Kilas Balik

Pemain Film Pengkhianatan G30S/PKI Ungkap Alasan Soeharto Makamkan Soekarno di Blitar

Inilah alasan sebenarnya Soeharto makamkan Soekarno di Blitar. Soekarno bersama Mohammad Hatta merupakan orang yang membacakan naskah Proklamasi

|
Editor: Januar
Istimewa
Kolase Soeharto dan Soekarno 

TRIBUNMADURA.COM- Inilah alasan sebenarnya Soeharto makamkan Soekarno di Blitar.

Soekarno bersama Mohammad Hatta merupakan orang yang membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Sehingga, tak mengherankan baik Soekarno maupun Mohammad Hatta digelari Pahlawan Proklamator.

Gelar tersebut diberikan oleh Presiden Republik Indonesia ke-2, Soeharto.

Selain sebagai Proklamator, Soekarno juga dikenal sebagai Presiden pertama Indonesia.

Era kepemimpinan Soekarno mengalami senjakala pada dekade 60-an.

Selang beberapa tahun kemudian, Soekarno pun wafat.

Baca juga: Pengakuan Sebenarnya Dokter yang Otopsi Jenazah Korban G30S/PKI, Tak Seperti yang Diberitakan

Jenazah Soekarno kemudian dimakamkan di Blitar, Jawa Timur oleh presiden kedua RI, yakni Soeharto.

Terkait hal ini, seorang aktor yang pernah memerankan sosok Soeharto di film "Pengkhianatan G30S/PKI", Amoroso Katamsi, pernah angkat bicara.

Hal itu sebagaimana yang tertulis dalam buku "Pak Harto, The Untold Stories".

Menurut Amoroso, terdapat sejumlah hal yang disampaikan Soeharto terkait alasan memakamkan Soekarno di Blitar.

Satu di antaranya karena di sana, jenazah Soekarno bisa dimakamkan dekat dengan sang ibu.

"Ketika itu terdapat berbagai masukan dari keluarga beliau. Tetapi saya ingat bahwa Bung Karno adalah orang yang sangat menghargai ibunya. Jadi saya putuskan beliau dimakamkan dengan ibunya di Blitar," kata Amoroso, menirukan Soeharto.

Selain itu, hal tersebut juga sebagai bentuk penghormatan Soeharto kepada Soekarno.

Amoroso pernah menanyakan sesuatu kepada Soeharto terkait perannya dalam film "Trikora".

"Ketika itu Bapak kan ngendhiko (mengatakan), saat Bung Karno bertanya kepada Bapak, aku iki arep mbok apakke (saya ini mau kamu apakan)?," ujar Amoroso, yang kembali menirukan ucapan Soeharto.

Mendapat pertanyaan dari Soekarno, Soeharto pun segera menjawabnya.

"Saya ini orang Jawa. Saya menganggap Bapak adalah bapak saya, sehingga prinsipnya adalah mikul dhuwur mendhem jero (mengangkat semua kebaikan setinggi-tingginya, menimbun semua keburukan sedalam-dalamnya)," kata Amoroso, yang masih mengulang ucapan Soeharto.

Satu di antara cara yang disampaikan Soeharto adalah mengabadikan nama Soekarno di pintu gerbang Indonesia, Bandara Soekarno-Hatta.

"Situasi politik pada waktu itu tidak memungkinkan saya berbuat banyak kepada Bung Karno, karena itu akan bertentangan dengan kehendak rakyat. Tetapi sesudah semuanya reda, saya segera memerintahkan untuk mengabadikan nama beliau di pintu gerbang Indonesia, Bandara Soekarno-Hatta," tutur Amoroso menirukan jawaban Soeharto.

Amoroso juga mengungkap alasan Soeharto memberikan gelar Pahlawan Proklamasi kepada Soekarno  .

Menurutnya, saat itu ada banyak pertentangan atau perdebatan mengenai gelar pahlawan untuk Soekarno.

Tidak hanya itu, Soeharto juga sempat berpikir, gelar pahlawan apa yang paling tepat untuk Soekarno.

"Akhirnya saya berikan nama Pahlawan Proklamasi dan itu tidak ada yang bisa melawan, karena memang kenyataannya Bung Karno adalah Sang Proklamator," ujar Amoroso, yang sekali lagi menirukan ucapan Soeharto.

Sakit saat Bacakan Teks Proklamasi

Disisi lain, ternyata tidak banyak yang tahu apa yang terjadi sebelum pembacaan proklamasi terjadi di tanggal 17 Agustus 1945.

Siapa sangka jika Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia dibacakan dalam kondisi prihatin dan sangat sederhana.

Apalagi diketahui pada tanggal 17 Agustus 1945 tersebut bersamaan dengan momen bulan Ramadhan.

Selain itu terungkap peran Fatmawati dalam detik-detik jelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Dilansir dari Intisari, Rabu (16/8/2023), saat itu Presiden Soekarno tidak berpuasa karena sakit akibat gejala malaria tertiana.

Pada pagi hari, Bung Karno dibangunkan dr Soeharto dan mengeluhkan badannya greges-greges.

Kemudian Soekarno pun disuntik dan minum obat, baru bangun pada pukul 09.00 WIB.

Setelah membacakan teks proklamasi pada pukul 10.10 WIB, Bung Karno kembali masuk kamar untuk beristirahat.

Sementara itu di malam jelang Proklamasi Kemerdekaan, Presiden Soekarno sempat diculik oleh para tokoh muda.

Penculikan tersebut sempat terhenti di tengah jalan karena istri Soekarno, Fatmawati.

Pada 15 Agustus 1945, Jepang memang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu secara resmi dan terjadi perubahan besar di Indonesia.

Indonesia yang sudah tiga tahun dijajah Jepang (1942-1945), otomatis jadi negara yang bebas, meski secara resmi belum bisa merayakan kemerdekaannya.

Jepang sendiri menjadi bingung dengan keberadaannya di Indonesia.

Akan tetapi mereka cenderung patuh untuk tetap mengamankan Indonesia, sambil menunggu pasukan Sekutu masuk mengambil alih kekuasaan.

Tapi di mata organisasi-organisasi yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, menyerahnya Jepang kepada Sekutu justru dianggap sebagai kesempatan untuk memproklamasikan kemerdekaan tanpa campur tangan Jepang.

Akan tetapi demi mempersiapkan kemerdekaan untuk Indonesia, Jepang sendiri telah membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

PPKI pada tanggal 16 Agustus 1945 akan mengadakan rapat yang dipimpin Soekarno untuk mempersiapkan kemerdekaan RI.

Masih adanya campur tangan Jepang ini membuat para tokoh muda seperti Sutan Syahrir, Sukarni, dan Chaerul Saleh, berencana menculik Soekarno.

Tujuannya adalah untuk mengamankannya di suatu tempat agar sepak terjang Soekarno tidak dipengaruhi oleh Jepang.

Selain menculik Soekarno, para pemuda pimpinan Sukarni ini ternyata berencana melakukan pemberontakan untuk menguasai Jakarta dari tangan Jepang.

Namun jika pemberontakan untuk menguasai Jakarta dan melumpuhkan pasukan Jepang gagal, para pemuda dari kelompok pemberontak pasti dihukum mati oleh Jepang.

Bahkan Soekarno yang dijadikan pemimpin oleh para pemuda pemberontak juga ikut dihukum mati jika aksi pemberontakan berakhir dengan kegagalan.

Demi mengamankan Soekarno dari pengaruh Jepang sekaligus menyembunyikannya jika pembrontakan gagal, para pemuda di bawah pimpinan Sukarni yang dibantu anggota Pembela Tanah Air (PETA), kemudian menculik Soekarno dan Bung Hatta pada 16 Agustus 1945 dini hari.

Aksi penculikan ini sebenarnya bukan membawa Soekarno di bawah todongan senjata.

Tetapi upaya membawa Soekarno dan istrinya, Fatmawati, serta anaknya, Guntur, yang masih bayi, secara diam-diam agar tidak diketahui militer Jepang.

Untuk tidak menimbulkan kecurigaan, para penculik, termasuk Soekarno, mengenakan seragam militer PETA.

Soekarno sendiri telah disediakan seragam PETA dan dengan dongkol berusaha memakainya karena ukurannya terlalu kekecilan.

Merasa konyol karena mengenakan seragam PETA yang terlalu kekecilan, Soekarno langsung menilai bahwa tindakan Sukarni dan rekan-rekannya yang diklaim merupakan tindakan revolusioner ini, jelas-jelas tanpa perencanaan yang baik.

Soekarno bersama rombongan yang keluar rumah untuk menuju ke dua mobil yang sudah menunggunya, sempat melihat Bung Hatta di satu mobil lainnya, dengan wajah jemu sekaligus kesal.

Soekarno dan Bung Hatta kemudian dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, karena di daerah itu sudah tidak ada pengawasan dari Jepang.

Dalam perjalanan setelah melewati daerah Bogor, rombongan sempat berhenti karena Fatmawati harus menyusui Guntur yang masih berusia sekitar sembilan bulan.

Rombongan penculik yang kemudian mengganti kendaraan dengan truk tua yang biasa digunakan untuk mengangkut prajurit PETA, akhirnya tiba di Rengasdengklok, sekitar pukul 09.00 pagi.

Namun tindakan penculikan Soekarno dan Bung Hatta yang dilakukan para pemuda akhirnya tidak menghasilkan apa-apa.

Pasalnya pemberontakan dan aksi revolusi, seperti dikatakan oleh Sukarni, tidak pernah terjadi.

Tanggal 16 Agustus pagi 1945, Jakarta bahkan geger karena Soekarno yang seharusnya memimpin rapat PPKI ternyata menghilang.

Berita tentang penculikan Soekarno pun menyebar dan semua pihak, termasuk tentara Jepang, yang berusaha melakukan pencarian.

Berkat informasi rahasia dari seorang pemuda yang turut menculik Soekarno, Soekarno dan rombongan lalu dijemput ke Jakarta pada pukul 18.00 petang.

Penjemputnya adalah Ahmad Subarjo, orang yang sudah dikenal Soekarno saat berada di tempat pengasingannya di Bengkulu.

Ia datang menggunakan mobil jenis Skoda buatan Chekoslovakia yang reot dan mesinnya berbunyi menciut-ciut.

Malam harinya setiba di Jakarta, Soekarno kembali bekerja keras karena besoknya harus membacakan teks proklamasi yang dibuat pada malam itu juga.

Inilah cerita di balik momen bersejarah bagi Indonesia.

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 pun menjadi awal kehidupan bagi bangsa Indonesia.

Kejadian sebelum Soekarno bacakan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 (via Intisari)
Di sisi lain, terungkap ada naskah yang disobek Soekarno sebelum baca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Fatmawati sang istri Soekarno pun menjadi saksi peristiwa tersebut di rumah Laksamana Maeda.

Di sinilah akan dirumuskan naskah Proklamasi Kemerdekaan.

Dalam buku 'Kilas Balik Revolusi' karya Abu Bakar Loebis disebutkan, jatuhnya pilihan pada rumah Laksamana Maeda karena punya hak imunitas terhadap Angkatan Darat Jepang, sehingga kedua pemimpin tersebut tetap aman.

Di ruang makan Laksamana Maeda, dirumuskan naskah Proklamasi Kemerdekaan yang merupakan pemikiran tiga tokoh, yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, dan Achmad Soebardjo.

Proses penyusunan naskah ini juga disaksikan golongan muda yang diwakili oleh Sukarni, Sudiro, dan BM Diah.

Sementara dari pihak Jepang ada S Miyoshi dan S Nishijima.

Ruang makan ini pun menjadi saksi bisu penyusunan teks Proklamasi.

Sementara itu sebelum naskah proklamasi dibacakan, Soekarno sebenarnya sempat menyusun naskah pidato yang juga akan dibacanya.

Namun naskah tersebut dirobek oleh Soekarno.

Hal itu seperti yang disampaikan oleh Fatmawati dalam buku '17-8-45, Fakta, Drama, Misteri' karya Henri F Isnaeni, 2015 lalu.

Dalam buku itu disebutkan, Fatmawati menjadi saksi Soekarno merobek naskah tersebut.

"Nampaknya Bung Karno memaksakan diri menulis sesuatu. Sedangkan aku berbaring kecapaian di dekatnya," ungkap Fatmawati dalam buku itu.

Fatmawati melanjutkan, Soekarno merobek naskah tersebut berkali-kali.

"Hari sudah hampir terang. Berkali-kali Bung Karno menulis sesuatu kemudian dirobek-robek lalu dibuang ke keranjang sampah," tandas Fatmawati.

Pembacaan teks proklamasi dan naskah proklamasi yang ditulis tangan oleh Soekarno (via Kontan.id)
Berikut ini adalah isi lengkap naskah tersebut:

"Saudara-saudara sekalian.

Saya telah meminta saudara-saudara hadir di sini untuk menyaksikan suatu peristiwa mahapenting dalam sejarah kita.

Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun!

Gelombang aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naik dan turunnya, tetapi jiwa kita tetap menuju ke arah cita-cita.

Juga di dalam jaman Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti-henti.

Di dalam jaman Jepang itu tampaknya saja kita menyandarkan diri pada mereka.

Tetapi pada hakikatnya, tetap kita menyusun tenaga sendiri, tetap kita percaya kepada kekuatan sendiri.

Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air di dalam tangan kita sendiri.

Hanya bangsa yang berani mengambil dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri dengan kuatnya.

Maka kami tadi malam telah mengadakan musyawarah dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia.

Permusyawaratan ini sela-sela berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.

Saudara-saudara. Dengan ini kami nyatakan kebulatan tekad itu. Dengarklah Proklamasi kami."


Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com

 

 

 

 

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved