Kecewa Penggelembungan Suara Pemilu 2019, Partai Gerindra Bawa Kasus Hilangnya Suara ke Mahkamah Konstitusi (MK)
Laporan Wartawan TribunMadura.com, Kuswanto Ferdian
TRIBUNMADURA.COM, PAMEKASAN - Dugaan penggelembungan suara di Kabupaten Pamekasan Madura, dalam Pemilu 2019 diungkap oleh Partai Gerindra.
Ini suara Partai Gerindra dan atau suara calon legislatif (Caleg) yang diusungnya tiba-tiba hilang dan berkurang ketika proses rekapitulasi suara Pemilu 2019 di Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), alias tingkat kecamatan, hingga rekaptitulasi suara tingkat kabupaten yang dilakukan oleh KPU Pamekasan.
Ironisnya, suara tersebut diduga malah pindah ke partai lain mapun caleg dari partai lain.
Kecewa dengan hilangnya suara partai dan caleg yang diusungnya, Partai Gerindra menyatakan akan melaporkan kasus dugaan penggelembungan suara tersebut ke KPU Jatim, dan meminta agar dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU).
Jika tetap tidak diindahkan, Partai Gerindra akan membawa kasus tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta.
Hal itu ditegaskan oleh Bendahara DPC Partai Gerindra Pamekasan Madura, Khairul Kalam.
• Sumber Klaim Prabowo Menang Pilpres Atas Jokowi Terungkap, Inilah Sosok di Baliknya yang Dibeber BPN
• Artis Venna Melinda, Ronnie Sianturi & Anak Rachmawati Gagal Jadi DPR RI, Guruh Soekarno Melenggang
• Hasil Sementara Pilpres 2019, dari 23 Daerah Jatim, Jokowi Menang 70%, Prabowo Menang 2 Daerah Saja
Menurut Khairul Kalam, pihaknya mengaku sangat kecewa atas berlangsungnya proses rekapitulasi suara Pemilu 2019 di tingkat PPK (Kecamatan) dan tingkat Kabupaten Pamekasan.
Dirinya kecewa lantaran ditemukannya banyak kecurangan penggelembungan suara yang terjadi di tingkat PPK dan di tingkat kabupaten saat dilakukan proses rekapitulasi.
Khairul Kalam menyebut, banyak data perolehan rekapitulasi suara Pemilu 2019 yang tidak sesuai alias bergeser ke partai lain dan ke caleg lain.
"Terkait dengan proses rekapitulasi pemilu 2019 untuk tingkat DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD kota/kabupaten kami nyatakan kecewa karena banyak terjadi kecurangan," kata Khairul Kalam kepada TribunMadura.com, Rabu (8/5/2019).
Lebih lanjut, Khairul Kalam menduga, banyak permain kecurangan yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu 2019 baik ditingkat kabupaten dan ditingkat PPK (kecamatan).
• Hasil Pilpres 2019 di MADURA, Prabowo Kuasai Sampang Pamekasan Sumenep, Jokowi Hanya Rebut Bangkalan
• LINK LIVE STREAMING Liga Champions Leg Kedua Ajax Vs Tottenham pada Kamis (9/5/2019) Dini Hari
Khairul Kalam menyebut, contoh penggelembungan suara terjadi dari seorang caleg Partai PDIP di Kecamatan Larangan.
"Caleg DPR RI atas nama MH Said Abdullah dari data DA1 itu dapat suara sebanyak 1.586. Ternyata ketika direkap di tingkat kabupaten itu malah berubah, suaranya di DB 1 mencapai 3.486 suara," ujar Khairul Kalam.
"Jadi ada tambahan suara itu sekitar 1.900. Jadi kami dari Partai Politik itu bertanya, dari mana suara tambahan itu diperoleh?" katanya menambahi.
Sebaliknya, kata Khairul Kalam, pihaknya selaku perwakilan dari Partai Gerindra sangat menyayangkan terhadap kurangnya suara yang dimiliki oleh Partai Gerindra.
"Seperti di Kecamatan Pegantenan, di Kecamatan Pegantenan itu suara caleg nomor urut 1 untuk DPR RI atas nama Mohammad Nizar Zahro dari data DA1 memperoleh suara sebanyak 16.228, ketika rekapitulasi di tingkat kabupaten DB1 yang keluar di Kabupaten menjadi 13.841," beber Khairul Kalam.
"Jadi ada suara hilang kurang lebih sebanyak 2.387 suara, nah ini persoalan dari kami yang mencoba membandingkan dua partai politik berdasarkan data yang kita miliki dari Partai Gerindra berdasarakan DA1 dan DB1. Itu saja sudah terjadi kecurangan yang fatal," keluhnya.
• Hasil Rekapitulasi KPU Surabaya untuk DPD RI, La Nyalla Mattalitti Raih Suara Tertinggi di Surabaya
• Kivlan Zein Akan Demo KPU Tuntut Diskualifikasi Jokowi, Bravo-5 Jatim: Jangan Nodai Bulan Mulia ini
Atas dasar kecurangan tersebut, Khairul Kalam mengungkapkan banyak persoalan kecurangan yang terjadi pada berlangsungnya proses rekapitulasi, terutama berpindahnya suara caleg dari satu caleg ke caleg yang lain dan dari satu partai ke partai yang lain.
"Ini jelas merupakan konspirasi jahat yang dilakukan olek KPUD Pamekasan dengan penyelenggara di tingkat PPK," ucap Khairul Kalam.
Khairul Kalam mengaku, secara prosedural akan mengawal persoalan kecurangan tersebut untuk melaporkan ke tingkat KPUD Jatim / provinsi.
"Harapan kami dari beberapa partai politik saat kami melakukan komunikasi yang jelas kami sudah merasa dirugikan dengan adanya manipulasi data yang dilakukan oleh KPU dan PPK," ucap dia.
"Untuk di Kabupaten Pamekasan, kami meminta agar dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU)," tambah dia.
Khairul Kalam mengungkapkan, kecurangan manipulasi data dan penggelembungan suara tersebut sangat jelas terjadi.
"Kita akan melaporkan secara prosedural. Kami akan melapor ke KPU Provinsi Jawa Timur dan kemudian kalau akhirnya kita sudah mentok, persoalan ini akan kami bawa ke MK (mahkamah konstitusi)," kecam Khairul Kalam.
"Kita dengan beberapa partai politik yang lain menjadi korban kebiadaban dari KPU Kabupaten Pamekasan dan Panitia PPK," pungkasnya.
• Meski Saksi Prabowo di Surabaya Tak Mau Tandatangan, KPU Surabaya Sebut Tak Menggugurkan Hasil
• Bus Vs Truk Adu Moncong di Jalan Raya Probolinggo-Jember, Kedua Sopir Langsung Meregang Nyawa
Jokowi Unggul Telak di Surabaya, Saksi Prabowo Tak Mau Tandatangan
KPU Surabaya telah menyelesaikan rekapitulasi suara alias real count KPU di tingkat Kota Surabaya pada Selasa (7/5/2019) pukul 23.45 WIB.
Dari rekapitulasi tersebut Paslon Capres dan cawapres nomor urut 01 Jokowi-Maruf Amin menang mutlak di Kota Surabaya atas Paslon Capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo-Sandi.
Jokowi-Maruf mendapatkan 1.124.966 suara, sedangkan Prabowo-Sandiaga mendapatkan 478.439 suara.
Atau jika dipersentasekan Jokowi-Amin mendapatkan 70,1 persen sedangkan Prabowo-Sandiaga 29,9 persen.
"Setelah ini tahapannya adalah rekapitulasi di tingkat provinsi, insyaallah nanti pagi (Rabu, 8/5/2019) akan kami kirim hasilnya yaitu berupa DB1 yang akan kita sampaikan ke provinsi," kata Ketua KPU Kota Surabaya, Nur Syamsi, Rabu (8/5/2019).
Namun begitu, saat rekapitulasi usai dilakukan saksi Paslon Capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo - Sandiaga enggan untuk menandatangani hasil rekapitulasi penghitungan suara tingkat Kota Surabaya tersebut.
Alasan Tak Mau Tandatangan
Saksi Capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga enggan untuk menandatangani hasil rekapitulasi penghitungan suara di tingkat Kota Surabaya yang telah usai pada Selasa (7/5/2019) malam.
Saksi Prabowo-Sandi, Agus Fachrudin mengungkapkan ada beberapa sebab mengapa dirinya tidak mau menandatangani hasil rekapitulasi tersebut.
"Saya mendapat mandat dari BPP untuk tidak menandatangani apapun hasil dari KPU Kota Surabaya, intinya itu," kata Agus saat ditemui usai rekapitulasi.
Yang kedua, Agus mengatakan telah terjadi kecurangan hingga mengakibatkan selisih suara yang merugikan Prabowo-Sandi.
"Salah satunya ada selisih suara di Kecamatan Kenjeran, dan ada beberapa hal lain yang sudah kita tuangkan di DB2," kata Agus.
Agus pun menyayangkan kecurangan tersebut bisa terjadi. "Sebenarnya kita tidak berbicara jumlah suaranya karena pemilu ini bukan masalah angka, tapi yang terpenting masalah prosesnya dan itu harus ditaati semua nya, itu yang kita garisbawahi," lanjutnya.
Agus pun sudah menyampaikan laporan ke Bawaslu dengan didampingi advokat.
"Langkah selanjutnya ya kita ikuti saja tahapannya, kita ikuti Rekapitulasi di KPU jatim," ucap Agus.
BPP Prabowo-Sandi Jatim Merasa Dicurangi
Sebelumnya, Badan Pemenangan Provinsi (BPP) Prabowo-Sandi di Jatim menginstruksikan jajaran saksi untuk menolak menandatangani hasil rekapitulasi suara di tingkat kecamatan.
Penyebabnya, BPP Jatim menyebut adanya potensi kecurangan oleh pelaksana pemilu selama proses perhitungan.
Instruksi ini pun disampaikan Soepriyatno sebagai Ketua DPD Gerindra Jatim yang juga Ketua BPP Prabowo-Sandi di Jawa Timur melalui sebuah surat tertanggal 22 April 2019.
Surat ini ditujukan kepada seluruh DPC Partai Gerindra yang tersebar di 38 Kabupaten/Kota di Jatim.
"Diinstruksikan kepada seluruh saksi kecamatan untuk tidak menandatangani hasil rekapitulasi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di tingkat kecamatan dan membuat catatan keberatan atas hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden," begitu petikan surat yang ditandatangani Soepriyatno dan Anwar Sadad, Sekretaris DPD Gerindra Jatim ini.
Dikonfirmasi terkait surat tersebut, Soepriyatno membenarkan surat ini.
"Kami banyak menemukan kecurangan yang luar biasa masifnya," kata Soepriyatno kepada Surya.co.id (TribunMadura.com network), ketika dikonfirmasi di Surabaya, Rabu (24/4/2019).
Menurutnya, kecurangan tersebut terjadi sejak di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Mulai dari banyak manipulasi di C1, hingga potensi pelanggaran lainnya.
"Kami melihat pelanggaran itu terjadi sistematis, terstruktur, dan masif," ujarnya.
Anggota DPR RI menerangkan bahwa kecurangan ini menimbulkan potensi perubahan angka, pegeseran selisih, hingga penggelembungan suara.
"Sehingga, kami menginstruksikan jajaran di kecamatan untuk tidak menandatangani proses rekap," terangnya.
Selain dalam proses rekapitulasi, indikasi kecurangan juga dilakukan dengan pencoblosan surat suara oleh pihak tertentu sebelum pelaksanaan pemungutan. Hingga, penukaran form C1 berhologram dengan form C1 palsu.
Sehingga, Gerindra menilai pelaksanaan pemilu kali ini juga paling "brutal" dalam sejarah penyelenggaraan pemilu.
"Bukan hanya untuk Jawa Timur, namun seluruh Indonesia," katanya.
Sebagai perbandingan, pihaknya menyebut telah unggul di 22 provinsi dari 34 provinsi se-Indonesia.
"Kami menang di mayotitas provinsi. Sementara untuk beberapa provinsi mengaku kalah, meskipun tidak terlalu banyak," katanya.
Kenyataannya, unggul di mayoritas provinsi ternyata tak membuat pihaknya bisa memperoleh mayoritas suara.
"Oleh karenanya, buat apa kita menghormati proses perhitungan suara yang penuh rekayasa yang tidak jujur dan tidak adil ini?," katanya.
Menurutnya, kecurangan itu berpotensi menghilangkan 20 persen suara.
"Itu luar biasa. Suara kita berkurang sekitar 20 persen dari total jumlah suara. Oleh karenanya, itu tugas kita bersama untuk mengamankan," tegasnya.
"Intinya kacau penyelenggaraan pemilu kali ini. Di desa, kelurahan, sampai kecamatan, banyak sekali manipulasi. Kami menyayagkan hal itu," tegasnya.
Untuk diketahui, pihak penyelenggara saat ini terus melakukan proses rekapitulasi suara pasca pencoblosan pada Rabu 17 April 2019 lalu. Saat ini, proses rekapitulasi baru sampai di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). (Kuswanto Ferdian/Bobby Koloway/Sofyan Arif Candra Sakti)