Berita Viral

KDM Dilaporkan Lagi Imbas Kebijakan, Kini Sekolah Swasta Tekor: Saya Cuma Jalankan Kewajiban Negara

Lagi-lagi Dedi Mulyadi dilaporkan gegara kebijakannya sendiri. Kali ini, sekolah swasta merasa dirugikan.

Editor: Mardianita Olga
Kompas.com/Ruby Rachmadina
KEBIJAKAN KDM - Dedi Mulyadi lagi-lagi dilaporkan gegara kebijakannya sendiri. Kali ini, delapan organisasi sekolah swaswa di Jawa Barat merasa dirugikan oleh kebijakan rombongan belajar sang gubernur dan menggugatnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada 31 Juli 2025 lalu. 

Dia pun meminta sekolah swasta yang menggugatnya membuktikan bahwa benar-benar mengalami kerugian nyata akibat kebijakannya.

“Ini bukan keputusan tata usaha yang merugikan secara material. Ini soal pendidikan, bukan bisnis tender yang menyebabkan yang lain kalah bersaing. Sekolah yang menggugat harus bisa membuktikan bahwa mereka benar-benar dirugikan oleh kebijakan ini,” ujar Dedi saat dikonfirmasi Kompas.com via telepon, Rabu (6/8/2025).

Dedi menyebut, kebijakan rombel maksimal 50 orang dikeluarkan sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk membuka akses pendidikan seluas-luasnya bagi warga Jawa Barat.

Baca juga: Pria Ini Nekat Gugat Gubernur Khofifah Soal Pajak Kendaraan, Ngaku Tertarik Kebijakan Dedi Mulyadi

Dedi Mulyadi Syok Tahu Jumlah Pungli yang Harus Dibayar Sopir Truk: Tambah Susah Hidupnya
Dedi Mulyadi Syok Tahu Jumlah Pungli yang Harus Dibayar Sopir Truk: Tambah Susah Hidupnya (Istimewa via Tribunnews)

Kebijakan ini, menurutnya, justru bentuk pemenuhan kewajiban negara.

Dedi menolak anggapan bahwa kebijakan tersebut memonopoli dunia pendidikan dan membuat sekolah swasta tersingkir.

Ia menilai, yang terjadi justru adalah kompetisi terbuka antar-sekolah.

"Kalau SMA-nya menarik, orang pasti tetap sekolah di situ. Kenapa sampai 50 per kelas? Karena banyak yang minat, karena sekolahnya bagus. Minat masyarakat tinggi, bukan karena dipaksa," ujarnya.

Ia juga menyebut bahwa daya saing dan gengsi sekolah turut memengaruhi pilihan masyarakat dalam menyekolahkan anak.

"Masyarakat juga berpikir, buat apa bayar mahal kalau kualitasnya biasa saja? Yang favorit (berkualitas) tetap penuh, bahkan rebutan murid," tegasnya.

Dedi menegaskan bahwa sekolah swasta tetap mendapatkan dukungan pemerintah dalam bentuk dana operasional seperti BOS dan BPMU, baik dari APBD maupun APBN.

Bahkan, ia menantang pihak yang menggugat untuk mengaudit penggunaan bantuan tersebut.

Ia juga mempertanyakan logika gugatan tersebut dan menuding adanya upaya menjadikan pemerintah sebagai kambing hitam atas kurangnya daya tarik sekolah.

"Kalau sekolahnya memang dari dulu sepi, lalu tiba-tiba ada kebijakan rombel 50 orang, terus itu dijadikan alasan? Ini kayak ojek pangkalan menggugat Gojek karena sepi, padahal masalah utamanya ada pada daya tarik dan layanan," sindir Dedi.

Baca juga: Sudah Diizinkan Kepala Daerah Study Tour, Dedi Mulyadi Tetap Beri Sanksi Kepsek yang Ngotot Pergi

Dedi menambahkan, jika gugatan ini dikabulkan, maka akan ada konsekuensi serius, termasuk nasib 47.000 siswa tambahan yang saat ini diterima di sekolah negeri.

"Misalnya kalau gugatan diterima, silakan saja hakim keluarkan 47.000 siswa tambahan itu dari Dapodik, dan mereka mau nggak keluar dari sekolah negeri ke swasta? Pasti nggak mau," pungkas Dedi.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved