kalorinya sebesar 50 kilokalori (Kkal), dua buah jeruk sebesar 50 Kilokalori (Kkal)., satu buah pisang 50 Kilokalori (Kkal), buah naga 50 Kilokalori (Kkal).

Sedangkan, Martabak manis 200 Kilokalori (Kkal) sama dengan nasi 6-8 sendok sebesar 175 kilokalori. Bayangkan, kalau cemilan kamu lebih banyak dari porsi nasi tentu berat badan berlebih dong. Camilan boleh. Tapi kalorinya dilihat. Aku sarankan kalori rendah seperti buah, sayur, yoghurt low fat, susu low fat, kacang-kacangan seperti pistachio, almond, edamame. Jadi, boleh ada snacking tetapi diperhitungkan sama energinya,” papar Eleonora Mitaning Christy.

Olahraga saat Pandemi

Pandemi Covid-19 membuat kita harus lebih memperhatikan kondisi kesehatan.

Hanya saja, tak sedikit orang yang jadinya malah lebih 'mager' alias malas gerak, terlebih karena pandemi virus corona membuat aktivitas terpusat di rumah.

Untuk menurunkan berat badan, kita harus menggunakan lebih banyak energi daripada yang dikonsumsi dalam makanan dan minuman sepanjang hari.

Disarankan membangun lebih banyak aktivitas fisik dalam kehidupan sehari-hari.

“Orang sekarang males berolahraga karena menggunakan masker atau jaga jarak. Pertama, jangan takut pakai masker saat olahraga. Kita bisa kok pilih olahraga yang memang nyaman untuk tubuh kita. Kita bisa adaptasi dengan baik. Bahkan saat kita memakai masker. Kenapa sih orang takut pakai masker? Mungkin ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Terutama mereka yang misalnya olahraganya berat. Misalnya, lari jarak jauh. Misalnya sepeda dengan kecepatan tinggi atau misalnya olahraga dengan intensitas yang berat. Apalagi, mereka yang jarang olahraga atau tidak terbiasa olahraga sebelumnya,” ucap Eleonora Mitaning Christy.

Eleonora Mitaning Christy menyarankan, seseorang berolahraga dengan intensitas sedang dan menggunakan masker.

Begitu pun sebaliknya, olahraga dengan intensitas tinggi dan memakai masker justru mengganggu sirkulasi udara.

“Jadinya, kalau kita pakai masker, olahraga dengan intensitas tinggi, tubuhnya belum adaptasi, Takutnya nanti akan mengganggu sirkulasi udara yang tertutup masker, yah. Jadi, tidak leluasa seperti kita kalau tidak pakai masker. Itu harus diperhatikan. Dan kemudian, ada orang-orang tertentu yang memang ada gangguan pernafasan, sakit jantung dan itu juga hati-hati untuk penggunaan masker yang terlalu lama disertai dengan olahraga yang terlalu berat. Karena nanti sirkulasi okigen terganggu.  Tapi kalau orang itu sehat-sehat aja, kemudian dipilih nih olahraga yang intensitasnya nggak usah terlalu berat-berat dulu.,” lanjutnya.

American College of Sports Medicine merekomendasikan agar masyarakat melakukan olahraga setidaknya 150 menit setiap minggunya. Tujuannya, agar tetap sehat dan fit.

Olahraga selama 150 menit bisa dibagi rata.

Dapat dikatakan, dalam sehari seseorang bisa melakukan olahraga selama 30 menit.

“Dari American College of Sport Medicine terkait olahraga, itu dilakukan kira-kira minimal sehari itu 30 menit. Jadi, kira-kira seminggu itu 150 menit per minggu. Tapi 150 menit itu dibagi-bagi rata. Jangan 150 menit, oke aku weekend aja deh 2 jam gitu,” ucap Dokter Eleonora.

“Jadi disarankan pembagian rata. Jadi, kalau misalnya nih oke deh dalam seminggu, lima hari atau lima kali olahraga? Tapi kalau 150 menit sehari paling tidak 30 menit. 30 menit kali lima sudah 150 menit,” lanjut dia.

Selain itu, Dokter Eleonora mengatakan, saat kondisi pandemi Covid-19 ini masyarakat harus berolahraga.

Ada berbagai macam olahraga yang bisa dilakukan untuk meningkatkan imunitas tubuh.

Salah satunya bisa melakukan olahraga di dalam rumah dan di luar rumah.

“Pilih aja olahraga yang intensitasnya sedang seperti, jalan power walk yah jalannya.

Bukan jalan santai misalnya ada kecepatannya tuh kira-kira 4 km/jam atau bersepeda. Misalnya kecepatannya 16 km/jam. Kita boleh pakai masker kain sesuai dengan ketentuan dari Kementerian Kesehatan.

Kalau nanti sudah berkeringat, jangan lupa maskernya diganti. Supaya sirkulasi udaranya baik. Kemudian, untuk physical distancing. Itu tergantung. Kalau misalnya kita olahraga di rumah. Kita nggak perlu repot-repot kan supaya sirkulasi udaranya lancar,” ujar Eleonora Mitaning Christy.

Olahraga dan bergerak aktif dinilai lebih baik daripada tidak berolahraga sama sekali.

Seseorang dapat memulai olahraga dari yang paling ringan sampai meningkatkan frekuensi, intensitas, dan durasi dari waktu ke waktu.

Alternatif lain, melakukan olahraga untuk memperkuat massa otot, baik di rumah atau di gym.

“Kalau pengen olahraga, tapi takut ketemu orang, yah di rumah aja atau di lingkungan rumah.

Nggak perlu repot-repot jaga jarak kan? Jadi, tidak ada alasan untuk kita tidak olahraga karena kita takut pakai masker,” tutur Dokter Eleonora.

“Olahraganya mungkin yang tidak terbiasa olahraga berat, kita pilih olahraga dengan intensitas sedang saja. Seperti yang saya jelaskan tadi, bisa jalan cepat, sepeda yang tidak terlalu cepat.

Kita juga bisa pilih aerobic di rumah. Dengan intensitas yang tidak usah terlalu menghentak-hentak lah, yang biasa aja atau intensitasnya sedang-sedang aja.

Ada dua jenis olahraga yakni, aerobic dan kekuatan massa otot.

American Heart Association merekomendasikan dua-duanya.

"Aerobic lebih ritmis, ada gerakan berulang seperti jalan dan senam aerobic untuk membakar kalori lebih cepat dan lebih banyak.

Kekuatan massa otot juga penting, ada kombinasinya.

Kekuatan massa otot bisa dilakukan dengan push up, sit up, yoga dan angkat barbel ringan,” paparnya.

Dokter Eleonora mengingatkan agar saat ini untuk lebih waspada jika ingin berolahraga di gym dan pastikan tetap menerapkan protokol kesehatan dan menjaga jarak.

“Dalam gym itu di tengah pandemic Covid-19 begini tentu ada pertimbangannya. Mungkin tidak bisa seperti itu dulu. Kalau gym di lingkungan tertutup, pakai AC, kemudian juga tempat gym kurang luas. Jarak antar satu dengan yang lain juga dekat.

Tapi kembali lagi, apakah tempat gym tersebut menerapkan protocol kesehatan atau tidak, orangnya banyak atau tidak di dalam satu ruangan. Tempatnya bagaimana, terapkan protocol kesehatan atau nggak atau berapa banyak orang yang ada di situ. Ada risk ( red – risiko) dan benefit (red – manfaat). Kita harus lebih hati-hati,” pungkasnya.

Very Low Calorie Diet (VLCD)

Diet tepat dengan memenuhi kebutuhan nutrisi seimbang setiap hari, juga memerhatikan asupan kalori, dapat membuat tubuh langsing dan sehat.

Memang butuh waktu serta perlu mengombinasikannya dengan olahraga.

Menurut Eleonora Mitaning Christy, diet kalori sangat rendah, Very Low Calorie Diet (VLCD) belum  menjadi pilihan yang tepat.

Very Low Calorie Diet (VLCD) hanya boleh diikuti untuk waktu yang terbatas, sehingga disarankan berbicara dengan dokter sebelum memulai.

“Diet ekstrem kalau di dunia kedokteran, atau di gizi klinik itu disebut very low calorie diet atau Very Low Calorie Diet (VLCD). Jadi, berapa kalori untu VLCD? Kalau kurang dari 800 kalori.

Ada rangenya 400-800 kilokalori (Kkal). Saya merekomendasikan diet seimbang dengan low calorie diet yah jadi ada defisit  atau pengurangan kalori tapi nggak ekstrem.

Kalau Very Low Calorie Diet (VLCD), bayangkan ini cuman 400 sampai 800 Kkal. Sedikit banget.

Sedikit banget. Bahkan, kalau saya hitung-hitung untuk kebutuhan energi basal saya saja sudah 1200 Kkal.

Bayangkan saja kalau saya cuma makan 400 kalori atau seperiganya. Tentu sangat amat tidak cukup untuk memenuhi aktivitas saya sehari-hari,” papar Eleonora Mitaning Christy.

Sebelum memulai diet kalori sangat rendah, pastikan bahwa itu adalah pilihan yang tepat.

Hal ini juga penting bahwa diet yang dipilih aman dan dapat diikuti dengan benar.

Itu artinya, harus berbicara dengan dokter untuk saran lebih lanjut.

Very Low Calorie Diet (VLCD) mengandung kalori jauh lebih sedikit daripada kebanyakan orang perlu menjaga berat badan, stabil sehat.

Oleh karena itu, makan diet sangat rendah kalori dapat menyebabkan penurunan berat badan lebih cepat daripada sebuah program penurunan berat badan konvensional.

Sangat penting bahwa Very Low Calorie Diet (VLCD) hanya digunakan oleh orang-orang yang membutuhkannya dan bahwa Very Low Calorie Diet (VLCD) tersebut aman dan diikuti dengan benar.

“Dan dalam kalori yang kecil itu ngga boleh sembarangan. Tetap harus ada semua zat gizi, baik dari karbohidrat, protein, lemak, serat dan mineral. Nggak boleh terlalu lama, Very Low Calorie Diet (VLCD) ini juga ada efek sampingnya. VLCD ada yang jangka pendek dan jangka panjang.

Apa aja nih yang jangka pendek, Karena misalnya kalori dikit banget, dia cenderung kekurangan nutrisi yang adekuat baik itu makronutrient maupun vitamin, mineral.

Bisa jadi nanti kulitnya kering, rambutnya rontok, gampang kedinginan dan konstipasi. Bahkan, jangka panjangnya justru membuat batu saluran empedu. Jadi, diet dengan kalori rendah itu bisa 28 persen orangnya berisiko mengalami batu kandung empedu,” ucapnya.

Pemotongan kalori secara signifikan dapat menyebabkan masalah  kesehatan seperti defisit nutrisi dan batu empedu.

Sebuah Very Low Calorie Diet (VLCD) yang tepat akan memastikan bahwa Anda terus mendapatkan semua nutrisi yang dibutuhkan dan biasanya diikuti di bawah pengawasan, sehingga tindakan yang dapat diambil jika terjadi masalah kesehatan.

“Bagaimana bisa? Kalau misalnya dalam fisiologi saluran cerna atau saluran cerna kita normal.

Pencernaan kita mulai dari mulut, enzim-enzim yang ada di mulut, kerongkongan, lambung, usus 12 jari, usus besar. Nah, kalau kita makan secara normal ada protein, lemak.

Makanan ketika masuk ke usus 12 jari ada suatu organ bernama empedu dekat hati. Empedu akan mengeluarkan cairan empedu.

Untuk mencerna lemak yang ada di dalam pencernaan kita.

Supaya lemak yang masuk nanti dapat diserap oleh usus, dapat diambil manfaatnya.

Nah, kalau kita diet dengan kalori yang sedikit dan tidak ada lemak, organ empedu ini tidak akan terangsang untuk mengeluarkan cairan empedu.

Cairan empedu ini akan menumpuk di kantung empedu dan lambat laun menjadi batu,” ungkap Eleonora Mitaning Christy.

Siapa yang harus menggunakan sebuah VLCD?

VLCD hanya cocok untuk orang yang sangat gemuk.

Kebanyakan orang yang ingin menurunkan berat badan tidak perlu makan diet sangat rendah kalori.

“Itu ada indikasinya. Misalnya indeks massa tubuhnya lebih dari 30 dan dia sudah menggunakan metode diet yang lainnya, tetapi tidak berhasil. Berarti harus dicoba diet yang lain dulu yah. Nggak tiba-tiba yang langsung rendah kalori. Dengan metode lainnya, dia nggak berhasil atau mungkin indeks massa tubuhnya nggak mencapai 30 tapi ada obesity-related desease atau penyakit yang menyertai obesitas.

Misalnya gangguan saluran nafas atau penyakit-penyakit parah yang dapat mengganggu organ-organ tubuh yang terjadi karena obesitas. Kita perlu menurunkan cepat dan harus agak esktrem dan ada pertimbangannya.

Sebenarnya itu ada batasannya kalaupun dia melakukan diet sangat rendah kalori atau VLCD. Untuk pria tidak boleh kurang dari 500 Kkal. Kalau untuk wanita tidak boleh kurang dari 400 Kkal. Itu harus dengan pengawasan dan pertimbangan khusus," ucapnya.

Lebih lanjut, Eleonora Mitaning Christy mengatakan, apabila ada orang-orang yang berkeinginan untuk tetap melakukan diet di masa pandemi, sebaiknya segera berkonsultasi kepada dokter atau ahli gizi.

“Kalau untuk diet saya sarankan ke dokter yang memang ahli menangani masalah atau management tentang obesitas atau over weight karena perhitungannya banyak dan panjang ,” pungkasnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved