Kilas Balik

Jawaban Soeharto saat Diajukan 4 Nama untuk Capres, Ada Prabowo sampai Jusuf Kalla, Siapa Dipilih?

Soeharto ternyata pernah ditanya soal nama calon presiden beberapa tahun lalu. Bahkan, saat itu ada beberapa nama yang diajukan.

|
Editor: Januar
Istimewa
Jawaban Soeharto saat Diajukan 4 Nama untuk Capres, Ada Prabowo sampai Jusuf Kalla 

"Saya dipanggil, dia pegang pistol, tanya 'Kamu mau ditembak?'," ujar Parno.

Parno saat itu hanya kebingungan lantaran tak tahu apa salahnya.

"Dia marah karena pisangnya rasanya sepat. Waktu beli di Pasar Baru kan saya beli saja pisang yang gede, pisang raja. Rupanya dia tidak suka," kata Parno.

Parno pun meminta maaf.

Namun, ternyata, Soeharto hanya bercanda.

Tak lama, Soeharto menghampiri dirinya untuk minta maaf.

Setelah menjadi kuli dan pelayan, Mbah Parno ditawari tetap bekerja di Istiqlal sebagai pengantar surat.

Seiring bertambahnya usia, pekerjaan Mbah Parno semakin mudah.

Di hari tuanya, ia bekerja sesukanya mengatur saf salat.

Ia bahkan tak perlu absen.

Tak ada dorongan lain yang membuat Mbah Parno betah bekerja puluhan tahun di Istiqlal selain ibadah.

Penghargaan berupa rumah yang diterimanya dari Kemenag pada Jumat (4/1/2019) lalu pun tak pernah diharapkannya.

"Kerja itu yang penting mental kuat. Jangan mencuri, jangan menipu. Selamat keluarga sehat, selamat, hidup cukup, itu sudah sangat bersyukur," kata Mbah Parno.

Hadiah Rumah

Suparno (95) atau kerap disapa Mbah Parno mendapat hadiah rumah pada Hari Amal Bhakti (HAB) Kementerian Agama Ke-73 tahun 2019, Jumat (4/1/2019) lalu.

Mbah Parno mendapat hadiah utama atas pengabdiannya selama 66 tahun di Masjid Istiqlal.

Mbah Parno selama ini tinggal di rumah ukuran 2 x 5 meter di Gang Mangga, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Selama puluhan tahun, Mbah Parno beserta anak dan cucunya menempati bangunan tanpa kamar di gang itu.

"Rumah ini dulunya sewa, lama-lama sama yang punya tanah dibilang enggak usah bayar," ujar Parno.

Rumah itu, kata Mbah Parno, didirikannya sendiri di tanah milik orang.

Pemiliknya memang meminta Mbah Parno membangun bedeng di situ untuk menjaga agar lahannya tak lagi jadi tempat pembuangan sampah.

Dari rumah mungil inilah sehari-hari Mbah Parno berangkat untuk bekerja di Istiqlal.

Mbah Parno lahir di Boyolali, Jawa Tengah, sekitar tahun 1923, di tanggal yang ia tak tahu persis.

Setelah remaja, Mbah Parno merantau ke Purwakarta sebagai kuli untuk truk pasir.

Hingga sekitar tahun 1952, Mbah Parno dan truk pasirnya menuju ke Jakarta melewati bekas Taman Wilhelmina yang berada di timur laut Lapangan Medan Merdeka.

Saat itulah, ia melihat sebuah proyek besar di sana.

Mbah Parno melamar sebagai kuli dan diterima.

Proyek itu kini menjadi salah satu bangunan ikonik di Indonesia, Masjid Istiqlal.


Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved