Sejarah

Keris Pembawa Malapetaka, Simpan Kutukan Maut Minta Korban 7 Nyawa

Keris merupakan pusaka bersejarah Indonesia Keris dianggap sebagai senjata yang memiliki ‘roh’ tersendiri pada masa lalu.

Editor: Taufiq Rochman
Istimewa
ILUSTRASI KERIS - Keris merupakan pusaka bersejarah Indonesia. Keris dianggap sebagai senjata yang memiliki ‘roh’ tersendiri pada masa lalu. Foto ini digunakan untuk artikel Keris Salah 'Kedaden' Mpu Gandring, Pusaka Pencabut 7 Nyawa 

TRIBUNMADURA.COM - Keris merupakan pusaka bersejarah Indonesia

Keris dianggap sebagai senjata yang memiliki ‘roh’ tersendiri pada masa lalu.

Dan kini, Keris juga sudah diakui UNESCO sebagai  Warisan Budaya Takbenda Dunia (Intangible Cultural Heritage, ICH) pada 4 November 2008.

Memang bagi masyarakat Jawa, keris sering digunakan untuk berbagai ritual magis.

Selain itu, keris juga dianggap memiliki 'isi' sesuai tujuan pemiliknya.

Maka salah besar bila keris Mpu Gandring yang terkenal itu, yang digunakan oleh Ken Arok merupakan keris yang baik.

Bagaimana dianggap sebagai keris yang baik, kalau ternyata malahan membawa malapetaka bagi banyak 

Karena membawa malapetaka, maka Keris Mpu Gandring bisa disebut sebagai keris buruk, misproduct atau salah kedaden.

Menurut Empu Jeno Harumbrojo, yang adalah empu yang masih berkarya dan tinggal di Desa Gatak, Sumberagung, Moyodan, Sleman, Yogyakarta, proses pembuatan sebilah keris melewati beberapa tahap.

Setiap tahapannya, masing-masing memerlukan ketelitian, kesabaran, dan kerja berat baik jasmani maupun rohani.

“Sebelum memulai pembuatan keris, terutama keris bertuah, saya harus melakukan olah rohani yakni berpuasa memohon kepada Tuhan agar mengabulkan permintaan kita sesuai dengan tujuan apa keris ini dibuat,” ujar Empu Jeno.

Cara berpuasa sebelum proses pembuatan keris pun bermacam-macam, ada yang mutih, ngebleng atau tidur sekali sehari semalam, artinya kalau sudah nglilir (terbangun), meski baru tidur sejam, tidak boleh tidur lagi.

Lamanya berpuasa pun tidak bisa ditentukan, ada yang hanya seminggu, bahkan sampai 40 hari, tergantung jatuhnya ‘pertanda’, dhawuh atau wisik yang diterima empu untuk memulai pembuatan keris.

Saat sang empu melakukan penempaan besi pertama kalinya, tidak boleh dilihat oleh orang lain.

Sebelum mengawali pembuatan keris, maka seorang empu terlebih dulu memilih tosan (besi) dan baja yang disesuaikan dengan ukuran, berat serta model (tangguh atau toya) keris.

Sumber: Intisari
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved