OJK Catatkan Banyak Milenial Minat di Trading, Ini Kata Pakar dari UGM, Jangan Abaikan 3 Hal Ini
Dari data yang tercatat dari OJK berdasarkan demografi investor individu dengan usia di bawah 30 tahun sudah mencapai kurang lebih 57 persen
TRIBUNMADURA.COM - Kaum milenial kini mulai tertarik di pasar modal atau trading. Tentu hal ini menjadi kebanggaan tersendiri.
Dari data yang tercatat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan demografi investor individu dengan usia di bawah 30 tahun sudah mencapai kurang lebih 57 persen.
Dilansir dari Kompas.com, Pengamat perbankan, keuangan dan investasi Universitas Gadjah Mada (UGM) , Eddy Junarsin, juga menilai banyaknya kalangan anak muda tertarik di dunia investasi atau trading sangat baik.
Karena dengan berinvestasi atau menyalurkan dana melalui sekuritas sebenarnya sebagai upaya membantu pihak-pihak yang memerlukan dana.
“Upaya memajukan perekonomian ya seperti itu, termasuk di Indonesia. Untuk perekonomian cepat maju maka butuh dunia usaha dan dunia usaha ini butuh dana, dana buat modal, dana buat ekspansi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Uangnya dari mana? Ya di antaranya dari penerbitan sekuritas," ujarnya dilansir melalui Kompas.com dari laman UGM.
Baca juga: Ketagihan Main Trading, Sales Roti di Blitar Menguras Uang Tabungan Pelanggan hingga Puluhan Juta
Para anak muda saat ini, dinilai sudah mahir berinvestasi sangat luas. Mereka tidak lagi sekedar menaruh uang di deposito tetapi sebagian besar bermain investasi melalui pasar saham, obligasi, warren buffet, pasar derivatif dan lain-lain.
“Ini saya kira bermanfaat untuk Indonesia karena dunia usaha akan cepat maju. Ada yang butuh dana dan semakin banyak pihak investor yang bersedia menanamkan investasi atau membeli sekuritas," ucapnya.
Anak muda suka berinvestasi, buka peluang kerja
Selain sebagai sarana meningkatkan pendapatan alternatif di luar pekerjaan rutin, para anak muda yang berinvestasi ini juga sebenarnya membuka lapangan kerja. Dunia investasi bisa menunjang hal tersebut karena dengan perkembangan teknologi tentunya akan banyak sekali pekerjaan terhapus.
“Di zaman kita dulu beberapa bulan sebelum lulus mungkin saja sudah ada tawaran kerja entah di BUMN, di perusahaan-perusahaan swasta semacam Unilever, di perusahaan konsultan, di kementerian atau apapun. Tapi dengan teknologi saat ini banyak pekerjaan terpangkas, ada risiko pengangguran," tambahnya.
Dengan adanya tren teknologi maka sangat mungkin banyak anak muda bermain investasi. "Ini bisa mengurangi pengangguran bahkan menambah lapangan kerja karena membuka cakrawala baru sehingga keduanya saling diuntungkan baik investor maupun dunia usaha karena bisa mendapatkan dana dengan lebih mudah," terangnya.
Salah langkah, bukan untung malah buntung
Hanya saja, kata Eddy, pemikiran anak muda yang ingin cepat kaya melalui investasi saham, obligasi dan semacamnya menjadi persoalan yang harus mendapat perhatian. Tanpa mendapat perhatian secara khusus bisa-bisa kaum milenial mengambil keputusan berinvestasi yang tergesa-gesa.
Masalahnya, dalam 1 hingga 2 tahun terakhir marak komplain soal investasi bodong. Investasi yang tidak berizin dan tidak sedikit yang tidak mendapat endorce dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau jika itu berkaitan dengan payment tidak mendapat lampu dari Bank Indonesia (BI).
“Ya karena sifat dasar manusia tidak sabaran pengin cepat kaya. Terutama anak muda yang sering disebut darah muda, pengin cepat lantas gegabah dalam berinvestasi," ujarnya.
Sikap gegabah ini, menurut Eddy, memang bisa jadi karena ketidaktahuan. Tetapi bisa pula karena tuntutan situasi dan itu sebagai pilihan yang berisiko tinggi. “Memang semakin tinggi hasil atau return yang diharapkan semakin tinggi risiko yang harus ditempuh. Ini sangat alami dan karenanya minimal harus tahu pengetahuan dasar soal apa itu investasi," paparnya.
Cara aman berinvestasi
Eddy mengakui cara aman berinvestasi memang menaruh uang dengan deposito berjangka. Hal itu dinilainya aman meskipun hasilnya sangat kecil sebesar 2,5 persen per tahun atau membeli surat berharga negara yang besarannya 4-5 persen per tahun.
Oleh karena itu, ia berharap sikap kehati-hatian para milenial muda sebelum melakukan trading. Menurutnya para milenial ini sangat perlu membekali diri pengetahuan terkait produk-produk keuangan.
Baca juga: Mantan Karyawan Bank Tipu 15 Orang Mitra Kerja Lewat Investasi Trading, Raup Untung hingga Rp 15 M
Disamping itu, mereka pun diharapkan mengikuti guidence yang disarankan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Sebab, guidance milik OJK mirip BPOM dimana dalam industri obat, BPOM bertuga memastikan semua telah teruji melalui berbagai uji klinis.
“Meski tidak ada yang aman 100 persen setidaknya produk investasi yang sudah dilisensi oleh OJK bisa menjadi acuan untuk masyarakat umum," jelasnya.
Karena investasi lagi tren di kalangan muda dan bisa dilakukan siapapun dengan latar belakang apapun, Eddy berharap ada semacam materi soal pengelolaan keuangan yang bisa disampaikan ke semua program studi. Edukasi atau literasi ini untuk meningkatkan pengetahuan dasar tentang produk investasi.
“Karena kebanyakan di anak muda saat ini kan tidak sabaran, lebih instan, lebih melek teknologi, memiliki kepercayaan diri tinggi, tidak suka pekerjaan yang sifat rutin. Saya kira penting sekali memberikan pada mereka materi soal pengelolaan uang atau apalah karena sayang sekali kalau bakat-bakatnya bagus tetapi melakukan kecerobohan atau gegabah karena tidak tahu. Tapi kalau sudah tahu, namun gegabah itu kan pilihan hidup," tandasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Banyak Anak Muda Terpikat Trading, Pengamat UGM Ingatkan 3 Hal Ini",