Berita Surabaya

Keren, 3 Seniman Beda Generasi Unjuk Gigi di Pameran Tiga Masa, Lihat Hasilnya

Tiga seniman beda generasi yakni Ariel Ramadhan, Arik S. Wartono dan Saiful Hadjar berkolaborasi menggelar pameran bertajuk Pameran

Editor: Januar
istimewa
Keren, 3 Seniman Beda Generasi Unjuk Gigi di Pameran Tiga Masa, Lihat Hasilnya 

TRIBUNMADURA.COM, GRESIK- Tiga seniman beda generasi yakni Ariel Ramadhan, Arik S Wartono dan Saiful Hadjar berkolaborasi menggelar pameran bertajuk Pameran Seni Rupa Tiga Masa di ARTS.ID Art Space, Jl. Lombok Nomor 10 Surabaya.

Pameran dibuka Djuli Djatiprambudi pada Minggu, 24 Agustus 2025 pukul 15.00 WIB. Selanjutnya pameran akan berlangsung selama dua bulan hingga 25 Oktober 2025 dan terbuka untuk umum secara gratis.

Ada 16 karya seni rupa yang dipajang dalam pameran ini. Ariel Ramadhan seniman termuda menampilkan 5 karya, Arik S. Wartono 5 karya, dimana satu karyanya hasil merespon karya drawing Ariel Ramadhan.

Sementara pelukis senior Saiful Hadjar menampilkan 6 karya, dimana dua karya lukisnya merupakan hasil dari merespon karya fotografi Arik S. Wartono, dan dua karyanya lagi merespon karya fotografi Ariel Ramadhan. Sedang dua karyanya lagi merupakan karya seri grafis. Karya seri grafis yang pertama terdiri dari 3 panel, dan karya seri grafis yang kedua terdiri dari 4 panel.

Selain 6 karya tersebut, Saiful Hadjar juga memamerkan 1 bendel dokumen berisi karya-karya grafisnya.
 
Pameran seni rupa Tiga Masa ini tergolong istimewa karena melibatkan tiga penulis yakni Mardi Luhung, Henri Nurcahyo dan Aji Ramadhan.

Henri Nurcahyo, menyebut pameran tiga perupa lintas generasi ini pada akhirnya menghadirkan dialektika yang kaya, antara yang muda dan penuh gairah, yang tengah matang dengan pencarian spiritual, serta yang senior dengan kedalaman pengalaman dan keteguhan sikap.

Ketiganya menyuarakan warna, bentuk, dan cara pandang yang berbeda, namun justru dari perbedaan itu muncul jalinan dialog yang saling melengkapi.

"Kita seakan diajak melihat perjalanan seni rupa bukan sebagai garis lurus, melainkan sebagai ruang pertemuan yang terus berkembang, berdenyut, dan saling memantulkan cahaya," kata Henri, Minggu, (24/8/2025)

Ia mengungkapkan, di tengah hiruk-pikuk dunia seni yang kadang terjebak pada tren sesaat, pameran ini mengingatkan bahwa seni sejatinya adalah pergulatan panjang: antara keindahan dan kritik sosial, antara doa dan keresahan, antara pesona dan peringatan.

"Dari Ariel, Arik, hingga Saiful, kita belajar bahwa setiap generasi punya cara sendiri untuk bersuara, namun tujuan akhirnya tetap sama: menghidupkan kesadaran dan menjaga kemanusiaan," ujarnya.

Lebih jauh lagi, menurut Henri, kehadiran tiga nama ini juga meneguhkan pentingnya kontinuitas. Seni rupa Indonesia tidak lahir dari ruang kosong, melainkan dari keberlanjutan dialog antargenerasi, dari guru kepada murid, dari senior kepada yunior, dari tradisi kepada eksplorasi baru.

"Pameran ini bukan sekadar ajang memajang karya, tetapi juga sebuah penanda estafet, bahwa di tangan generasi muda seperti Ariel, semangat yang dirawat Arik, dan kesetiaan panjang seorang Saiful Hadjar, seni rupa akan terus menemukan jalannya," ucap Henri.

Dalam pameran ini karya-karya grafis Saiful Hadjar laku terjual dibeli kolektor dari Surabaya dan Jakarta, menjelang pembukaan pameran. Saiful Hadjar mengatakan jika mau jujur karya grafisnya laku diluar perasaan dan pikirannya. Maklum jika demikian, sebab selama ini di kalangan seniman ia dikenal anti pasar.

Namun hal tersebut ia bantah sebab tidak mungkin menolak laku. Mengingat pasar adalah salah satu unsur menghidupkan kesenian semakin semarak dan maju. Jadi membeli karya seniman seni lukis atau seni lainnya adalah bentuk partisipasi nyata dunia kesenian semakin hidup.

“Maka dari itu saya sepantasnya mengucapkan banyak terima kasih pada pembeli karya kami,” ujar Saiful Hadjar.

Sebagai informasi, Profesor Setiawan Sabana (almarhum), seorang profesor seni rupa Indonesia memberi julukan untuk Saiful Hadjar sebagai seorang seniman grafis fundamentalis.

Menurut Profesor Setiawan, Saiful Hadjar adalah dedengkot seniman grafis Indonesia yang bahkan masih bertahan sampai hari ini di tengah para seniman grafis yang tumbang satu per satu (karena wafat atau bahkan berhenti berkarya).

Karya-karya seni grafis Saiful Hadjar yang selalu berisi kritik sosial yang tajam, selama lebih dari 20 tahun (80-an hingga tahun 2000-an) ketika era koran dan majalah masih menjadi sumber utama informasi di samping televisi, karya-karya grafis Saiful Hadjar selalu tampil menjadi ilustrasi atau mendampingi karya puisi, cerpen dan tulisan kolom dari pada seniman dan budayawan ternama Indonesia di berbagai media ternama.
 
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunMadura.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved