Berita Bangkalan
Kepsek SD di Bangkalan Berani Kritisi Pembelajaran Mendalam, Sebut Guru Terjebak Administratif
Setelah program Guru Penggerak dan Sekolah Penggerak, kini pemerintah kembali meluncurkan pelatihan baru
Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Januar
Laporan wartawan TribunMadura.com, Ahmad Faisol
TRIBUNMADURA.COM, BANGKALAN – Setelah program Guru Penggerak dan Sekolah Penggerak, kini pemerintah kembali meluncurkan pelatihan baru bertajuk Program Deep Learning atau Pembelajaran Mendalam.
Namun substansinya hampir identik, yakni pelatihan singkat selama 2–5 hari dengan tugas yang menumpuk melalui Learning System Management System (LMS) atau Sistem Manajemen Pembelajaran, dan beban administratif berlebihan yang tidak berdampak pada pembelajaran di kelas.
Kepala UPTD SDN Jambu 2 Kecamatan Burneh, Bangkalan, Suraji, MPd mengungkapkan, di balik semangat reformasi sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, banyak guru yang mengeluhkan model pelatihan Program Pembelajaran Mendalam yang justru menambah beban administratif dan menyita waktu.
“Sementara hasilnya tidak memberikan dampak signifikan pada pembelajaran di kelas. Mengapa pola pelatihan guru di Indonesia masih seperti ini, mengapa reformasi seolah hanya berganti nama tanpa substansi yang berarti?,” ungkap Suraji kepada Tribun Madura, Minggu (3/8/2025).
Padahal, lanjut Suraji, sudah jelas bahwa para guru tidak boleh terjebak dalam pekerjaan administratif yang justru mengganggu tugas utama mereka di kelas. Sebagaimana instruksi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof Dr Abdul Mu’ti, Med yang menegaskan, pelatihan guru harus mempermudah, bukan membebani.
“Namun kenyataannya, pelaksana teknis di bawahnya, khususnya Balai Besar Guru Penggerak (BBG TK) Provinsi Jawa Timur, masih menerapkan pola pelatihan top-down yang memaksa guru dan kepala sekolah menyelesaikan tugas-tugas LMS dalam waktu singkat. Ini bertentangan dengan semangat kebijakan menteri,” tegas Suraji,
Dalam hematnya, permasalahan ini bukan terletak pada niat melainkan berkaitan pendekatan yang digunakan. Tak heran jika banyak yang mempertanyakan pola pelatihan guru di Indonesia masih seperti ini dan reformasi seolah hanya berganti nama tanpa substansi yang berarti.
“Mirisnya, biaya pelatihan ini dibebankan kepada sekolah-sekolah penerima BOS Kinerja, yakni sekolah-sekolah yang telah menunjukkan peningkatan nilai dalam Rapor Pendidikan. Dengan anggaran yang cukup besar, seharusnya pelatihan dirancang lebih profesional, berkualitas tinggi, dan menggunakan narasumber yang benar-benar ahli di bidangnya,” paparnya.
Pernyataan bernada kritis itu tidak lepas dari banyaknya narasumber yang dihadirkan hanyalah rekan sejawat, bukan pakar atau akademisi dengan kualifikasi memadai. Menurutnya, jika pelatihan dibiayai dari dana publik dan berstatus berbayar, seharusnya narasumber minimal bergelar S3 (doktor) dan memiliki pengalaman akademik atau praktis yang memadai.
“Jika hanya menghadirkan narasumber sesama guru sebagai fasilitator, lebih baik kegiatan tersebut dilaksanakan di tingkat KKG atau MGMP tanpa memerlukan biaya yang besar,” beber Suraji.
Ia kemudian mengambil perbandingan sistem pendidikan di Finlandia yang menjadi panutan dunia di bidang pendidikan yang sangat menekankan pada penelitian, refleksi, dan praktik nyata. Finlandia disebutnya mengizinkan hanya 10 persen dari lulusan terbaik untuk masuk jurusan pendidikan guru. Semua guru diwajibkan menempuh pendidikan magister (S2) sebagai syarat untuk mengajar, termasuk di tingkat sekolah dasar.
Selain itu, lanjut Suraji, pelatihan guru di Finlandia diselenggarakan berdasarkan kebutuhan guru itu sendiri. Dengan format kolaboratif yang tidak dipaksakan, tanpa beban administratif, tidak ada tugas LMS, unggahan file, atau laporan naratif yang menguras energi tanpa memberikan hasil pembelajaran yang sepadan. Karena sosok guru diperlakukan sebagai profesional yang memiliki kepercayaan.
“Sistem pendidikan di negara unggul seperti Singapura, Jepang, dan Korea Selatan telah lama meninggalkan pendekatan pelatihan massal yang seragam. Mereka lebih memilih model pelatihan berbasis kebutuhan lokal, refleksi sejawat, mentoring profesional, dan waktu yang cukup untuk belajar. Tidak ada beban tugas administratif yang hanya mengukur kehadiran atau kepatuhan,” tuturnya.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan disebut Suraji sejatinya tidak kekurangan kebijakan yang baik. Namun, kebijakan yang tidak dilaksanakan dengan semangat dan substansi yang sama di tingkat teknis akan gagal mencapai tujuannya.
Karena itu, Suraji menekankan perlunya reformasi secara menyeluruh dalam pelaksanaan pelatihan guru. Mulai dari evaluasi total terhadap pola pelaksanaan pelatihan oleh BBGTK dan pelaksana teknis lainnya, menghentikan model pelatihan yang proyek-sentris dan administratif.
Sekolah Rakyat Bangkalan Bakal Dilaunching 30 September, Ada 4 Kelas untuk 61 Siswa SD-SMP |
![]() |
---|
Kembangkan Riset Kearifan Lokal Madura Pendalungan, UTM Gandeng Universitas Islam Zainul Hasan |
![]() |
---|
Warga Bangkalan Berburu Maling Ayam Jago, Sosok Pelakunya Ternyata Masih Bocil |
![]() |
---|
Ditegur karena Dianggap Bawa Motor Terlalu Kencang, Pria Bangkalan Malah Dihajar Habis-habisan |
![]() |
---|
Jawaban Terbaru Pemkab soal Thailand Deportasi PMI Bangkalan Tujuan Malaysia Lolos Imigrasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.