Kilas Balik

Sosok Syaikhona Kholil Bangkalan, Waliyullah Madura, Lahirkan Ulama Besar di Nusantara: Mahaguru

Syaikhona Kholil Bangkalan (Mbah Kholil) merupakan ulama tersohor di Tanah Air. Mbah Kholil menjadi salah satu waliyullah di Pulau Madura.

Editor: Taufiq Rochman
TribunMadura.com/Ahmad Faisol
Makam Syaikhona Kholil di Komplek Wisata Religi Desa Martajasah, Kota Bangkalan, Minggu (10/7/2022). 

TRIBUNMADURA.COM, MADURA - Syaikhona Kholil Bangkalan (Mbah Kholil) merupakan ulama tersohor di Tanah Air.

Mbah Kholil menjadi salah satu waliyullah di Pulau Madura.

Ulama yang dikebumikan di Martajasah, Bangkalan itu telah melahirkan sejumlah kiai besar di Nusantara.

Syaikhona Kholil menjadi rujukan semua guru di Indonesia.

Tak heran jika Syaikhona Kholil Bangkalan Madura mendapat gelar Pahlawan Nasional.

Beberapa murid Syaikhona Muhammad Kholil yang menjadi ulama masyhur di Indonesia antara lain Hadratussyekh KH M Hasyim Asy'ari, KH Abdul Wahab Chasbullah, dan KH R As'ad Syamsul Arifin.

Bahkan, ketiga murid Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan ini dianugerahi gelar pahlawan nasional.

Lantas seperti apakah sosok Syaikhona Kholil sebenarnya?

Simak ulasan sosok Syaikhona Kholil dalam artikel berikut ini.

Usulan untuk memberikan gelar pahlawan nasional kepada Syaikhona Muhammad Kholil bin Abdul Latif atau kerap dikenal dengan nama Syaikhona Kholil atau Syekh Kholil kembali disampaikan.

Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu mengatakan, mereka mengusulkan kepada pemerintah supaya ulama asal Bangkalan, Madura, itu mendapatkan gelar pahlawan nasional.

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah PKS Jawa Timur Irwan Setiawan mengatakan, mereka akan berupaya untuk menyampaikan usulan itu kepada pemerintah.

“Akan terus kami perjuangkan, beliau adalah guru dari para guru dan tokoh bangsa ini. Beliau guru para kiai yang menjadi spirit perjuangan melawan penjajah merebut kemerdekaan Indonesia,” kata Irwan.

Usulan yang sama pernah disampaikan oleh Partai Nasdem pada 2021 silam.

Ketua Fraksi Nasdem di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Taufik Basari, saat itu mengatakan, Syaikhona Muhammad Kholil adalah tokoh Jatim yang luara biasa dan berjasa bagi bangsa.

"Karena Syekh Kholil adalah guru dari para pahlawan nasional," kata pria yang akrab disapa Tobas itu pada 15 Oktober 2021.

Riwayat hidup Syaikhona Kholil

Syaikhona Muhammad Kholil adalah ulama yang sangat masyhur di Madura.

Syaikhona Muhammad Kholil lahir pada sekitar 25 Mei 1835, atau pada 9 Shafar 1252 Hijriah, di Kemayoran, Bangkalan.

Sang ayah adalah Kiai Haji Abdul Latif.

Syaikhona Muhammad Kholil adalah anak dari Kiai Hamim yang merupakan anak Kiai Abdul Karim.

Kiai Abdul Karim dilaporkan merupakan anak Kiai Muharram bin Kiai Asror Karomah bin Kiai Abdullah bin Sayyid Sulaiman.

Sayyid Sulaiman merupakan cucu dari Sunan Gunung Jati.

Sedangkan ibunya bernama Syarifah Khodijah.

Dia putri dari Kiai Abdullah bin Ali Akbar bin Sayyid Sulaiman.

Sejak kecil Syaikhona Muhammad Kholil ditempa oleh ayahnya dengan berbagai ilmu dalam lingkungan pesantren.

Saat itu Syaikhona Muhammad Kholil mendalami ilmu Fikih, yakni salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Allah. Selain itu,

Syaikhona Muhammad Kholil juga mempelajari ilmu Nahwu dari sang ayah.

Nahwu merupakan salah satu bagian dasar dari ilmu tata bahasa dalam bahasa Arab untuk mengetahui jabatan kata dalam kalimat dan bentuk huruf atau harakat terakhir dari suatu kata.

Dengan kata lain, ilmu Nahwu mempelajari struktur kalimat bahasa Arab.

Ilmu Nahwu kerap dipadukan dengan ilmu Shorof yang membahas tentang kata-kata dengan perubahan-perubahannya (tashrif).

Setelah dianggap punya bekal ilmu yang cukup, Kiai Latif mengirim Syaikhona Muhammad Kholil mengembara ke berbagai pesantren untuk belajar.

Antara lain ke Pesantren Langitan di Tuban, Jawa Timur.

Setelah dari Tuban, Syaikhona Muhammad Kholil kembali mengembara ke Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan.

Setelah itu Syaikhona Muhammad Kholil kembali belajar di Pesantren Keboncandi, lalu ke Pesantren Sidogiri.

Setelah sekian tahun belajar dari pesantren ke pesantren, Syaikhona Muhammad Kholil memutuskan menikah dengan Nyai Asyik yang merupakan putri Lodra Putih pada usia 24.

Usai menikah, Syaikhona Muhammad Kholil kemudian melanjutkan pengembaraannya mencari ilmu ke Makkah.

Untuk mencapai Tanah Suci, Syaikhona Muhammad Kholil menumpang kapal laut sambil berpuasa.

Di Tanah Suci, Syaikhona Muhammad Kholil berguru kepada Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Utsman bin Hasan Ad-Dimyathi, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syekh Mustafa bin Muhammad Al-Afifi Al-Makki, dan Syekh Abdul Hamid bin Mahmud Asy-Syarwani.

Syaikhona Muhammad Kholil lantas memutuskan kembali ke kampung halamannya setelah menimba ilmu di Makkah.

Dia lantas mendirikan pesantren di Jengkebuwen, Madura.

Ulama masyhur itu wafat pada 29 Ramadhan 1343 H atau 24 April 1925 M.

Jasadnya dimakamkan di desa Martajasah, Bangkalan, Madura.

Guru para pahlawan nasional

Ketua Tim Pengusul Yayasan sekaligus Ketua Kajian Akademik dan Biografi Syaikhona Muhammad Kholil, Muhaimin, dalam seminar bertajuk Syaikhona Kholil: Pejuang Kultural, Guru Para Pahlawan Nasional yang digelar pada 14 Oktober 2021 menyampaikan peran penting Syaikhona Muhammad Kholil.

Ia menyebutkan, Syaikhona Muhammad Kholil merupakan salah satu ulama besar yang berperan dalam melawan kolonialisme.

Kemudian Syaikhona Muhammad Kholil juga disebut berperan mengonstruksi Islam Nusantara.

"Eksistensi dan kontribusi Syaikhona Muhammad Kholil dalam bidang agama, pendidikan, sosial kemasyarakatan, politik dan sebagainya sangat besar," tulis Muhaimin, dalam lampiran yang dibacakan saat seminar.

Muhaimin menjelaskan, Syaikhona Muhammad Kholil mengawali jejaring ulama-santri sejak belajar di beberapa pesantren di Jawa.

Setelah itu, Syaikhona melanjutkan pengembaraan intelektualnya ke Timur Tengah, yaitu Haramain.

"Sehingga secara transmisi intelektual bersambung ke tokoh-tokoh ulama besar di masanya," tutur Muhaimin.

Setelah mengembara di Timur Tengah, Syaikhona Muhammad Kholil kembali ke Madura.

Di sana, ia mendirikan pesantren yang kelak menjadi persemaian jejaring ulama-santri di Tanah Jawa.

Ajaran ngetan dan masantren

Menurut Muhaimin, banyak sejarawan mengungkapkan keberadaan Syaikhona Muhammad Kholil sebagai puncak tujuan pengembaraan ilmiah di Jawa.

Salah satu sejarawan yang disebutnya adalah Snouck Hurgronje.

Muhaimin mengatakan, Snouck menulis soal temuan ajaran ngetan dan masantren yang terkait dengan Syaikhona Muhammad Kholil.

Adapun ajaran ngetan dan masantren populer di kalangan masyarakat Sunda.

Catatan yang sama juga disampaikan oleh seorang peneliti dari Jepang yaitu Hiroko Horikoshi saat melakukan penelitian di Garut pada 1972-1973.

"Dalam wawancaranya dengan sejumlah ulama di Garut, Hiroko Horikoshi mengungkap bahwa mereka mengingat-ingat kakek-neneknya dulu yang mengembara dan nyantri di sejumlah pesantren di Jawa Timur dan Madura di abad ke-19," ujar Muhaimin.

Hal serupa, lanjut Muhaimin, juga terungkap dalam catatan perjalanan Snouck Hurgronje di pesantren-pesantren Priangan pada 1890-an.

Disebut dalam catatan tersebut, banyak anak-anak santri Garut yang berguru ke pesantren-pesantren di Surabaya untuk belajar fiqih atau ke Madura untuk belajar ilmu Nahwu.

"Orang-orang Priangan punya istilah waktu itu ngetan, yang berarti berkelana ke timur, yakni nyantri ke pesantren-pesantren terkenal di Madiun, Surabaya dan Madura," jelas Muhaimin.

Ia mengatakan, belajar ilmu Nahwu di Madura tak lain adalah belajar kepada Syaikhona Muhammad Kholil.

Para murid Syaikhona Muhammad Kholil, dari para pendiri NU hingga Soekarno

Menurut Muhaimin, Syaikhona memiliki banyak santri yang menjadi ulama besar dan memiliki peran penting dalam pembangunan kebangsaan.

Dalam catatannya, santri-santri Syaikhona antara lain para pendiri Nahdlatul Ulama (NU), pendiri pondok pesantren besar di Jawa, termasuk Presiden Pertama RI Soekarno.

Syaikhona Muhammad Kholil juga disebut kerap menuliskan catatan-catatan yang bersinggungan dengan nasionalisme.

Menurut Muhaimin, hal ini menjadi bukti penanaman nilai-nilai nasionalisme dan kebangsaan Syaikhona Muhammad Kholil kepada santri-santrinya.

Adapun catatan tersebut masih tertuang dalam manuskrip asli.

Berdasarkan manuskrip tersebut, kata Muhaimin, bukti otentik penanaman rasa kebangsaan dengan memberikan pemahaman kepada para santri bahwa mencintai bangsanya merupakan bagian dari iman.

"Manuskrip ini menegaskan bahwa ajaran tentang nasionalisme kepada santri menjadi hal yang utama, di samping pembelajaran tentang agama, seperti kajian fikih, nahwu, sharrof dan sebagainya."

"Hal ini menyiratkan komitmen kebangsaan yang luar biasa dari Syaikhona Muhammad Kholil," tutur Muhaimin.

Ikuti berita seputar Kilas Balik

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved