Berita Viral
Calon Pengantin Heran Dipaksa Bayar Rp250 Ribu Buat Jasa Kayim, Padahal Urus Berkas di KUA, Pungli?
Calon pengantin asal Banyumas mengadukan dugaan pungli yang terjadi di KUA saat mengurus berkas menikah.
TRIBUNMADURA.COM - Niat mengurus berkas pernikahan, calon pengantin di Banyumas, Jawa Tengah, ini malah ditarik uang.
Meski hanya Rp250 ribu, hal tersebut membuat mereka keheranan.
Padahal keduanya mengurus dokumen di Kantor Urusan Agama (KUA) setempat.
Mereka lantas mengadu ke Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Banyumas pada Jumat (20/6/2025).
Kronologi pun dikuak oleh pihak laki-laki.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunMadura.com
Baca juga: Sosok Kalapas Narkotika Pamekasan yang Baru, Ingatkan Napi Jauhi HP, Pungli, dan Narkoba
Menurut kronologi versi pengantin, mimpi buruk mereka dimulai di Desa Pekaja, Kecamatan Kalibagor.
Mereka mengaku dipaksa menggunakan jasa seorang perantara (kayim) bernama Natham untuk mengurus berkas dan tidak diizinkan melakukannya secara mandiri.
"Alhasil kami harus mengeluarkan uang 250 ribu kepada beliau. Saat istri saya meminta kuitansi, beliau tidak mau memberikannya," tulis pelapor, dikutip dari TribunBanyumas.com, Minggu (22/6/2025).
Kejanggalan berlanjut saat pihak KUA Kalibagor diduga menolak berkas yang mereka serahkan sendiri dan bersikeras agar proses tetap melalui sang kayim.
Puncaknya, setelah akad nikah, buku nikah mereka tak kunjung diserahkan.
Bahkan, mereka mengaku didatangi oleh Natham pada malam hari yang meminta "uang amplop" untuk penghulu, sebuah permintaan yang mereka tolak mentah-mentah.
Menanggapi aduan serius ini, Kantor Kemenag Banyumas memberikan klarifikasi yang berfokus pada masalah teknis.
Baca juga: Jawaban Dinas Pendidikan Sampang soal Dugaan Pungli yang Dilakukan Guru BK: Tergantung
Menurut Kemenag, kendala utama bukan pada pungli, melainkan pada data wali nikah.
Ayah dari mempelai perempuan ternyata sudah lama pergi dan tidak diketahui keberadaannya, sehingga memerlukan proses penetapan wali hakim yang memakan waktu.
"KUA tidak pernah mewajibkan pendaftaran melalui kayim dan tidak pernah menahan buku nikah. Setiap selesai pelaksanaan, kami informasikan kepada calon pengantin untuk segera mengambilnya," tegas Kemenag dalam jawabannya.
Namun, di balik klarifikasi teknis tersebut, jawaban Kemenag menyisakan sebuah lubang besar.
Penjelasan dari pihak Kemenag sama sekali tidak menyinggung atau membantah tudingan utama dari warga, yakni dugaan keharusan membayar Rp250.000 kepada kayim dan dugaan permintaan "uang amplop" untuk penghulu.
Kini, bola panas kembali bergulir, dengan publik mempertanyakan apakah masalah sebenarnya adalah kendala administrasi atau ada praktik pungli yang belum tersentuh.
Sementara itu, dugaan pungli juga terjadi di sekolah menengah atas (SMA) di Kabupaten Madiun, Jawa Timur.
Dilansir dari Kompas.com, sejumlah orang tua murid mengeluhkan besarnya pungutan bermodus sumbangan yang diminta manajemen SMAN 2 Mejayan.
Sumbangan yang dibebankan pihak sekolah kepada orang tua bervariasi mulai Rp 500.000 hingga Rp1,5 juta.
Baca juga: Berantas Pungli dan Narkoba, Petugas Lapas Pamekasan Geledah Kamar Hunian WBP dan Tes Urine Dadakan
Tiga orang tua murid SMAN 2 Mejayan yang ditemui di Kota Caruban, Ibu Kota Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Senin (2/6/2025) berinisial ED, MS dan AG mengaku keberatan dengan besarnya sumbangan yang dibebankan kepada orang tua.
Terlebih besarnya sumbangan itu ditentukan secara sepihak meski melalui rapat dengan Komite SMAN 2 Mejayan pertengahan tahun 2024.
Ketiganya meminta nama lengkapnya tidak ditulis karena khawatir anaknya yang masih sekolah di SMAN 2 Mejayan akan menjadi korban intimidasi.
Padahal sesuai Pasal 12 huruf b Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, peraturan itu melarang komite sekolah melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya, baik secara kolektif maupun perseorangan.
Pungutan bermodus sumbangan itu, kata ED, bermula saat orang tua murid diundang Komite SMAN 2 Mejayan pertengahan 2024 di aula sekolah tersebut.
Setelah berkumpul seluruh orang tua murid diberikan paparan yang intinya SMAN 2 Mejayan akan membangun masjid, perbaikan lapangan.
“Setelah itu diputuskan walaupun saya rasa itu sepihak karena dari wali murid merasa keberatan kalau iuran untuk kelas X sebesar Rp 1,5 juta, kelas XI Rp 750.000 dan kelas XII sebesar Rp 500.000,” ujar ED.
Dari pertemuan itu, jelas ED, dirinya sempat menawar agar kelas X hanya dibebani Rp 500.000 saja. Tetapi kenyataannya tidak ada respon dan tetap menarik sebesar Rp 1,5 juta.
Selain itu banyak yang terlanjur membayar uang sumbangan tetapi tidak mendapatkan kuitansi pembayaran.
“Saya pernah menghubungi pihak komite kalau keberatan. Tetapi disuruh datang ke sekolah dan membuat surat keterangan tidak mampu (SKTM) dari pemerintah desa/kelurahan,” jelas ED.
Ia mendapatkan informasi bila menggunakan SKTM, orang tua siswa tetap dibebani membayar Rp 750.000. Semestinya kalau sudah membawa SKTM, orang tua siswa tidak lagi dibebani untuk membayar uang sumbangan tersebut.
Takut diintimidasi
Senada dengan ED, MS, orang tua murid lainnya menyatakan sejatinya rata-rata wali murid keberatan dengan keputusan pembayaran sumbangan untuk aneka keperluan SMAN 2 Mejayan.
Namun, orang tua murid memilih bungkam lantaran khawatir anaknya akan mendapatkan intimidasi dari pihak sekolah.
Baca juga: Dishub-Polres Bangkalan Bina Petugas Parkir, Wanti-wanti Soal Pungli

“Rata-rata keberatan semua. Saya mendapatkan keluhan dari wali murid. Mereka merasa tidak mampu. Sebenarnya mereka tahu pungutan itu tidak boleh. Tetapi orang tua mau mbengok (teriak) tidak berani karena anaknya sekolah di situ."
"Takutnya nanti anaknya kena diintimidasi. Bagi saya itu pungli. Cuman banyak yang tidak berani omong," ujarnya.
MS merincikan uang sumbangan itu digunakan untuk membayar kekurangan gaji guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap sebesar Rp 217 juta, kegiatan kesiswaan Rp 45 juta, kegiatan kurikulum sekitar Rp 30 juta, kegiatan humas sebesar Rp 10 juta.
Lalu, kegiatan rapat pleno wali murid sekitar Rp 19,3 juta, sewa kursi Rp 1,3 juta, lanjutan pembangunan tahap kedua sekitar Rp 180 juta, pembangunan masjid tahap satu sekitar Rp 452 juta dibebankan kepada wali murid dengan total sebesar Rp 955 juta.
MS mengatakan anaknya sempat mendapatkan intimidasi. Bila tidak membayar uang sumbangan itu, ia tidak akan mendapatkan nomor ujian.
Lalu anaknya menyatakan kepada wali kelas bila orang tua belum sanggup membayar. Selanjutnya wali kelas menanyakan waktu wali murid akan membayar sumbangan tersebut.
Ia menceritakan tetangganya sempat meminta SKTM kepada pemerintah desa untuk keringanan pembayaran sumbangan di SMAN 2 Mejayan. Namun pemerintah desa enggan meneribitkan SKTM lantaran menilai sumbangan itu sebagai pungutan liar.
Terhadap fakta itu, MS mempertayankan komitmen Pemprov Jatim yang melarang sekolah memungut atau membebankan biaya pendidikan bagi orang tua siswa.
Pasalnya negara sudah memberikan biaya operasional bagi seluruh SMA/SMK negeri agar orang tua tidak lagi mengeluarkan dana pendidikan untuk sekolah anaknya. “Kami berharap tidak ada lagi pungutan yang dibebankan kepada orang tua.
Apalagi saat ini kondisi ekonomi lagi sulit. Kami sebagai orang tua sangat keberatan dengan pungutan itu,” kata MS.
Wakil Kepala Sekolah SMAN 2 Mejayan, Teofilus Banu Dwi S yang dikonfirmasi terpisah menyatakan sumbangan itu diberlakukan lantaran orang tua murid berkenan.
Sementara bagi orang yang tidak mampu tidak diwajibkan membayar sumbangan tersebut. Namun orang tua murid wajib menunjukkan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan atau desa.
"Orang tua murid cukup mencari SKTM dari kelurahan atau desa. Tinggal kumpulkan dan kami tidak akan mensurvei (mengecek kondisi rumah orang tua murid),” ujar Teo.
Menyoal ancaman siswa tidak bisa ikut ujian bila tidak membayar atau mencicil sumbangan yang sudah ditetapkan dalam rapat komite, Teo membantahnya.
Baginya, tidak ada hubungan antara pelaksanaan ujian sekolah dengan pembayaran sumbangan ke sekolah.
“Ya tidak. Itu tidak ada hubungan. Bagi yang sudah membayar atau belum mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan nomor ujian,” tutur Teo.
Terkait kebutuhan anggaran sebesar Rp 955 juta bagi sekolah untuk pembangunan masjid hingga pembayaran GTT, Teo membenarkannya.
Pasalnya SMAN 2 Mejayan sampai saat ini belum memiliki masjid serta lapangan.
Ditanya gaji GTT dimintakan dari sumbangan orang tua murid, Teo berdalih SMAN 2 Mejayan saat ini kekurangan tenaga guru. Terlebih banyak guru yang berstatus PNS sudah pensiun dan tidak ada penambangan guru P3K dari pemerintah.
“Kami memberanikan pengadaan GTT lewat mekanisme komite untuk menyelamatkan kegiatan belajar mengajar. Kalau pakai dana BOS tidak bisa untuk membayar (gaji guru PTT) ,” ujar Teo.
-----
Berita viral dan berita seleb lainnya.
pungli
KUA Kalibogor
kayim
Kemenag
Banyumas
calon pengantin
berita viral
TribunMadura.com
Tribun Madura
Wanita Tak Sadar Diajak 2 Sosok Misterius sampai Tercebur ke Sumur 12 Meter, Selamat Berkat HP |
![]() |
---|
Sudah Diusir dari Rumah, Istri Malah Dibacok Suami Usai Minta Cerai, Polisi: Tak Berniat Bunuh |
![]() |
---|
SMA Gibran di Australia Ternyata Cuma Tempat Bimbel? Dokter Tifa Yakin Wapres Tak Punya Ijazah SMA |
![]() |
---|
Dosen Terduga Penganiaya Dokter Disanksi Tegas, Dekan Singgung Birrul Walidain |
![]() |
---|
Nasib Polisi Kegocek Jasa Pembuatan SKCK Kilat, Rugikan Warga Rp330 Ribu, Kini Diperiksa Propam |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.