Berita Bangkalan

Daya Jual Berkurang, Pedagang Ayam Potong di Pasar KLD Menjerit Babak Belur Dihantam Pandemi

Ny Hindun pun tersentak dan beranjak dari tidur lelapnya. Suasana sepi pembeli dan semilir angin terkadang membuat perempuan asal Jalan Kartini

Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Samsul Arifin
TRIBUNMADURA.COM/AHMAD FAISOL
Pedagang ayam potong, Ny Hindun (44) meratapi suasana sepi yang semakin akrab mewarnai lapak-lapak pedagang ayam potong di Pasar Tradisional Ki Lemah Duwur, Jalan Halim Perdana Kusuma, Ringroad, Jumat (3/12/2021) 

TRIBUNMADURA.COM, BANGKALAN – Perjuangan Ny Hindun (44), pedagang ayam potong di Pasar Ki Lemah Duwur (KLD) Kota Bangkalan untuk kembali memulihkan omzet penjualan karena hantaman pandemi Covid-19 seolah terbentur karang. Para pelanggannya tidak kembali ke pasar setelah marak abang penjual keliling yang memanfaatkan masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Lantunan kumandang ayat-ayat suci Al Quran menjelang waktu Shalat Jumat terdengar sayup menyeruak di kesunyian sudut lapak-lapak khusus pedagang ayam potong, bebek potong, dan daging potong di pasar tradisional KLD, Jalan Halim Perdana Kusuma, Ringroad, Jumat (3/12/2021).

Ny Hindun pun tersentak dan beranjak dari tidur lelapnya. Suasana sepi pembeli dan semilir angin terkadang membuat perempuan asal Jalan Kartini, Kelurahan Kraton itu mudah mengantuk dan merebahkan tubuh di kursi panjang di belakang lapak miliknya.

“Silahkan Mas, butuh ayam potong berapa kilo. Tidak terasa waktu sudah siang,” sapa Ny Hindun sambil merapikan rambutnya yang sempat terurai.

Pantauan di lapangan, dari total 28 lapak khusus penjual ayam, bebek, dan daging potong hanya ditempati Ny Hindun. Lapak perempuan asal Jalan Kartini Kelurahan Kraton itu bersebelahan dengan lapak milik Fasihah (60), sesama penjual ayam potong asal Kelurahan Pejagan.

Baca juga: Bupati Bangkalan Berikan Insentif untuk Guru Madin dan Guru Ngaji Rp 600 Ribu, ini Rinciannya

“Seperti yang terlihat, kondisi pasar sepi. Untuk bermain dan berlari pun bisa, dulu lapak-lapak di sini ramai. Sekarang hanya menyisakan dua pedagang saja, kalah sama abang-abang keliling,” ungkap Ny Hindun kepada Surya.

Ia menuturkan, keberadaan abang keliling penjual ayam potong dan bahan kebutuhan rumah tangga dirasakan telah memukul sendi-sendi perekonomian dan omset penjualannya. Ia kini kesulitan hanya untuk menghabiskan 20 Kg per hari ayam potong dagangannya.

“Omzet tersisa seperempat, coba separuh saja sudah bagus, Sebelumnya, bisa terjual 60-70 Kg per hari. Sejumlah 20 Kg di antaranya habis hanya untuk kebutuhan para pelanggan yang buka warung nasi. Sekarang mereka hanya beli 1-2 Kg saja,” tuturnya.

Kondisi maraknya para abang keliling penjual ayam potong telah ia sampaikan kepada pihak Pasar KLD. Dengan harapan pihak pasar dan instansi terkait bisa melakukan penertiban, sehingga upaya Ny Hindun untuk memulihkan omset penjualannya bisa segera teratasi.

Untuk bertahan sebagai pedagang ayam potong yang sudah ia geluti selama 30 tahun, ia harus keluar-masuk bank untuk kebutuhan bantuan permodalan. Hal itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sekolah dua anaknya.

“Ramai ada bantuan yang katanya sebesar Rp 2,4 juta, tetapi saya kok tidak pernah mendapatkan bantuan itu. Padahal untuk kebutuhan harian sekolah satu anak saja, Rp 25 ribu. Sementara para pelanggan sudah tidak lagi ke pasar, karena di setiap pertigaan perumahan sudah banyak abang keliling,” pungkasnya.  

Seorang ibu rumah tangga, Ny Pita Kusuma (35), warga Desa Jaddih, Kecamatan Socah mengaku sangat terbantu dengan keberadaan para abang keliling. Selain harga lebih murah dari harga di pasar, ia tidak perlu repot pergi ke pasar.

“Tentu saja sebagai konsumen, saya akan menimbang dan memilih belanja yang paling aman apalagi di tengah wabah Corona. Dari segi harga juga berfluktuasi setiap harinya, kadang turun kadang naik. Jika dibandingkan dengan harga pasar sangat bersaing,” ungkap ibu dengan dua anak itu.

Ia mengakui bahwa sejak pandemi dan PPKM Covid-19 banyak penjualan barang hingga kebutuhan rumah tang dijual secara online, termasuk para abang keliling yang mendatangi rumah-rumah di perkampungan.

“Terkadang harga barang dan ikan lebih mahal di pasar, nah itulah yang membuat saya mulai mengurangi pergi ke pasar. Semisal untuk harga ayam potong, abang keliling menjual Rp 28 ribu per Kg, ada selisih Rp 7 ribu per Kg. Sedangkan  di pasar harganya jauh lebih mahal, Rp 35 ribu per KG,” pungkasnya.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved