TRIBUNMADURA.COM, PAMEKASAN – Tanda tangan empat pimpinan Komisi DPRD Pamekasan diduga dipalsukan.
Kabarnya, tanda tangan pimpinan Komisi DPRD Pamekasan itu dipalsukan dalam pengajuan permohonan bantuan terdampak penanganan Covid-19 ke Pimpinan Cabang (PC) Bank Jatim Pamekasan dan Direktur Bank Jatim di Surabaya.
Untuk mengungkap pelakunya, empat ketua mengirim surat kepada Badan Kehormatan (BK) DPRD Pamekasan agar mengusut tuntas pelaku pemalsu tanda tangan.
• Anak Pengusaha di Surabaya Tewas Bunuh Diri, Selama ini Dikenal Baik dan Berprestasi di Kampus
• Pemuda ini Sering Booking Kamar Hotel untuk Berbuat Dosa, Ditangkap Polisi dengan Barang Bukti
• Bersepeda Jadi Tren Masyarakat Indonesia pada Masa Pandemi, Waspada Penyakit Bahaya ini Bagi Pemula
Tindakan itu dianggap mencoreng lembaga wakil rakyat dan mencemarkan nama baik mereka.
Ketua Komisi IV DPRD Pamekasan, Mohammad Sahur mengungkapkan, sebelum melaporkan kasus ini ke BK, semua komisi dari komisi I hingga komisi IV, menggelar rapat internal membahas pemalsuan tanda tangan.
Mohammad Sahur menduga, pelaku pemalsuan tanda tangan ini merupakan oknum anggota dewan.
Ia menilai, hal ini tidak mungkin dan mustahil dilakukan orang di luar lingkungan dewan, walau itu bisa saja terjadi.
Tetapi siapa gambaran oknum yang berbuat ini, Mohammad Sahur menyerahkan kepada BK untuk mengungkapnya.
“Selama ini kami dan teman-teman ketua komisi, tidak merasa dan tidak pernah membuat proposal permohonan bantuan terdampak Covid-19, baik langsung atau tidak langsung," kata Mohammad Sahur, Rabu (8/7/2020).
• Wanita Paruh Baya ini Tak Pamitan saat Keluar Rumah, Setelahnya Ditemukan Tewas Mengambang di Sungai
• Bea Cukai Komitmen Rintis Kawasan Industri Hasil Tembakau di Madura, Bupati Pamekasan Siap Dukung
"Sehingga kami sepakat melaporkan ke BK agar menyelidiki tindakan oknum yang sudah merusak marwah dewan,” sambung dia.
Menurut Sahur, masing-masing komisi itu mengajukan dua proposal yang ditujukan kepada PC Bank Jatim Pamekasan dan Direktur Bank Jatim di Surabaya.
Proposalnya pengajuan bantuan untuk masjid terdampak Covid, lalu bantuan santunan dan sembako dengan kop surat dan stempel komisi.
Padahal, lanjut Sahur, di DPRD hanya ada satu stempel yakni stempel DPRD Pamekasan, bukan stempel komisi seperti yang tertera di dalam proposal.
Kemudian dari setiap proposal itu, semua anggotanya dicatut dan dijadikan panitia permohonan.
Dikatakan, dalam permohonan bantuan Covid-19 tertanggal 29 Mei 2020 dan 2 Juni 2020 itu, besaran nilai uang yang diminta beragam, dari Rp 16 juta hingga Rp 25 juta.
• Satu Keluarga di Kota Blitar Positif Virus Corona, Warga Jalan Waru Lakukan Karantina Mandiri
• Pulang Takziah ke Rumah Saudara, Pasangan Suami Istri di Kota Madiun Terkonfirmasi Positif Covid-19
Yang aneh, dalam dua proposal itu, tanda tangan dirinya di proposal yang pertama dan kedua, tidak sama.
Begitu juga dengan tanda tangan ketua komisi lainnya berbeda.
Diungkapkan, pihaknya mengetahui jika terdapat oknum yang berkirim surat permohonan kepada PC Bank Jatim dan Dirut Bank Jatim di Surabaya setelah dirinya dipanggil Ketua DPRD Pamekasan beberapa hari lalu.
Dalam kesempatan itu, Ketua DPRD Pamekasan menanyakan adanya pengajuan proposal bantuan terdampak Covid-19 yang diajukan empat komisi di DPRD Pamekasan.
“Ketika kami ditanya oleh Pak Ketua Dewan tentang pengajuan proposal dan ditunjukkan foto kopinya, kami kaget dan tidak percaya," ungkap dia.
"Karena kami tidak mungkin atas nama lembaga dewan minta bantuan dana Covid kepada lembaga pemerintah. Sehingga kami tegaskan, jika tanda tangan kami dan teman-teman telah dipalsu," sambungnya.
"Sebagai bukti keseriusan, kami dan semua anggota dewan akan mengawal kasus ini,” papar Sahur.
Ketua DPRD Pamekasan, Fathorrahman mengatakan, kasus dugaan pemalsuan tanda tangan itu penanganannya dipasarahkan kepada masing-masing ketua komisi bagaimana mengambil langkah.
Diakui, jika dalam kasus ini ditemukan indikasi dilakukan oleh teman sendiri (oknum anggota dewan.Red), ia menyarankan agar memberikan toleransi.
Tapi kalau menghendaki persoalan ini diselesaikan dengan prosedur tata tertib dewan, ia mempersilakan.
Namun ketua komisi lebih memilih untuk melanjutkan kasus ini dengan melaporkan ke BK.
“Sampai saat ini, saya belum terima laporan resmi dari masing-masing ketua komisi mengenai langkah yang dilakukan sekarang ini,” kata Fathorrahman.(sin)