Berita Viral

KDM Dilaporkan Lagi Imbas Kebijakan, Kini Sekolah Swasta Tekor: Saya Cuma Jalankan Kewajiban Negara

Lagi-lagi Dedi Mulyadi dilaporkan gegara kebijakannya sendiri. Kali ini, sekolah swasta merasa dirugikan.

Editor: Mardianita Olga
Kompas.com/Ruby Rachmadina
KEBIJAKAN KDM - Dedi Mulyadi lagi-lagi dilaporkan gegara kebijakannya sendiri. Kali ini, delapan organisasi sekolah swaswa di Jawa Barat merasa dirugikan oleh kebijakan rombongan belajar sang gubernur dan menggugatnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada 31 Juli 2025 lalu. 

TRIBUNMADURA.COM - Dedi Mulyadi tak hanya sekali disorot karena kebijakannya yang kontroversial.

Beberapa program baru yang dia terapkan di Jawa Barat selalu diikuti oleh kontra.

Beberapa bahkan mendapat protes keras dari warga sampai didemo, dilaporkan ke polisi, dan terbaru dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Pada 31 Juli 2025, delapan organisasi sekolah swasta di Jawa Barat mengajukan gugatan itu lantaran merasa dirugikan oleh kebijakan rombongan belajar.

Mereka terdiri dari forum kepala sekolah dan badan musyawarah sekolah swasta dari berbagai kabupaten/kota di Jawa Barat.

Baca juga: Nasib SMA Swasta Jabar Kekurangan Siswa Gegara Kebijakan KDM, Kepsek Menjerit: Kami Kebagian Apa?

Mulai tahun ajaran 2025/2026, sekolah-sekolah negeri di bawah daerah kekuasaan sang gubernur akan menampung lebih banyak siswa.

Awalnya 36, setiap kelas kali ini akan diisi hingga 50 siswa.

Berdasarkan pada Kepala Dinas Pendidikan (Disdik), Provinsi Jawa Barat, Purwanto, kebijakan itu demi memberikan pelayanan pendidikan maksimal kepada masyarakat.

Hal ini membuat banyak sekolah swasta kekurangan siswa bahkan terancam tutup.

Laporan tersebut dibetulkan oleh Humas PTUN Bandung, Enrico Simanjuntak.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Google News TribunMadura.com

Baca juga: Panas, Istri Ridwan Kamil Kritik Dedi Mulyadi soal Rombongan Belajar, KDM Singgung Kang Emil

Gugatan sudah teregistrasi dengan nomor perkara 121/G/2025/PTUN.BDG.

"Jadi, benar yang menjadi tergugatnya nanti adalah Gubernur dalam hal ini Gubernur Provinsi Jawa Barat. Nanti mereka biasanya akan diwakili ini oleh kuasa yang biasanya ini dari Biro Hukum," ujar Enrico, Rabu (6/8/2025).

Persidangan akan dimulai pada Kamis (7/8/2025).

Gugatan ini tentu sudah didengar oleh Dedi Mulyadi sebagai tergugat.

Dia pun meminta sekolah swasta yang menggugatnya membuktikan bahwa benar-benar mengalami kerugian nyata akibat kebijakannya.

“Ini bukan keputusan tata usaha yang merugikan secara material. Ini soal pendidikan, bukan bisnis tender yang menyebabkan yang lain kalah bersaing. Sekolah yang menggugat harus bisa membuktikan bahwa mereka benar-benar dirugikan oleh kebijakan ini,” ujar Dedi saat dikonfirmasi Kompas.com via telepon, Rabu (6/8/2025).

Dedi menyebut, kebijakan rombel maksimal 50 orang dikeluarkan sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk membuka akses pendidikan seluas-luasnya bagi warga Jawa Barat.

Baca juga: Pria Ini Nekat Gugat Gubernur Khofifah Soal Pajak Kendaraan, Ngaku Tertarik Kebijakan Dedi Mulyadi

Dedi Mulyadi Syok Tahu Jumlah Pungli yang Harus Dibayar Sopir Truk: Tambah Susah Hidupnya
Dedi Mulyadi Syok Tahu Jumlah Pungli yang Harus Dibayar Sopir Truk: Tambah Susah Hidupnya (Istimewa via Tribunnews)

Kebijakan ini, menurutnya, justru bentuk pemenuhan kewajiban negara.

Dedi menolak anggapan bahwa kebijakan tersebut memonopoli dunia pendidikan dan membuat sekolah swasta tersingkir.

Ia menilai, yang terjadi justru adalah kompetisi terbuka antar-sekolah.

"Kalau SMA-nya menarik, orang pasti tetap sekolah di situ. Kenapa sampai 50 per kelas? Karena banyak yang minat, karena sekolahnya bagus. Minat masyarakat tinggi, bukan karena dipaksa," ujarnya.

Ia juga menyebut bahwa daya saing dan gengsi sekolah turut memengaruhi pilihan masyarakat dalam menyekolahkan anak.

"Masyarakat juga berpikir, buat apa bayar mahal kalau kualitasnya biasa saja? Yang favorit (berkualitas) tetap penuh, bahkan rebutan murid," tegasnya.

Dedi menegaskan bahwa sekolah swasta tetap mendapatkan dukungan pemerintah dalam bentuk dana operasional seperti BOS dan BPMU, baik dari APBD maupun APBN.

Bahkan, ia menantang pihak yang menggugat untuk mengaudit penggunaan bantuan tersebut.

Ia juga mempertanyakan logika gugatan tersebut dan menuding adanya upaya menjadikan pemerintah sebagai kambing hitam atas kurangnya daya tarik sekolah.

"Kalau sekolahnya memang dari dulu sepi, lalu tiba-tiba ada kebijakan rombel 50 orang, terus itu dijadikan alasan? Ini kayak ojek pangkalan menggugat Gojek karena sepi, padahal masalah utamanya ada pada daya tarik dan layanan," sindir Dedi.

Baca juga: Sudah Diizinkan Kepala Daerah Study Tour, Dedi Mulyadi Tetap Beri Sanksi Kepsek yang Ngotot Pergi

Dedi menambahkan, jika gugatan ini dikabulkan, maka akan ada konsekuensi serius, termasuk nasib 47.000 siswa tambahan yang saat ini diterima di sekolah negeri.

"Misalnya kalau gugatan diterima, silakan saja hakim keluarkan 47.000 siswa tambahan itu dari Dapodik, dan mereka mau nggak keluar dari sekolah negeri ke swasta? Pasti nggak mau," pungkas Dedi.

Sebelum rombongan belajar, Dedi Mulyadi juga pernah dilaporkan ke Bareskrim Polri karena kebijakan pendidikan militer bagi siswa bermasalah.

Pelapor adalah seorang orang tua siswa bernama Adhel Setiawan, Kamis (5/6/2025).

Ia mempermasalahkan program barak militer pelajar yang dinilai melibatkan anak-anak dalam kegiatan berbau militer, yang menurutnya melanggar Pasal 76H Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

"Di Pasal 76 itu kan melarang anak-anak dilibatkan dengan urusan yang berbau militer. Baik langsung maupun tidak langsung," kata Adhel kepada Kompas.com, Sabtu (7/6/2025).

Baca juga: Ortu Siswa Laporkan Dedi Mulyadi ke Komnas HAM Minta Hentikan Pendidikan Militer, KDM: ini Pembinaan

Adhel mengaku memiliki legal standing sebagai orang tua siswa yang bersekolah di Jawa Barat.

Ia juga menyebutkan bahwa program tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan sebelumnya telah melaporkan Dedi ke Komnas HAM karena dianggap melanggar hak anak.

Meski demikian, Dedi Mulyadi menegaskan bahwa program barak militer pelajar bertujuan membentuk karakter dan kedisiplinan generasi muda, bukan untuk tujuan militerisasi.

"Itu harus dibentuk dengan watak dan sistem yang hebat," tegasnya.

Saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Bareskrim terkait tindak lanjut dari pengaduan tersebut.

----- 

Berita viral dan berita seleb lainnya.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved