Perempuan Madura
Perempuan Madura, Dwi Ratih Ramadhany Kegemaran Menulis Bermula dari Cerita Nenek Sewaktu akan Tidur
Dwi Ratih Ramadhany, perempuan Madura yang selalu mengekspresikan kecintaannya terhadap tempat kelahiran dengan mengangkat persoalan Madura.
Penulis: Hanggara Pratama | Editor: Ficca Ayu
TRIBUNMADURA.COM, SAMPANG - Kecintaan Dwi Ratih Ramadhany, perempuan asal Jalan Mutiara, Kelurahan Banyuanyar, Kecamatan Sampang terhadap Bumi Madura tak perlu diragukan lagi.
Melalui hobi menulis, ia selalu mengekspresikan kecintaannya terhadap tempat kelahiran dengan mengangkat persoalan atau fenomena Madura.
Pengalaman di dunia menulis sudah malang melintang, selain aktif di program Ruang Perempuan dan Tulisan, wanita yang akrab di sapa Ratih itu juga pernah mengikuti Akademi Menulis Novel DKJ tahun 2014 dan Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) tahun 2015.
Selain itu, juga pernah aktif di Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) tahun 2016 dan novelnya yang berjudul Badut Oyen diterjemahkan ke Bahasa Melayu.
Baca juga: Profil Tokoh Madura Syaikhona Kholil Bangkalan, Ulama Tersohor Bergelar Pahlawan Nasional, Mahaguru
Lalu beberapa cerpennya tersebar di berbagai surat kabar nasional dan menjuarai lomba serta masuk dalam kumpulan cerpen Pemilin Kematian 2017, sedangkan novelnya berjudul Silsilah Duka terbit di Basabasi 2019.
Dari semua capaian dan perjalanan karya yang sudah berada skala nasional tersebut ternyata kecintaannya dalam menulis bermula dari cerita dongeng yang selalu disampaikan neneknya saat menjelang tidur.
Kemudian saat beranjak ke Sekolah Dasar (SD), Dwi Ratih menerima pelajaran Bahasa Daerah, lalu menerima tugas menceritakan kembali sebuah cerita rakyat atau biasa disebut Foklore.
Kala itu ia menceritakan foklore Madura dan tugas itu dia anggap tidaklah sulit karena kebetulan dirinya suka bercerita, apalagi ayahnya memiliki buku Babad Songenep.
"Saya memang suka dengan cerita rakyat, jadi saat itu saya semakin suka dengan cerita," kata Dwi Ratih Ramadhany.
Baca juga: Satu-Satunya dari Pulau Madura, Bupati Sumenep Achmad Fauzi Borong Dua Penghargaan BKN Award 2023
Lambat laun, Dwi Ratih Ramadhany merasa memiliki latar belakang menulis sehingga saat duduk di bangku kuliah, tepatnya jurusan Sastra Inggris di Universitas Negeri Malang (UM) memilih bergabung dengan komunitas dan organisasi menulis.
Harapannya agar mampu mengasah kemampuan menulis dan menambah relasi atau tema, sehingga dari berbagai kegiatan yang dijalani, ia semakin termotivasi.
"Untuk tema tulisan yang saya pilih beragam, seperti bentuk eksperimen dengan rekonstruksi ulang pandangan baru dari cerita rakyat dan menggarap mitos-mitos yang ada di masyarakat, hingga sampai isu sosial dan gender," terangnya.
Baca juga: Pemuda Madura Pelopor Delegasi Sampang Sabet Juara 1, Akan Bela Provinsi Jatim di Kancah Nasional
Meski terdapat beberapa tema, Ratih mengaku karyanya tidak jauh dari topik Madura, hal itu dia pilih karena rasa kebanggaannya terhadap tanah kelahiran dan untuk mengurangi rasa rindu saat berada di tanah tantau.
Berkat keuletannya di bidang tulis-menulis, Ratih mendapat banyak penghargaan, salah satunya menjadi penerima easiswa peliputan program Perempuan Berdaya di Media dari Project Multatuli dan We Lead tahun 2022.
Kemudian mendapat juara 2 lomba menulis cerita rakyat Kemendikbud 2015. Serta meraih juara 3 Lomba Cerpen Peksiminas 2014.
”Untuk sebagian Cerpen terbit di Jawa Pos dan Kompas. Kalau sekarang profesi saya editor buku, tapi masih menyempatkan untuk nulis cerpen dan novel,” pungkasnya.
Baca Berita Madura lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.