Memilih Damai

Pemilih Rasional Sudah Tak Terpaku di Isu Primordial, Tiga Figur ini Muncul di Bursa Pilpres 2024

Munculnya figur tanpa mengenal latar primordial seperti asal kedaerahan, maka pemilu berjalan baik. Nantinya, kampanye akan banyak diisi adu gagasan

Penulis: Bobby Koloway | Editor: Aqwamit Torik
TribunMadura.com/Habiburrahman
Talkshow Tribun Series "Memilih, Damai!" yang berlangsung di Aula Soetandyo Wignjosoebroto Fisip Unair, Jumat (2/12/2022). Diskusi "Presiden ke delapan: Haruskah Kembali Perdebatan Jawa vs Non Jawa?" (Yang Muda, Yang Primordial) ini menghadirkan Pengamat Ekonomi Politik Fachry Ali, Peneliti Litbang Kompas Yohan Wahyu, Dosen Fisip Unair Airlangga Pribadi Kusman dan Fakultas Ilmu Budaya Unair Pradipto Niwandhono dengan host Paramitha Soemantri dan Moderator Tri Mulyono. 

Pengamat Ekonomi Politik, Fachry Ali, menyambut baik hasil survei tersebut. Ini menjadi alarm bagi kandidat untuk tak boleh hanya sekadar menjual isu primordial.

"Fenomena ini memperlihatkan bahwa dasar struktur masyarakat dalam konteks demografi sedang bergerak. Mereka yang lahir tahun 80-an ke bawah, semakin kecil, di atas itu semakin membesar," katanya.

Masyarakat semakin dewasa dengan memperhitungkan banyak hal dalam memilih figur pemimpin, dibanding berbicara latar belakang kedaerahan.

"Kelihatannya, bahwa ikatan primordial di bidang etnik, mengalami declining (penolakan)," katanya.

Sekali pun, ia mengakui bahwa isu primordial tak bisa lepas begitu saja dalam pemilu, misalnya ketika berbicara soal agama. Namun, seorang kandidat pemimpin masih harus ditopang dengan berbagai hal pendukung, seperti program dan pengalaman.

Apalagi, pemimpin nasional berlatarbelakang dari luar Jawa juga bukan lah baru. Misalnya, dengan nama  Hamzah Haz hingga Jusuf Kalla yang pernah menjadi Wakil Presiden.

Figur-figur tersebut justru membuktikan adanya faktor elektoral.

"Munculnya kandidat pemimpin yang berasal dari luar Jawa, justru bisa jadi penyeimbang," katanya.

Apalagi, dengan keberadaan media massa hingga media sosial semakin mempermudah seorang kandidat dalam melakukan sosialisasi.

"Para calon pemimpin ini harus menarik bagi pemlihnya. Ini menarik, sebab milenial memiliki kecenderungan untuk tak terlibat secara langsung dalam politik," katanya. 

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved