Wartawan TribunMadura.com, Ali Hafidz Syahbana
TRIBUNMADURA.COM, SUMENEP - Banjir menjadi fenomena tahunan di Kabupaten Sumenep, Madura.
Pada awal 2021 ini, puluhan rumah warga Sumenep terendam banjir sekitar 50 sentimeter.
Banjir terbesar terjadi di Desa Nambakor Kecamatan Saronggi dan Desa Patean Kecamatan Batuan.
Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman (PRKP) dan Cipta Karya Sumenep mengakui, yang menjadi faktor adanya banjir tersebut yakni banyaknya drainase yang rendah.
Baca juga: Tanaman Padi di Sumenep Nyaris Tak Terlihat setelah Terendam Banjir, Petani Terancam Gagal Panen
Baca juga: Jember Diguyur Hujan Deras, Sejumlah Kecamatan Kebanjiran, Air Menggenang Tinggi di 2 Pesantren
Baca juga: Arek Lancor Pamekasan Banjir, Arus Lalu Lintas dari Arah Jalan Trunojoyo ke Jalan Masegit Dialihkan
"Wilayah kota karena terkait sistem drainase, kami terlibat," kata Kepala Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman (PRKP) dan Cipta Karya Kabupaten Sumenep, Mohammad Jakfar, Selasa (12/1/2021).
"Untuk Kota Sumenep pertama kecenderungan wilayah kota datar, sehingga akan berpengaruh pada keluarnya air dari kota," sambung dia.
Faktor lain, kata Mohammad Jakfar, yaitu karena pasang surut air laut di wilayah Kalianget.
Menurutnya, saat air pasang, maka genangan air akan terlambat.
"Sehingga dengan curah hujan yang tinggi kayak yang terakhir itu akan ada genangan," ungkap dia.
"Belum sampai ke taraf bajir karena dalam satu dan dua jam sudah habis," katanya.
Namun untuk daerah seperti di Desa Patean, ia mengakui, banjir terjadi karena sehari semalam air masih tersisa.
Baca juga: Dirut PDAM Trunojoyo Sampang Diduduki Nama Baru, Fokus Tingkatkan Pelayanan dan Kualitas SDM
Baca juga: Vaksinasi Covid-19 Tahap Pertama di Surabaya, 12 Orang dari Jajaran Forkopimda Divaksin Bulan ini
"Kalau di Patean ya masuk banjir karena sudah terendam, tapi kalau di Kota Sumenep sudah hilang dalam waktu satu dan dua jam," tambahnya.
Ditanya bagaimana untuk m3ngantisipasi dan mengevaluasi, ia mengaku dengan adanya anggaran yang tersedia di Dinas PRKP dan Cipta Karya hampir tidak ada untuk tahun 2020 - 2021.
"Oleh sebab itu kita memaksimalkan pembersihan saluran melalui Satgas-satgas merah, tiap hari rutin secara bergiliran di wilayah kota sebelum turunnya hujan," jelas dia.
"Membersihkan lumpur, sampah yang ada di saluran-saluran. Karena untuk merenovasi dan membuat saluran anggarannya belum tersedia," kata Mohammad Jakfar.
Salah satu contohnya, seperti di Jalan Trunojoyo merupakan proyek (saluran/drainase) 30 tahun yang lalu yang bawahnya masih dinilai riul.
"Seharusnya sekarang sudah diganti, karena dimensi saluran itu semakin tahun harus semakin besar. Tapi karena belum tersedianya anggaran, maka belum," katanya.
Wilayah kota Sumenep ini katanya, perlu saluran pembungan air yang lebar. Kalau dimensinya besar, air bisa mengalir dengan baik.
"Sampah juga menjadi salah satu faktor terjadinya genangan air dan banjir. Jadi itu beberapa penyebab tingginya debit air yang menggenang saat hujan," katanya.
"Makanya perlu pengatasan seperti mencegah sampah menyumbat saluran air, pelebaran drainase atau pembuangan air," ungkapnya.
"Termasuk perlu adanya biopori di setiap rumah di Kota Sumenep agar resapan air bisa kembali optimal," jelasnya.